👑
Lagahark mencium tangan Halamara. Ada perasaan sedikit lega saat merasakan bahwa tangan itu tak sedingin beberapa hari yang lalu. Tabib mengatakan bahwa kondisi Sang Permaisuri mulai membaik. Namun, wanita itu harus segera membuka mata, karena butuh makan dan minum dalam keadaan sadar dan lebih banyak.
Makanan lembut yang dilumatkan dan cairan obat yang disuapi secara hati-hati ketika Halamara setengah sadar, tak akan cukup untuk menopang kebutuhan tubuh dan bayi dalam kandungannya.
Hati Lagahark merasa luar biasa teriris setiap melihat wajah pucat dengan tubuh makin kurus itu. Halamara terlihat semakin kecil di matanya. Andai bisa, Sang Kaisar ingin menggantikan posisi Permaisuri saat ini.
"Dayangmu mengatakan, kau sedikit membuka mata beberapa kali. Namun, kenapa kau lakukan itu saat aku tak ada?" tanya Lagahark.
Lagahark kembali mencium tangan Halamara. Dia pasti terlihat setengah gila karena selalu berbicara dengan wanita yang tak sadar itu setiap kali memiliki kesempatan. Namun, apa boleh buat, hanya dengan cara inilah Kaisar bisa menumpahkan sedikit perasaannya.
"Apa kau sengaja melakukannya?" Lagahark mendengkus kecil. Dia kembali mencium tangan Halamara, lama sekali. "Kau membuatku berprasangka buruk. Kenapa aku merasa bahwa kau berniat membalasku semakin lama? Sengaja tidak mau membuka mata di hadapanku, apakah itu rencanamu, Ratuku?"
Berbaring di samping wanita itu adalah hal yang selalu dilakukan Lagahark. Tak peduli bahwa bau ramuan menyengat hidung atau Permaisuri yang tak pernah bangun, dia melakukan itu semua untuk menghibur diri. Seperti yang dilakukannya saat ini.
"Tapi tak apa, aku pantas menerimanya. Setidaknya kau sudah mau membuka mata. Itu cukup untukku saat ini."
Lagahark tersenyum. Matanya tertuju pada dada Halamara yang bernapas teratur. Perasaannya menjadi lebih baik karena kini kain yang menutupi luka Permaisuri tak lagi berdarah seperti dulu. Ada harapan dalam hati Sang Kaisar yang makin membesar untuk kesembuhan Permaisurinya.
"Dunia ini ternyata tidak menyenangkan tanpamu." Sang Kaisar menghela napas. "Dulu aku berpikir akan bisa hidup tanpamu. Kebencian sudah cukup membuatku tak ingin melihatmu. Namun, rupanya dugaanku salah besar. Aku berpikir seperti itu karena tahu, meski tak melihatmu, kau tetap baik-baik saja. Kau berada di tempat dimana semua orang menyayangi dan melindungimu. Aku berpikir bisa hidup tanpamu, karena kau hidup dengan baik. Apa kau mengerti apa yang kubicarakan?"
Lagahark terkekeh. Suaranya serak. Selama Halamara sakit, lelaki itu tak pernah cukup beristirahat. Hari-harinya dihabiskan dengan mengurus kerajaan dan juga menelaah semua bukti-bukti yang terkumpul tentang kematian Amala. Bahkan bukti yang berada di istana Permaisuri berupa catatan-catatan yang dibuat Halamara, telah dipindahkan secara rahasia ke kediaman Kaisar. "Berbicara seorang diri memang menyebalkan. Tapi tak apa, akan terus kulakukan hingga kau terbangun."
Lagahark kembali mencium tangan Halamara. Karena hanya sebelah tangan itulah yang tak memiliki luka yang bisa membuat Sang Permaisuri kesakitan seperti bagian tubuhnya yang lain.
"Aku akan terus berbicara, membuat bising, hingga kau tak tahan dan akhirnya terbangun memarahiku. Aku merindukan delikanmu, atau tatapan dinginmu yang menyebalkan saat kesal."
Lagahark menatap luka-luka Halamara. Mata lelaki itu berkaca-kaca. Nyaris. Nyaris saja dia benar-benar kehilangan istri dan calon anaknya. Kebaikan Dewa dan ketangguhan Halamara-lah yang membuat dunia lelaki itu tak lebur dalam sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Ratu
FantasyHalamara tahu bahwa dirinya adalah persembahan. Seseorang yang harus berdiri di garda terdepan dan masuk ke dalam benteng musuh untuk menyelamatkan kepala sang ayah. Dia ratu dengan mahkota juga kebencian mendalam dari lelaki yang menjadi suaminya...