Bagian 34

12 4 0
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

“Kamu mau ke mana?”

Geya berhenti mengikat tali sepatunya, melirik ke arah Ditya. Lelaki itu baru saja bangun. Rambutnya masih acak-acakan. Bahkan, selimut masih menutupi setengah dari tubuhnya.

“Ke sekolah, lah. Ke mana lagi? Orang gue udah pakai seragam rapi kayak gini,” balas Geya dengan sedikit malas-malasan.

Akibat kurang tidur, suasana hati gadis itu menjadi buruk. Ditambah lagi, ini adalah hari pertamanya datang bulan. Rasa nyeri yang dialami setiap kali kedatangan tamu bulanan semakin memperburuk suasana. Rasanya, penderitaan Geya semakin lengkap.

“Kenapa kamu enggak bangunin saya, Geya?”

Geya menghela napas. “Lo masih sakit. Enggak usah sok-sokan mau ke sekolah. Lebih baik, lo istirahat di sini. Sekalian, gue titip kosan. Kalau lo mau keluar, lo bisa pakai kunci yang ada di atas meja. Gue punya kunci cadangannya,” ujar Geisha panjang lebar. “Oh, iya, nanti gue bakal izinin lo ke wali kelas.”

Setelah tali sepatunya terikat sempurna, Geya bangkit dari posisi melantai, lantas menepuk bagian belakang rok yang kotor.

“Gue juga udah beliin bubur sama obat di atas meja. Tenang aja. Gue enggak bakal nagih uang sebagai bentuk ganti rugi karena lo udah ngerepotin gue,” timpal Geya lagi. “Gue berangkat dulu.”

Geya melangkah keluar kosan, tanpa membiarkan Ditya membalas ucapannya sepatah kata pun. Telinganya hari ini cukup sensitif untuk banyak mendengar.

•••

“Kamu ke ruang guru ngapain, Ge? Dicari guru?” tanya Flora seraya memakan sepotong kue bolu yang dibelinya.

“Ketemu sama Bu Laras. Izinin Ditya,“ jawab Geya lantas menelungkupkan wajah di antara lipatan tangannya.

“Kak Ditya? Kak Ditya kenapa? Sakit?“

Geya menganggukkan kepala.

“Sakit apa?”

“Demam.”

Flora hanya ber oh ria menanggapi hal tersebut. Namun, sedetik kemudian, gadis itu tersadar. “Loh, kenapa kamu bisa tahu kalau Kak Ditya lagi sakit? Kalian, kan, enggak serumah. Kamu juga lagi di kosan yang jaraknya jauh dari rumah dia. Atau, jangan-jangan ....”

“Semalam Ditya kabur dari rumah, nginap di kosan.“

“APA?! Nginap di kosan?”

Geya refleks mengangkat kepala, kemudian membekap mulut Flora dengan tangannya. “Ssstt, jangan teriak-teriak kenapa? Nanti ada yang denger, gimana?”

“Ya, maap, Ge. Habisnya aku terkejut,” ujar Flora. “Lagian, ngapain Kak Ditya pakai acara kabur segala dari rumah? Ngikut-ngikut kamu aja.”

Geya menghela napas. “Ceritanya panjang, Flo. Udah, ah, enggak usah banyak ngomong dulu. Aku ngantuk. Mana perut aku sakit lagi,” ujar Geya mengeluh. Tangannya lantas terulur guna menekan bagian perutnya, berusaha meredam rasa sakit yang dirasa.

“Kamu lagi datang, ya, Ge?” tanya Flora.

Geya hanya berdeham sebagai jawaban.

“Tapi, kamu udah sarapan, kan?”

Geya menggelengkan kepala, membuat Flora membelalakkan mata. “Hah? Belum sarapan? Kok bisa? Kamu tunggu di sini dulu. Aku beliin kamu roti. Setidaknya, untuk mengganjel perut kamu. Nanti istirahat, baru makan makanan berat, ya. Oke?”

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang