👑
"Sejujurnya aku merasa iri karena tak bisa melihatmu dalam baju berburu dan membidik mangsa. Kudengar kau adalah seorang pemanah yang sangat handal."
"Itu hanya rumor, Yang Mulia," ujar Halamara pada Ibu Suri. Ia menatap hangat pada wanita agung yang membuat Halamara kini semakin menjadi pusat perhatian.
Di tengah tatapan kebencian sekaligus penasaran yang mengikuti langkahnya, Ibu Suri satu-satunya orang yang membuat Halamara merasakan kenyamanan. Seperti sebuah pohon rindang di tengah gurun yang tandus. Halamara bisa berteduh meski untuk sejenak.
Upacara pelepasan rombongan istana untuk perburuan telah dilakukan. Ini kali pertama seorang Permaisuri akan ikut dalam perburuan yang hanya diikuti oleh para pria bangsawan terpilih.
Rakyat memenuhi jalanan di seluruh negeri. Semua menteri dan petinggi istana datang untuk melepas kepergian Sang Kaisar. Aula depan kerajaan dipenuhi rakyat yang bersukacita, karena acara perburuan akan menjadi pembuka sebelum pesta untuk merayakan kemakmuran dilaksanakan.
Meski di lain pihak, Halamara tahu bahwa dirinyalah alasan mengapa acara pelepasan kali ini lebih ramai dan riuh dari biasanya.
Entah rumor apa yang beredar di istana, tapi rupanya dirinya dianggap sebagai wanita yang sangat tangguh, bahkan setara dengan para bangsawan pria yang dikenal dengan kemampuan bela diri yang luar biasa.
Selain rakyat negeri Akhlas, Negeri Barat memiliki pria-pria paling tangguh di seluruh daratan. Karena itulah, seorang wanita dari Negeri Merah yang memiliki kemampuan nyaris menyamai mereka dianggap sesuatu yang langka dan istimewa. Halamara tahu dirinya memang berbeda dari perempuan lainnya yang hidup dalam batas-batas ketat aturan kerajaan. Baik perempuan dari Negeri Barat maupun Negeri Krannya lebih suka menyulam dan minum teh daripada menunggang kuda kesana kemari seperti dirinya. Akan tetapi, tetap saja, perhatian berlebihan ini membuat Halamara merasa seperti tontonan yang aneh.
Andai mereka tahu bahwa kini, Halamara berjuang agar tidak ambruk karena rasa tak nyaman yang menerpanya. Wanita itu memaksa diri untuk tetap berdiri tegar, sementara serangan pusing itu kembali mendera.
Halamara memang menyembunyikan kondisinya dari semua orang, termasuk tabib istana. Meski Ibu Suri di pihaknya, Halamara tak mau terlihat lemah sedikitpun. Kondisinya yang memburuk bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin menyingkirkannya. Karena itulah, Halamara tetap akan membiarkan seluruh Negeri Barat menganggapnya wanita tertangguh dan tak pernah takut yang belum pernah mereka temui sebelumnya.
Ada rasa geli dalam diri Halamara mengetahui hal itu. Di satu sisi dirinya sangat dibenci, akan tetapi di sisi lain, Halamara seolah sangat dikagumi. Baik oleh rakyat atau para prajurit. Bahkan tak banyak para petinggi istana yang benar-benar sanggup beradu pandang terlalu lama dengannya.
Kali ini Halamara bersyukur menggunakan sebuah tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Ia tahu sebelum dirias tadi, wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya. Meski kini tudungnya sudah disibak Ibu Suri sesaat setelah dirinya memberi salam penghormatan.
"Rumor tidak muncul tanpa sebab, Permaisuri," lanjut sang Ibu Suri.
Ibu Suri menyentuh wajah Halamara hingga membuat wanita itu sangat terkejut. Bahkan bisik-bisik mulai tertangkap telinga Halamara. Ia memahami betul bahwa ada aturan yang mengatur sikap setiap anggota kerajaan saat sedang berada di acara kerajaan, termasuk tentang pertunjukkan kasih sayang.
"Kau akan melakukan perjalanan berat dan meletihkan, Permaisuri. Aku tak akan berada di sana bersamamu. Tapi aku yakin kau bisa mengatasinya."
"Terima kasih atas keyakinan dan dukungan, Yang Mulia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Ratu
FantasyHalamara tahu bahwa dirinya adalah persembahan. Seseorang yang harus berdiri di garda terdepan dan masuk ke dalam benteng musuh untuk menyelamatkan kepala sang ayah. Dia ratu dengan mahkota juga kebencian mendalam dari lelaki yang menjadi suaminya...