Bagian 43

10 4 1
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

Setelah Hartawan dan Calista pulang, Geya segera menarik lengan Ditya dan menatap lelaki itu tajam.

“Jelasin ke gue, atas dasar apa lo dengan seenak hati memutuskan keputusan kayak tadi?” tanya Geya dengan penuh penekanan pada setiap katanya.

Ditya menghela napas, lantas mengunci kedua bola mata Geya dalam matanya. “Saya rasa, sudah saatnya kita berdamai dengan semua masalah ini, Geya.”

“Kita?” Geya membeo. “Gue pikir, di sini yang perlu berdamai dengan keadaan adalah lo. Karena posisinya, gue udah menerima semuanya dengan lapang dada, Ditya.”

“Kalau begitu, saya rasa, kamu enggak punya pilihan untuk tidak setuju dengan keputusan saya, kan?”

“Jelas, gue enggak setuju, Ditya. Lo gila? Ngapain gue kembali ke rumah itu? Gue enggak punya siapa-siapa di sana,” jawab Geya.

“Lalu, apa bedanya dengan saya, Geya?“ tanya Ditya balik, membuat Geya terdiam.

Dalam konteks ini, mungkin gadis itu kalah telak. Sebab, kondisinya dan Ditya memang sama sekarang ini. Keduanya sama-sama tidak memiliki keturunan darah dengan orangtua yang selama ini merawat mereka.

“Ya, lo masih punya nyokap yang sayang sama lo, Ditya. Sementara gue? Enggak ada yang sayang sama gue,” ungkap Geya.

“Geya ....” Ditya menyentuh kedua bahu gadis itu dengan perlahan. “Bukannya kemarin kamu yang bilang sama saya? Meskipun Mama bukan mama kandung saya, saya tetap harus menghargai dia karena Mama saya yang sudah merawat saya sedari kecil. Iya, kan, Geya?”

Geya mengusap wajahnya kasar, lantas mendesis, “Masalahnya, bokap lo aja udah enggak sudi liat muka gue kayaknya, Ditya. Lo enggak inget waktu itu dia ngusir gue?”

“Tapi, bukannya Papa sudah meminta maaf sama kamu? Kemarin, Papa juga sudah setuju saat saya mengajukan syarat itu.”

Sial, lagi-lagi, Geya dibuat bungkam. Tidak tahu harus membalas seperti apa lagi. Sebab, Ditya selalu pandai membalikkan semua perkataannya.

“Jadi, saya rasa, kamu sudah enggak punya alasan kuat untuk menolak semua ini, Geya,” lanjut Ditya. “Tolong, kamu pikirkan hal ini baik-baik, Geya. Kalaupun kamu tetap mau tinggal di kosan seperti ini, lalu bagaimana dengan sekolah kamu? Pendidikan kamu?“

“Gue bisa kerja, Ditya.”

“Kamu serius? Sekolah, mengurus klub, lalu sekarang? Ingin kerja? Saya tahu kamu bukan seseorang yang multitasking, Geya. Pikirkan ini baik-baik. Saya enggak akan mendesak kamu untuk menjawab cepat. Akan tetapi, saya berharap kamu bisa memikirkan semua masa depan kamu.

“Dan, kamu tenang aja, enggak perlu merasa sendirian. Karena, ada saya dan tentunya Mama yang akan menyayangi kamu. Kamu enggak akan merasa kekurangan kasih sayang, Geya,” jelas Ditya panjang lebar.

Geya menarik napas, lantas menghembuskannya kembali. Sepertinya, semua yang dikatakan lelaki itu ada benarnya. Geya benar-benar dibuat tidak bisa menolak jika sudah begini caranya.

Sekali lagi, Ditya berhasil membuat otaknya lumpuh. Dan, harus Geya akui, lelaki itu memang andal dalam komunikasi. Tidak heran, bila Ditya dipercaya sebagai seorang sekretaris bidang yang menaungi banyak klub di bawahnya.

“Oke. Kalau gitu, kasi gue waktu. Gue bakal mikirin hal ini,” ujar Geya pasrah.

“Berapa lama?”

“Paling lambat, besok malam.”

“Oke.”

•••

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang