Nama (2)

12.9K 2.4K 218
                                    



Apdet ......

👑

Lagahark menatap singgasana kebesarannya yang terletak di ruang tahta. Ruang itu kini terasa sangat sepi dan dingin. Kosong, sama halnya dengan hati sang kaisar.

Ruang tahta selalu dianggap sebagai pusat dari  seluruh kekuasan. Di mana kekuasaan tertinggi berada. Di mana Kaisar sebagai pengendalinya.

Namun, sungguh kali ini Lagahark tak merasa berkuasa apalagi bisa mengendalikan sesuatu. Segala sesuatu yang berada digenggaman tangannya telah dicuri takdir dengan cara tak disangka-sangka. Membuat sang Kaisar mengalami kehilangan yamg teramat menyengsarakan. Kehilangan yang belum bisa diterimanya hingga saat ini.

Lagahark mengingat kenangan saat pertama kali mendengar kepala tabib mengabarkan bahwa Halamara mengandung. Kala itu Lagahark tak tahu perasaan yang menerpanya, tapi yang pasti hal pertama yang terlintas di kepalanya adalah, bahwa dia akan melindungi istrinya agar mampu melahirkan putra mereka. Bahwa dadanya berdebar ketika menyadari bahwa telah menciptakan kehidupan baru. Kehidupan yang teramat berharga melebihi nyawa Lagahark sendiri. Bahkan  lelaki itu telah memuja calon anaknya hanya dengan mengetahui keberadaan makhluk indah itu di perut Halamara.

Lagahark jatuh cinta begitu saja. Cinta yang teramat besar hingga membuatnya bersumpah untuk melindungi kehidupan baru itu. Cinta yang kini terenggut darinya dan terasa begitu menyengsarakan.

Lima hari telah berlalu dari malam nahas itu. Saat malapetaka yang harus membuat sang kaisar menerima kenyataan. Sebuah takdir kejam karena setelah berusaha luar biasa keras, bayi dalam kandungan ratu tak terselamatkan.

Halamara tak mampu mempertahankan kandungannya karena nestapa yang terlalu hebat.

Kematian Amala sempat membuat Lagahark berpikir tak akan pernah merasakan sakit lebih hebat lagi, duka yang lebih mematikan. Namun, rupanya dia salah besar. Melihat Halamara hampir mati dan mengetahui bahwa anaknya tak selamat adalah jenis kengerian yang telah menenggelamkan sang kaisar pada rasa sakit yang terasa membunuhnya.

Mungkin segalanya akan lebih mudah jika saja Lagahark menerima kebencian dari permaisuri. Kemarahan wanita itu yang tak tahu menahu tengah mengandung. Namun, saat mengetahui dirinya kehilangan bayi, Halamara tak menunjukkan sikap apapun. Wanita itu tak meraung seperti saat mengetahui kematian ayahnya. Halamara tak merintih seperti ketika memeluk tubuh mati Amrak. Istrinya hanya terus diam, dengan tatapan mata yang begitu kosong.

Tak ada air mata. Tak ada wajah penuh luka. Seperti sebuah pintu tertutup rapat yang menyembunyikan apapun yang terjadi di dalamnya.

Halamara mengunci dirinya dalam dunia lain dimana sang kaisar tak memiliki jalan untuk masuk kembali. Lelaki itu tak diizinkan untuk masuk.

Sungguh Sang Kaisar telah berusaha untuk mendekatkan diri pada permaisuri. Namun, wajah terluka wanita itu memukul mundur Lagahark denga  telak.

"Paduka, hamba datang menghadap."

Suara  itu memecah keheningan ruang tahta yang megah dan sunyi. Sesunyi hati Kaisar saat ini.

Lagahark masih terus memandang singgasananya. Untuk mencapai kursi kebesaran itu, ada dua belas anak tangga kecil yang harus dilewati. Kursi singgasana agung  dimana  kekuasaan tertinggi terletak. Hanya orang-orang terpilih yang bisa mendudukinya. Sejarah panjang, pertumpahan darah, air mata dan keagungan adalah hal-hal yang membentuk singgasana itu. Dan Lagahark adalah pemiliknya. Pemilik singgasana dan kekuasaan tertinggi serta mutlak .

Namun, kali ini Lagahark tak merasa memiliki kuasa apapun, sedikitpun. Untuk pertama kalinya, sang kaisar merasa begitu lemah dan tak berdaya.

Sungguh ketika mengetahui tentang kehamilan Halamara, sang kaisar pernah memimpikan akan ada bocah lelaki yang berlari di ruang tahta itu. Ada seorang pangeran kecil yang akan duduk di pangkuannya, meminta dimahkotai dan diceritakan kisah para kaisar leluhur mereka. Seorang putra mahkota adalah lambang penerus dinasti. Seorang putra yang akan dipeluk dan dibanggakannya.

Namun, mimpi itu sirna begitu cepat. Dalam tragedi memilukan hati. Bahkan seorang kaisar pun bisa menangis dan Lagahark melakukannya diam-diam. Sering sekali kala melihat wajah lemah Halamara yang terpejam di  malam hari.

Hanya karena dirinya harus tetap menjadi sosok kaisar-lah, Lagahark masih menunjukkan sikap tenang di depan semua orang. Sungguh, jiwanya bergolak dengan keinginan membalas dendam.

Di dalam hatinya, Lagahark tak pernah selesai menyalahkan diri. Andai dia tak membawa Ratu ke dalam acara perburuan, maka wanita itu tak akan berada dalam bencana.

Namun, yang lebih buruk dari itu adalah Lagahark tak bisa menerima istri dan calon anaknya dilukai di bawah perlindungannya sendiri. Lagahark bersumpah akan menemukan pelakunya dan membuatnya menyesal telah dilahirkan ke dunia.

Andai Halamara tak mengalami luka hebat sebelum kabar tentang kematian Raja Hammond diterimanya, mungkin wanita itu cukup kuat untuk mempertahankan kandungannya.

Sekelompok orang, atau seseorang haris bertanggung jawab atas apa yang menimpa istrinya. Dan orang itu akan membayarnya dengan darah dan air mata. Lebih banyak dari apa yang telah ditumpahkan permaisurinya.

"Yang Mulia ...."

"Aku bisa mendengar suara langkahmu, Panglima Besar. Dan dari caramu bernapas, aku tahu kau membawa kabar yang kuinginankan." Lagahark berbalik. Kini dirinya langsung berhadapan dengan pria yang tak hanya merupakan kerabat terdekat, tapi seorang petarung hebat dan sahabat terbaiknya. Mereka berdua terikat dalam takdir dan rasa sakit nyaris serupa. Kehilangan mematikan yang masih menuntut pembalasan. "Katakan padaku, apa yang kau dapatkan dari perbatasan?" Lagahark selalu mengetahui apa yang dilakukan  Ranard. Karena mereka terhubung melalui utusan. Setiap tindakan Ranard atas persetujuan Kaisar.

"Mereka telah tertangkap dan siap untuk diadili."

Lagahark menyeringai. "Mereka harus menunggu, Panglima Besar. Aku ingin mereka merasakan kengerian dan diintai kematian setiap detiknya. Kematian adalah tindakan yang terlalu murah hati dan aku tak sedang ingin bermurah hati pada siapapun."

"Apakah Paduka tak ingin menemui mereka langsung?"

Lagahark tersenyum. Senyum yang membuat bulu kuduk Ranard berdiri. Hanya Lagahatk yang bisa membuatnya seperti ini. "Tidak bisa, Panglima Besar. Aku tak ingin memberikan kematian terlalu cepat untuk mereka. Sekali lagi, aku tak semurah hati itu."

"Hamba mengerti, Paduka."

"Sekarang katakan padaku, nama siapa yang kau dapatkan dari mulut mereka?"

Ranard sempat menarik napas panjang sebelum kemudian menyebutkan sebuah nama.

Hening terasa membekukan waktu di antara mereka. Membuat ruang tahta itu diliputi dingin menusuk.

Lagahark mengepalkan tangan. Hatinya tak lagi memiliki bentuk karena dedam yang telah kesumat.

Nama itu menghancurkan Lagahark. Kepercayaan dan penghormatan itu terbakar bersama bayangan tubuh Amala yang terapung dan telanjang tak bernyawa.

"Dan hamba yakin, kita akan mendapatkan nama yang sama dari kedua Lord dalam tahanan itu, Paduka."

Lagahark mengangguk. "Kalau begitu sudah saatnya aku menemui mereka."

Ranard luar biasa terkejut. Dia mengetahui bagaimana Lagahark selalu berusaha bertindak dengan kepala dingin. Dan menemui dua pembunuh adiknya dalam keadaan baru mengalami kehilangan jelas bukan tindakan yang bisa dianggap bijak.

"Paduka yakin? Hamba bisa melakukannya agar Paduka tak perlu mengotori tangan Paduka karena dua makhluk nista itu."

"Aku tak pernah seyakin ini, Panglima Besar. Amala adalah adik kesayanganku. Dan aku baru saja kehilangan anakku. Jadi, ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mengotori tanganku sendiri."

Ranard mengangguk. Ada senyum di bibirnya saat akhirnya mengiringi Lagahark menuju penjara bawah tanah. Dia pun sudah tak sabar untuk menemui dua orang pembunuh Amala.

👑

Tbc

Love,
Rami

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang