Pernikahan

15.7K 2.4K 358
                                    



👑

Halamara langsung bersimpuh. Tangannya yang gemetar meraih kepala Amrak yang berlumuran darah. Mata sepupunya itu telah kehilangan cahaya kehidupan. Dingin bersama sorot kengerian dan permohonan ampun yang sia-sia. Amrak mati.

Halamara memeluk erat kepala sepupunya, membuat gaun pengantinnya kini ternoda darah. Warna putih itu memiliki warna merah yang begitu pekat di berbagai tempat.

Halamara meraung. Jiwanya yang telah memiliki banyak luka seperti baru saja dileburkan.

Amrak tidak bersalah. Dia hanyalah bocah yang sedang beranjak menjadi pemuda. Amrak yang lucu dan selalu ingin tahu. Pemuda yang mengekorinya kemana-mana. Semenjak kecil Amrak menganggap bahwa jika Sang Kaisar mati lebih cepat maka dia memiliki kesempatan untuk menjadi pendamping Halamara di kemudian hari. Amrak selalu mengatakan Halamara perempuan tercantik di dunia dan berpikir bisa dinikahinya.

Amrak yang polos dan memandang dunia dengan cara begitu sederhana serta penuh kebaikan, kini meregang nyawa karena Halamara. Amrak tak berdosa, tapi dibantai tanpa memiliki kesempatan untuk membela diri.

Kepedihan Halamara berubah menjadi badai amarah yang begitu ganas. Wanita itu tak bisa menerima apa yang terjadi pada adik sepupu kesayangannya itu. Halamara melepas tudungnya lalu dengan sangat hati-hati Halamara meletakkan kepala Amrak di atasnya. Membungkus dengan penuh penghormatan dan kasih sayang.

Air mata Halamara menetes saat melihat tubuh tanpa kepala Amrak sudah terkapar di atas tanah. Tudungnya tak akan cukup untuk melakukan hal yang sama pada tubuh saudaranya itu.

Sesuatu yang membuat badai dalam diri Halamara tak mampu terkendali lagi.

Gadis itu bangkit, secepat kilat tangannya meraih pedang dari salah satu prajurit yang berada di belakangnya.

Halamara memberikan sabetan pertama pada prajurit yang berusaha mengambil pedang itu kembali.

Suara kesakitan sang prajurit membuat rasa lapar Halamara pada darah prajurit Negeri Barat makin pekat. Wanita itu menerjang. Pedangnya berhasil menebas kepala dua prajurit yang tadi menahan Amrak.

Kini mayat mereka terkapar kaku dengan darah menggenang di samping tubuh Amrak.

Apa yang dilakukan Halamara jelas mengejutkan semua orang. Tak ada yang mengira Tuan Putri anggun berambut merah itu memiliki kemampuan pedang yang luar biasa.

Namun, tak sedetikpun Halamara berhenti. Pedangnya masih haus darah. Keinginan membunuhnya belum terpuaskan.

Halamara berbalik. Pedangnya teracung ke arah Sang Panglima Besar yang mematung.

"Hunus pedangmu, Panglima Besar. Hadapi lawan yang seimbang untukmu. Malam ini, aku atau kau yang akan menjadi mayat!"

Lelaki itu jelas terkejut melihat serangan Halamara dan tantangan lantang itu. Harga dirinya sebagai seorang petarung menggelora untuk melakukan perintah Halamara. Namun, di satu sisi, dia tahu tak boleh menggores sedikitpun kulit gadis itu.

"Dasar pengecut, jadi kau hanya berani melukai anak kecil. Baiklah, jika tak berani memulai, biar aku yang melakukannya!"

Lalu Halamara melesat ke arah Sang Panglima Besar . Kilau pedangnya yang berlumuran darah memantulkan cahaya bulan yang pucat dan api yang seolah menjilat langit.

Suara denting besi yang beradu bertubi-tubi mengalahkan amukan angin.

Ayunan pedang Halamara beradu dengan pedang Panglima Besar yang berusaha menahannya. Namun, gadis itu tak habis akal, ia memberikan tendangan ke dada Sang Panglima Besar, hingga membuat pria itu mundur beberapa langkah.

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang