Bagian 35

11 4 0
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

“Tapi, saya bahkan enggak tahu siapa wanita yang telah melahirkan saya, Geya,” ujar Ditya terdengar getir.

Mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut Ditya, Geya refleks mengunci bibir. Sepertinya, gadis itu sudah salah bicara.

“Maaf, Ditya. Gue enggak maksud—”

“Enggak perlu minta maaf. Saya paham, kok, Geya,” potong Ditya segera.

Setelahnya, suasana menjadi hening. Ada sebaris celah kecanggungan di antara keduanya. Tidak ingin terjebak lebih lama di dalam suasana itu, Geya memutuskan untuk pergi keluar dengan alasan hendak membuang sampah.

Sekembalinya Geya ke dalam, Ditya telah berpindah tempat menuju kursi di bagian ruang tamu.

“Geya,” panggil Ditya sesaat setelah Geya melewatinya.

Geya berhenti melangkah, melirik kepada Ditya dengan alis naik sebelah. “Kenapa?”

“Saya boleh merepotkan kamu sekali lagi?”

“Hah?” Geya membeo. “Ngerepotin untuk ngapain lagi? Lo mau sakit lagi—eh, amit-amit. Jangan, deh,” lanjut Geya segera menyadari maksud dari ucapannya tersebut.

“Temani saya ke panti asuhan.”

“Lagi?”

Ditya tersenyum kecil. “Iya. Kamu mau?”

Geya menghela napas, kemudian menganggukkan kepala. Punya alasan apa dia untuk menolak ajakan Ditya? Sekalipun sekarang Geya menolak, beberapa saat setelah ini, Geya sendiri tidak yakin dia masih kokoh pada penolakannya.

Yang tidak Geya pahami ialah kenapa Ditya mengajaknya kembali ke panti asuhan setelah kemarin mereka baru mengunjungi tempat tersebut.

Tapi apa pun alasan Ditya, Geya telah menerima ajakan tersebut. Oleh karenanya, Geya bergegas masuk ke kamar untuk berganti pakaian.

•••

Untuk kedua kalinya dalam jangka waktu beberapa hari terakhir, Geya kembali menginjakkan kaki di panti asuhan Kasih Mutiara. Kali ini, mereka tidak datang dengan kantong plastik berisi penuh mainan, melainkan hanya membawa diri mereka masing-masing. Juga, selembar surat yang sedari tadi digenggam Ditya.

Kini, Geya baru memahami bila tujuan Ditya mengajaknya kemari bukan untuk mengunjungi anak-anak panti seperti kemarin, melainkan untuk mencari tahu perihal orangtua kandung lelaki itu.

“Eh, Nak Ditya, Nak Geya. Jadi rajin main ke panti sekarang,” ujar Bu Laksmi menyambut  kedatangan keduanya. “Ayo, masuk dulu. Biar Ibu panggilkan anak-anak.”

Saat Bu Laksmi hendak masuk ke dalam guna memanggil anak-anak panti, Ditya terlebih dahulu mencegatnya. “Enggak perlu, Bu. Saya ke sini bukan untuk ketemu sama anak-anak,” ujar Ditya dengan santun.

“Oh, begitu? Kalau gitu, ada tujuan apa Nak Ditya dan Nak Geya kemari?”

Ditya melirik ke arah Geya yang juga tengah melihat kepadanya, sebelum lelaki itu memalingkan wajah dan menyampaikan tujuan kedatangannya kepada Bu Laksmi.

“Saya ke sini ingin mencari tahu siapa orangtua kandung saya, Bu.”

Tercetak raut keterkejutan di wajah Bu Laksmi yang mulai dipenuhi kerutan tersebut. “Orangtua kandung?”

Ditya menyerahkan surat yang sedari tadi dipegangnya ke hadapan Bu Laksmi. Bu Laksmi meraih surat tersebut, lalu membaca isi tulisan di dalamnya.

“Surat itu dikeluarkan dari panti asuhan ini, Bu. Betul?”

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang