Bagian 3

39 14 10
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

Dengan emosi yang meledak di otak, Geya kembali ke ruang latihan tari. Tanpa dia sadari, tindakannya menutup pintu ruangan dengan kasar menimbulkan suara gebrakan yang begitu hebat, juga membuat seluruh anggota klub yang ada di dalam merasa terkejut.

Geya mendudukkan dirinya di atas kursi panjang yang terbuat dari kayu. Hal itu membuat dirinya seketika dikerumuni oleh anggota yang menatapnya dengan penuh heran.

"Ge, kamu kenapa? Habis dari ruang OSIS, kok, kamu kayak emosi gitu?" tanya Flora yang kini duduk di sebelah Geya.

Geya masih bergeming, tidak menjawab pertanyaan dari Flora. Gadis itu memilih untuk menetralkan napasnya yang masih terengah-engah, sebab tadi dia berjalan dengan langkah yang cepat saat keluar dari ruang OSIS.

"Eh, Flora, jangan langsung ditodong pertanyaan seperti itu. Kasihan Geya, biarin dia napas dulu. Kasihan eike," ujar Dean, seraya menepuk kecil bahu Flora guna memperingati temannya itu.

"Ge, minum dulu, ya. Biar agak tenang," ujar Ayudia memberikan sebotol air mineral kepada Geya.

Geya menatap botol air mineral itu, kemudian mengambilnya. Tangannya bergerak membuka tutup dan meneguknya cepat hingga tersisa sepertiga botol. 

"Makasih, Ay," ujar Geya tersenyum. Setelah meneguk air, rasanya dia menjadi lebih tenang.

Geya melihat anggotanya satu per satu. Gadis itu dapat merasakan kekhawatiran yang terpancar dari tatapan mereka.

"Ge, udah tenangan?" tanya Flora dengan hati-hati.

Geya meliriknya, lantas mengangguk pelan.

"Kalau kamu udah siap cerita, cerita aja. Kami di sini siap dengerin, kok," ujar Flora kembali.

Geya menundukkan kepalanya, berusaha menarik napas dalam-dalam, sebelum menyunggingkan sebuah senyuman kecil.

Dengan lirih, gadis itu bersuara. "Klub tari terancam diberhentikan sementara."

Satu kalimat sederhana yang berhasil menimbulkan berbagai reaksi pada masing-masing anggota.

"APA?" seru Dean. Di antara banyaknya reaksi yang ditunjukkan, hanya lelaki itu yang memberikan respons paling histeris. "Kenapa klub tari terancam diberhentikan? Nanti kalau klub diberhentikan, gimana eike mau latihan? Nanti eike mau main sama siapa? Eike enggak terima klub tari diberhentikan, pokoknya. Titik!"

"Dean, jangan langsung nyerocos dulu. Biarin Geya jelasin dulu permasalahannya," sela Shaga, laki-laki kedua yang ada di klub tari. Dibandingkan dengan Dean, Shaga sedikit lebih kalem. Walau terkadang, juga bisa menunjukkan sisi tidak kalemnya.

Merasa suasana sedikit lebih tenang, Geya kemudian melanjutkan penjelasannya. "Jumlah anggota klub tari paling sedikit di antara klub lain, bahkan dibanding dengan anggota klub merajut yang masih terhitung baru, jumlah kita kalah. Maka dari itu, klub tari rencananya diberhentikan sementara. Dan, ruangan akan dialihfungsikan sebagai ruang klub merajut, karena klub merajut belum ada ruangan."

"Lalu, kamu iyain gitu aja?" Flora menyela.

"Enggak. Aku sempat protes, tapi tetap kalah suara. Kak Diego sama Kak Ditya. 2 versus 1."

"Jadi ... klub tari kesayangan eike benar-benar diberhentikan?" ujar Dean sendu. Laki-laki itu meluruhkan tubuhnya ke lantai, siap untuk mengeluarkan tetesan air mata kesedihan.

Melihat itu, Geya langsung bersuara. "Enggak, De. Klub enggak akan diberhentikan. Sebagai ketua klub, aku akan tetap mempertahankan klub ini, apa pun yang terjadi," serunya dengan semangat yang berkobar-kobar, berbanding terbalik dengan apa yang dia tampilkan saat berada di ruang OSIS.

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang