HAdiah Dari Dewa

15.9K 2.3K 217
                                    

Kagak jadi apdet malamnya, soreee aja.   Anak akikah masih PTS.😭

👑


Ketika terbangun keesokan paginya, Halamara merasa jauh lebih baik. Sangat lebih baik. Tidur di atas ranjang yang empuk dengan bantal dari bulu angsa pilihan, selimut lembut dan perapian yang menghangatkan sepanjang malam adalah alasan mengapa Halamara bisa beristirahat sangat cukup.

Iya, setidaknya itulah yang dipercayai wanita itu. Karena ingatannya yang samar tentang seseorang yang memeluknya sepanjang malam adalah sesuatu yang tidak ingin dipercaya.

Halamara menghembuskan napas melalui bibirnya. Senyum terkembang di wajah wanita itu. Suasana hatinya entah mengapa sangat baik hari ini.

Ia sejujurnya tak tahu mengapa bisa berada di ranjang. Di sebuah tenda besar yang indah. Kerena ingatan terakhir Halamara hanya tentang kereta. Sungguh ajaib, ia bisa tidur dan melupakan segala hal begitu saja.

"Sampai kapan kau akan berdiam diri di sana dan terus menatap langit-langit tenda dengan senyum aneh itu?"

Halamara bisa dikatakan terlonjak. Wanita itu buru-buru duduk. Lagahark duduk hanya beberapa langkah dari ujung ranjang dengan sebuah kursi dan meja kecil penuh makanan.

Ia mengerjap, bingung mengapa suaminya berada di sana.

"Kenapa kau di sini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Halamara.

"Kau?"

Halamara ingin mengutuk diri sendiri. Ia menarik napas panjang, menyisir rambut dengan jemari lalu merapikan gaun bagian depannya. Ia kemudian memberi hormat pada Lagahark. "Selamat pagi, Paduka. Semoga kesehatan dan umur panjang dianugerahkan pada Paduka. Mohon maaf atas kelancangan hamba, tapi benar-benar sangat mengejutkan melihat Paduka berada di tenda hamba sepagi ini."

"Tendamu?"

Halamara mengangguk ragu-ragu.

"Ini tendaku. Kau tak punya tenda."

Halamara berusaha mencerna ucapan Lagahark. "Mohon ampuni hamba Yang Mulia. Apakah semalam, hamba dengan lancang berjalan memasuki tenda Yang Mulia?"

"Sadar saja tidak, bagaimana kau bisa berjalan?"

"Mohon ampun, Yang Mulia. Hamba tak memahami maksud Paduka."

Halamara menunggu, tapi Lagahark malah berdiri dan mulai mengisi piring.

"Ingat roti yang kuberitahukan padamu di kereta kemarin?" Halamara tak menjawab hingga Lagahark harus melanjutkan. "Aku meminta juru masak menyiapkan untukmu pagi ini. Kau bisa memakannya terlebih dahulu. Aku suka aromanya, lembut dan hangat, juga manis."

Lagahark menoleh dan menahan senyum saat melihat Halamara buru-buru menunduk. "Tabib-"

"Tabib?"

Lagahark terdiam beberapa detik. Dia menatap piring yang telah sedikit terisi sebelum kembali menambah makanan. Lelaki itu kemudian lanjut berkata, "Maksudku, juru masak mengatakan ini baik untukmu. Kau harus menghabiskannya. Kau harus banyak makan. Apa kau kuat berdiri dan bisa bergabung bersamaku di sini?"

Pertanyaan itu sungguh aneh bagi Halamara. Ia bukanlah wanita lemah apalagi sakit. Lalu mengapa Lagahark memperlakukannya sebaik ini?

"Sepertinya tidak," ujar Lagahark lebih kepada diri sendiri saat tak mendapat jawaban dari Halamara. Lelaki itu membawa piring untuk Halamara. Dia duduk di pinggir ranjang.

Halamara baru menyadari bahwa Lagahark telah siap dengan pakaian berburunya.

Rambut lelaki itu setengah terikat ke belakang. Sesuatu yang membuat bentuk wajahnya semakin menonjol. Lagahark terlihat menawan. Wanita itu berjuang keras untuk mengendalikan keterpesonaannya dengan kembali memperhatikan apa yang dibawa Sang Kaisar.

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang