Selamat Membaca!
◀ ▶
Sesuai dengan janji Hartawan kemarin, pria itu benar-benar mengajak keluarga kecilnya untuk berlibur ke vila. Bahkan, Hartawan mengambil cuti tiga hari dari pekerjaannya hanya untuk menghabiskan waktu bersama dengan istri dan anaknya.
Siang seusai berkemas, keempat anggota keluarga itu mulai berangkat menggunakan mobil yang dikendarai oleh Hartawan sendiri. Perjalanan memakan waktu yang cukup panjang, mengingat vila yang mereka tempati nanti berada di wilayah puncak yang terhitung jauh dari perkotaan.
Di dalam mobil, sesekali mereka bercanda-tawa, atau bahkan sekadar mengobrol biasa untuk menghilangkan bosan akibat perjalanan.
Kala mobil mulai memasuki area puncak, Geya dibuat terpukau dengan pemandangan serba hijau yang tampak dari jendela yang terbuka. Tarikan napas panjang diambil gadis itu. Menghirup udara kaya oksigen yang barangkali sudah mulai sulit ditemukan di daerah perkotaan, mengingat pepohonan yang sudah jarang ditemukan.
Tak lama kemudian, Geya dapat melihat sebuah rumah besar yang berdiri tepat di tengah puncak perbukitan. Bahan dasar rumah yang terbuat dari kayu tak menjadikannya terlihat usang, justru menambah kesan mewah yang ada.
Belum sempat Geya menyuarakan semua yang ada di pikirannya, mobil mereka telah berhenti. Menandakan bahwa vila mewah tersebut memang tempat yang akan mereka tempati selama kurang lebih tiba hari ke depan.
“Akhirnya, kita sampai juga,” ujar Hartawan yang kini mengambil koper dari dalam bagasi, dibantu dengan Ditya. “Geya, Ditya, gimana? Kalian suka vila ini?”
Geya dengan segera mengangguk, lantas mengutarakan keindahan yang membuatnya begitu takjub. Sementara itu, Ditya hanya menyetujui apa yang dikatakan Geya tanpa berkomentar lebih panjang. Barangkali, rasa lelah yang menguasai diri membuat Ditya malas untuk berbincang.
“Sekarang masih jam tiga, kita masih punya waktu untuk tidur selama kurang lebih dua jam sebelum sore. Setelah itu, Papa pastikan kalian bisa lihat pemandangan yang jauh lebih indah dari apa yang kalian lihat sekarang,” ujar Hartawan.
Bagaikan sihir, perlahan mereka menggerakkan kaki memasuki vila, lantas menuju kamar masing-masing dan beristirahat di sana. Setidaknya, sampai langit biru perlahan berubah warna menjadi jingga kemerahan.
•••
“Geya, kamu udah lama bangun?” tanya Ditya dengan segelas air di tangannya.
Saat lelaki itu mengetuk pintu kamar Geya, tidak ada sahutan dari dalam. Hal itulah yang mengantarkan Ditya berjalan ke balkon dan menemukan Geya tengah duduk di salah satu kursi.
Geya mengalihkan pandangannya dari langit, menatap Ditya yang kini duduk di kursi kosong yang terpisah satu meja bulat di sebelahnya, lalu mengangguk kecil.
“Enggak terbiasa tidur lama kalau jam-jam segini,” ujar Geya.
Ditya hanya manggut-manggut, seraya menyeruput air dari gelasnya. “Gimana perasaan kamu pergi liburan ke sini?”
Geya melihat Ditya cukup lama, sebelum menyunggingkan senyum tipis. “Senang banget. Gue udah lama enggak liburan kayak gini. Lo sendiri, gimana?”
“Sama seperti kamu. Saya juga senang. Tapi, kali ini bukan tentang ke mana saya berlibur, melainkan dengan siapa saya pergi berlibur.”
Jawaban Ditya membuat Geya mengernyit. “Maksudnya?”
Ditya meletakkan gelas yang telah kosong di atas meja, mengubah posisi duduknya agar lebih leluasa menatap Geya. “Kamu tahu? Dulu saya pernah berandai. Kapan saya bisa ngobrol sama kamu, tanpa dibalas dengan ketus. Awalnya, saya enggak tahu alasan kamu bersikap seperti itu sama saya. Tapi, setelah saya tahu, saya memaklumi itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Teen FictionBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...