Bagian 7

18 5 0
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

Sepulang sekolah, sesuai dengan apa yang diperintahkan Geya, semua anggota klub tari berkumpul di kafe yang ada di dekat sekolah. Mereka memilih tempat duduk di pojokan dekat jendela, di sebuah meja panjang yang jumlah kursinya mencukupi untuk jumlah anggota.

“Halo, semua. Maaf, ya, aku sama Flora agak telat. Soalnya, tadi dipanggil Miss Lauren ke ruangan sebentar,” ujar Geya yang baru saja datang. Sementara itu, semua anggota—kecuali, Geya dan Flora—telah berkumpul di kafe sedari tadi.

“Enggak pa-pa, Geya. Ngomong-ngomong, kamu kenapa dipanggil sama Miss Lauren? Miss Lauren ngomong apa aja?” tanya Ayudia.

“Biasalah, masalah klub. Kayaknya Kak Diego udah sampaikan masalah klub kita ke Miss Lauren. Tapi, aman, kok. Miss Lauren enggak gimana menekan. Bahkan, beliau kasih semangat sama klub tari, supaya klub kita tetap berdiri,” jawab Geya.

“Miss Lauren baik, ya. OSIS beruntung punya pembina seperti beliau,” kata Flora.

“Bener banget, tuh, Flora. Eike ngepens banget sama Miss Lauren. Sayang, Miss Lauren enggak ngajar kelas Eike,” timpal Dean.

“Iya, Miss Lauren memang baik. Selain itu, beliau juga bijaksana,” tambah Geya di akhir. “Ngomong-ngomong, dari kalian udah pada ngajakin teman sekelas untuk gabung ke klub kita?”

“Udah, Ge,” balas mereka bersamaan.

“Gimana hasilnya? Mungkin, satu-satu bisa menyampaikan hasilnya, biar kita semua tahu perkembangannya. Bisa dimulai dari Ayudia dulu sebagai perwakilan dari kelas 10 Ips 2. ”

Ayudia mengangguk, kemudian mulai menjelaskan hasil dari ajakannya. “Kebetulan aku sama Erna satu kelas dan kami udah coba ngajakin teman-teman kami untuk gabung ke klub tari. Dari 38 anggota kelas, di luar aku sama Erna, ada satu orang yang berminat buat gabung. Sisanya, rata-rata udah gabung ke klub lain.”

“Oke, Ay. Berarti kita udah berhasil dapat 1 anggota baru. Good job, Ayudia dan Erna. Berikutnya, mungkin Shaga.”

Sebagai perwakilan dari kelas 10 Ipa 3, Shaga kemudian menjelaskan bahwa dia juga berhasil mengajak salah satu teman perempuannya untuk bergabung ke dalam klub.

Salah satu keuntungan klub saat ini adalah anggota yang tersebar dari berbagai kelas yang ada. Dimulai dari kelas 10 Ipa hingga 11 Ipa hingga 11 bahasa yang berstatus sebagai kakak kelas Geya. Meskipun berstatus sebagai kakak kelas, namun mereka tetap menghormati Geya sebagai ketua klub.

Setelah Shaga, anggota yang lainnya bergiliran menyampaikan hasil ajakan mereka, hingga tiba pada giliran terakhir, yakni Dean.

“Kalau Dean, gimana? Ada berapa orang yang berminat bergabung ke klub tari?”

Mendengar pertanyaan dari Geya, wajah Dean mendadak berubah menjadi sendu. Lelaki bertubuh gempal itu menundukkan kepala. Perlahan, kepalanya digelengkan ke kiri dan kanan. “Enggak ada, Geya,” ujarnya lesu.

Geya yang melihat perubahan wajah dan intonasi suara Dean merasa iba. Sepertinya, ada sesuatu hal yang menimpa Dean, sehingga lelaki itu berubah sekarang.

“Eike minta maaf, Geya. Eike udah coba ajak teman sekelas, tapi ... mereka enggak ada yang mau ikut. Katanya, untuk apa bergabung ke klub yang ada Eike. Nanti Eike akan merusak pemandangan mereka setiap latihan,” tutur Dean, seraya teringat kembali bagaimana respons yang diberikan oleh teman-temannya kala Dean menanyakan hal tersebut secara langsung kepada mereka.

Ada yang mencaci lelaki itu dan mengatakan bahwa lelaki itu tidak pantas bergabung ke klub tari. Ada juga yang mengatakan bahwa Dean adalah pembawa sial, sehingga klub tari terancam diberhentikan sementara. Bahkan, mereka tak segan-segan menyuruh Dean untuk segera keluar dari klub tari agar klub bisa kembali jaya.

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang