Selamat Membaca!
◀ ▶
“Kamu habis ketemu Kak Melody, Ge?” tanya Flora menghampiri Geya yang kini tengah berdiri di depan koridor kelas.
Awalnya, Flora hendak mengagetkan Geya terlebih dahulu, namun ketika melihat wajah Geya yang tampak tengah memikirkan sesuatu, Flora mengurungkan niatnya itu. Takut-takut ulahnya malah membuat Geya marah, bila suasana hati gadis itu tengah tidak baik.
Geya menoleh kepada Flora, lantas menganggukan kepala. “Iya.”
“Gimana hasilnya? Kak Melody mau bantu buat publikasikan terkait klub?”
Sebelum membuat janji bertemu dengan Melody, Geya terlebih dahulu menyampaikan mengenai saran Dean ke grup berisikan anggota klub. Saran tersebut juga diterima baik oleh anggota, oleh karena itu, Geya baru bisa mengambil langkah. Sebab, meski statusnya sebagai seorang ketua, mau bagaimanapun juga dia harus meminta persetujuan dari anggota untuk setiap langkah yang hendak dia ambil.
“Kata Kak Melody, enggak bisa, Flo.”
“Loh, kenapa begitu? Bukannya udah tugas humas untuk publikasikan hal tersebut?”
“Masalahnya, Humas mempublikasikan terkait open recruitment klub itu hanya di awal semester, setiap kali pendaftaran resmi serentak diadakan. Sekarang, udah pertengahan semester, jadi Kak Melody bilang enggak bisa bantu,” jelas Geya sesuai dengan apa yang Melody katakan tadi kepadanya.
“Yah, jadi gimana, dong? Ini udah seminggu lagi, loh, Ge. Sedangkan, masih belum ada perubahan dari yang waktu itu kita diskusikan di kafe. Kalau gini caranya, klub benar-benar bisa terancam diberhentikan,” keluh Flora uang menimbulkan rasa bersalah di hati Geya.
Geya mengalihkan pandangan dari Flora, menundukkan kepala, merenungi mengenai nasib klub yang berada di ujung tanduk ini.
Dia benar-benar kehabisan ide lagi untuk berbuat apa demi mempertahankan klub. Bahkan, setelah kemarin-kemarin mereka menggencarkan ajakan ke kelas lain yang belum tersentuh, hanya ada satu orang yang berniat bergabung. Sisanya, tidak ada yang mau memandang klub tari sedikit pun.
Apa ini adalah bagian dari karmanya? Karena, dia memaksa untuk menjadi ketua klub, setelah dia tahu hal apa yang siap merintanginya di depan.
Melihat perubahan wajah Geya, Flora merasa bersalah. Mungkin, kata-katanya tersebut tak sepantasnya dia lontarkan di depan Geya. Geya bisa saja merasa dipojokkan akan hal itu.
“Ge, aku minta maaf. Aku enggak maksud untuk memojokkan kamu, kok. Aku cuma—”
“Aku paham, kok, Flo,” ujar Geya memotong kalimat Flora. Gadis itu kini memandang Flora dengan senyuman tipis, berusaha meyakinkan Flora bahwa dia baik-baik saja dan tidak merasa terpojoki sama sekali. “Lagian, apa yang kamu katakan itu benar. Ini udah tersisa seminggu lagi, tapi belum ada perubahan yang berarti.”
Flora menepuk bahu Geya, lantas berkata, “Enggak pa-pa. Seminggu itu masih lama, kok. Kita masih bisa memaksimalkan untuk nyari anggota. Jangan patah semangat dulu, Ge.”
Geya mengangguk. Flora benar. Masih ada harapan dalam waktu seminggu ini. Dia tidak boleh menyerah begitu saja. Ini semua demi klub tari.
“By the way, Ge. Nanti jam 4 sampai 7 malam, ada konser musik sekaligus bazar, mau pergi, nggak? Anggap aja kita refreshing karena udah seminggu suntuk mikirin soal klub. Gimana?”
Geya menimang-nimang sejenak ajakan itu, sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. “Ajak anak-anak juga, ya. Hari ini, kita refreshing bareng,” ujar Geya antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Teen FictionBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...