👑
Sungai itu seindah yang dikatakan sang kaisar. Terletak di antara dua tebing yang cukup curam, ada bagian landai dengan rerumputan hijau membentang dan pohon-pohon tinggi menjulang.Suara burung berkicau, angin berhembus lembut dan kupu-kupu berterbangan menambah keindahan. Halamara menikmati pemandangan itu, meski harus menerima kenyataan ada Lagahark yang menemaninya.
Bukannya Halamara tak menyukai lelaki itu berada di sampingnya. Tidak. Bagaimanapun perasaanya masih sebesar yang dulu. Hanya saja, semakin sering mereka bersama, Halamara makin merasa dekat. Ia takut bahwa kebaikan lelaki itu hanya berdasar pengampinan semu. Dan di satu titik, di masa depan Lagahark akan menamparnya dengan kebencian yang masih terpendam di hati lelaki itu.
"Bisakah kau hanya menikmati pemandangannya saja dan berhenti berpikir yang tidak-tidak."
Halamara menoleh kaget pada Lagahark. Ia sungguh tak menyangka diperhatikan semenjak tadi. Kehilangan konsentrasi membuat sang ratu tak melihat batu kecil yang tertutup rerumputan. Wanita itu hampir tersandung jika saja Lagahark tak segera memegang lengannya.
"Lihatlah, kau berjalan seperti Kohne. Itu semua karena pikiranmu melayang entah kemana padahal sedang bersamaku."
"Kohne?"
"Penasaran lagi, Ratu?"
Halamara mengangguk tanpa ragu.
" Kukira kau sudah tahu tentang Kohne. Kau kan rajin mencari tahu dari segala sumber sesuatu yang membuatmu curiga."
"Paduka juga sumber. Untuk Kohne," jawab Halamara.
Lagahark menahan senyum. Iya, memang apa yang diharapkannya? Halamara tak akan bisa menjawab sindiriannya?
Namun, setidaknya Halamara tak lagi memperlakukan dirinya dengan sikap menyerupai pantung. Sang Ratu tak langsung berubah menjadi batu saat berhadapan dengan suaminya itu. Sungguh mengingat sikap yang ditunjukkan Halamara di istana membuat Lagahark hampir gila.
Ini memang ironi. Tapi semakin hari Lagahark semakin tak mampu mengendalikan diri.
"Jadi apa itu Kohne?"
Lagahark tertawa hingga membuat Halamara terheran-heran.
"Apa Kohne makhluk yang lucu hingga membuat Yang Mulia tertawa saat mengingatnya?"
"Bukan mengingat Kohne yang membuatku tertawa, Ratuku. Dan percayalah tak ada sedikitpin bagian dari Kohne yang bisa dianggap lucu."
"Mengapa demikian, Yang Mulia?"
"Apa kau tak akan berhenti bertanya sampai mendapatkan jawaban?"
Halamara mengangguk.
"Sudah kuduga."
Wanita itu terkesiap ketika Lagahark menarik pinggangnya. Kini mereka berjalan dengan Lagahark yang merangkul sang istri. Sejujurnya, posisi itu membuat Halamara merasa sangat canggung.
Apa yang terjadi semalam tak bisa membuat Halamara merasa sebebas dulu bersama Lagahark. Meski lelaki itu tak lagi bersikap kasar dan berusaha menyerangnya dengan kata-kata menyakitkan, tapi Halamara memahami bahwa hubungan mereka tak lagi berdasarkam cinta.
Alasan kenapa Halamara bertahan karena kakak dan kerajaannya. Sementara untuk alasan Lagahark kini tak berani lagi Halamara pikirkan.
Apa yang terjadi di bilik mandi bahkan masih membuat Halamara bersemu. Ia tak pernah menyangka akan bisa melakukan hal seliar itu. Itu benar-benar sesuatu yang berada di luar kuasanya. Mata dan sentuhan Lagahark membuat Halamara melupakan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Ratu
FantasyHalamara tahu bahwa dirinya adalah persembahan. Seseorang yang harus berdiri di garda terdepan dan masuk ke dalam benteng musuh untuk menyelamatkan kepala sang ayah. Dia ratu dengan mahkota juga kebencian mendalam dari lelaki yang menjadi suaminya...