Selamat Membaca!
◀ ▶
Mendengar suara ketukan pintu yang berulang, Ditya melepaskan ransel dan meletakkannya di atas sofa lantas berjalan menggapai pintu. Saat pintu terbuka, wajah Geya tampak di balik sana.
“Geya? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ditya.
Untuk beberapa saat, Geya bergeming, membuat Ditya semakin bingung dengan tujuan kedatangan gadis itu.
“Makasih, ya,” ujar Geya cepat.
“Makasih untuk?”
Terdengar helaan napas yang mengawali kalimat Geya. “Jangan pura-pura enggak tahu. Lo pasti ada ikut campur tangan sama Kak Sienna yang mendadak mau join ke klub tari, kan?”
Ditya hendak mengelak, namun Geya kembali bersuara.
“Lo enggak perlu bohong. Gue sangat yakin, ini adalah berkat lo. Maka dari itu, gue mau bilang makasih. Makasih sebanyak-banyaknya, karena berkat lo, anak-anak tari jadi senang. Mereka enggak perlu takut lagi klub bakal diberhentikan sementara. Ya, meski gue enggak tahu apa alasan lo berbuat demikian.”
Ditya mengangkat kepala, memalingkan kedua matanya dari Geya.
Apa yang dikatakan Geya memang benar. Perihal Sienna yang mendadak berubah pikiran adalah karena adanya ikut campur tangan seorang Ditya.
Kemarin pagi, tepatnya sebelum bel masuk sekolah berbunyi, Ditya memang menemui Sienna dan mengajak gadis itu berkompromi untuk kembali bergabung dengan klub tari. Sienna jelas bingung, merasa bahwa lelaki di hadapannya itu adalah seorang yang plin-plan.
Sienna menatap laki-laki di hadapan dengan tatapan anehnya.
“Ini enggak salah?” Gadis itu membeo. “Bukannya kemarin lo, ya? Yang suruh gue untuk enggak gabung ke klub tari? Lalu, kenapa seorang Ditya Gevariel, sekretaris bidang minat dan bakat yang satu ini mendadak berubah pikiran? Terkesan plin-plan banget tahu, enggak?.“
Ditya menghela napas. Sudah dia duga, Sienna akan melayangkan sebuah protesan ketika dirinya mengubah permintaannya. “Soal ini, gue enggak bisa jelasin, Na. Yang penting, gue benar-benar minta tolong sama lo,” ujar Ditya memohon.
“Bentar-bentar, gue jadi curiga. Apa ini karena ketua klub tari? Jangan-jangan, lo naksir sama Geya si ketua itu?” tuding Sienna memicingkan mata.
Ditya menggeleng cepat. “Enggak, Na. Bukan soal itu. Udah, gini, deh. Poin pentingnya adalah lo bisa bantuin gue, nggak?”
“Well, karena lo teman gue dari zaman masih bocah, gue bakal bantu lo. Gue dan teman-teman gue bakal kembali bergabung ke klub tari, tapi cuma sampai akhir semester dua. Karena, kelas 12 nanti, gue benar-benar mau fokus untuk persiapan ujian. Gimana?”
“Oke. Gue paham. Thanks a lot. Lo memang teman yang baik, Na.”
“Giliran ada maunya aja, lo ngaku gue teman. Dasar Ditya.”
Alasan utama Ditya melakukan itu karena Ditya tahu, semua kebahagiaan Geya telah terenggut. Satu-satunya hal yang bisa mengembalikan kebahagiaan Geya adalah klub tari. Sejauh yang Ditya perhatikan, gadis itu akan berubah menjadi periang jika sudah bertemu dengan teman-teman klub dan jadwal latihan tari.
Jika dulu, alasan utama Ditya ingin menjauhkan Geya dari klub tersebut adalah Hartawan, maka saat ini tidak ada lagi larangan dari pria itu. Oleh karenanya, Ditya akan berusaha untuk membantu Geya mempertahankan klubnya. Meski dengan catatan, laki-laki itu akan dianggap tidak konsisten.
“Meski, seharusnya, lo enggak perlu ngelakuin itu, kok. Gue dan teman-teman gue masih bisa berupaya sendiri untuk mempertahankan klub, tanpa bantuan dari pihak lain,” sambung Geya. “Ya, walaupun gue enggak tahu, kalau bukan Kak Sienna dan teman-temannya, apa klub tetap akan bertahan atau enggak. Tapi, ya, ... sebenarnya gue udah pasrah aja kalau klub diberhentikan untuk sementara waktu.“
Ditya mengernyit. “Bukannya kemarin kamu mati-matian ingin mempertahankan klub demi anggota kamu? Lalu, kenapa sekarang, kamu malah berkata demikian?”
Geya mengembuskan napasnya kasar. “Iya, pada saat itu, gue mati-matian berusaha untuk mempertahankan klub. Bayang-bayang wajah mereka yang menyiratkan kekecewaan tentu buat gue merasa bersalah. Tapi, semakin ke sini, gue rasa, apa yang gue perjuangkan sia-sia kalau ada orang yang justru berusaha untuk menghalangi jalan gue.”
Ditya tahu, kalimat terakhir Geya ditujukan untuk dirinya.
“Yang bikin gue enggak habis pikir, orang yang berusaha ngalangin jalan gue kemarin, sekarang malah berubah haluan dan malah bantuin gue. Aneh, kan?”
“Saya—”
“Gue tahu. Gue tahu lo ngelakuin ini semua karena lo merasa bersalah, kan? Lo tahu, di saat semua kebahagiaan gue terenggut, hanya klub tari yang gue punya. Makanya, lo berusaha untuk bantuin gue,” potong Geya segera.
“Gue enggak bisa bayangin, gimana kalau anak-anak tari tahu bahwa semua penyebab kesengsaraan mereka ini adalah gue. Gue penyebab semuanya terjadi. Klub yang terancam diberhentikan, mereka yang harus berusaha keras untuk mempertahankan klub sampai kepikiran terus-menerus. Mungkin, saat mereka tahu, mereka bakal kecewa sama gue. Mereka marah. Karena, gue yang selama ini terkesan sebagai penyelamat, rupanya tak beda jauh dengan seorang perusak.”
Paragraf panjang yang dilontarkan Geya semakin membuat Ditya merasa bersalah. Jika bukan karena lelaki itu yang berupaya menjauhkan Geya dari klub tari, mungkin ini semua tidak akan terjadi. Akan tetapi, Ditya tidak punya pilihan. Sebab, pada saat itu, Ditya hanya ingin hubungan Geya dengan Hartawan membaik.
Berbeda cerita dengan saat ini, ketika Geya telah menginjakkan kakinya keluar dari rumah Hartawan, maka itu artinya Geya berhak menentukan kebahagiaannya sendiri.
“Geya, percaya sama saya, kalau mereka tahu semua cerita aslinya, mereka tidak akan marah sama kamu. Karena sesungguhnya, kamu hanya korban. Pelaku utamanya adalah saya. Saya yang berusaha untuk menjauhkan kamu dari klub tersebut. Tapi, sekarang saya sadar, saya enggak bisa merenggut kebahagiaan satu-satunya yang kamu miliki.”
Ditya mengikuti arah pandang Geya yang kini menatap rumah mewah di seberang sana. Rumah yang awalnya menjadi tempat untuk gadis itu berteduh dari panas dan hujan. Rumah yang pernah menjadi saksi kehidupan Geya.
Seutas senyum hambar tercipta di wajah Geya. “Kebahagiaan, ya? Lo benar. Cuma klub ini, kebahagiaan satu-satunya yang gue punya. Makanya, gue sayang banget sama klub tari.
“Enggak tahu kenapa, saat gue menari, gue merasa jiwa gue seolah terbang jauh ke atas sana, melepaskan semua beban yang ada. Lewat menari, gue bebas mengekspresikan diri gue.”
Hati Ditya tercabik ketika mendengar penuturan dari Geya. Ditya tidak menyangka, begitu dalamnya Geya mencintai seni tari. Pantas saja, Geya begitu murka kala Ditya mencoba menghalangi jalannya.
“Sekali lagi, gue mau ngucapin makasih sebesar-besarnya karena lo udah bantu gue. Walau, jujur aja, upaya gue sebagai ketua terkesan enggak becus,” lanjut Geya lagi.
“Geya, jangan terima kasih sama saya. Harusnya, kamu berterimakasih kepada diri kamu sendiri. Karena, kamu mempunyai tekad yang kuat untuk tetap mempertahankan klub demi anggota,” ujar Ditya.
“Iya, lo benar. Mungkin, kalau gue nyerah di awal, klub ini enggak akan bertahan,” timpal Geya tersenyum. “Gue pamit dulu. Gue takut, keluarga lo merasa terganggu dengan kehadiran gue di sini,” lanjutnya dengan suara bergetar.
“Geya—”
Belum sempat Ditya menyelesaikan kalimatnya, Geya terlebih dahulu melangkah pergi. Semakin jauh, hingga punggung gadis itu lenyap dimakan gerbang.
◀ ▶
15 Januari 2023
1.084 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Teen FictionBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...