Selamat Membaca!
◀ ▶
“Ditya, kamu habis dari mana, Sayang? Kamu tahu soal Geya yang pergi dari rumah? Kamu tahu Geya ada di mana, Sayang?” seorang Calista bertubi-tubi saat Ditya menginjakkan kakinya ke dalam rumah.
Lelaki itu menghela napas. Apa dia harus memberitahukan yang sejujurnya kepada Calista bahwa dia mengetahui keberadaan Geya? Bahkan, dirinya sendiri membantu Geya mencari kosan untuk gadis itu.
Tapi sepertinya, untuk sekarang ini, memberitahu Calista ataupun Hartawan sekalipun bukanlah waktu yang tepat. Geya masih membutuhkan waktu untuk sendiri, menenangkan isi pikiran yang tentu saja tengah berkecamuk.
“Ditya habis dari rumah teman, Ma. Ditya enggak tahu Geya ke mana. Ditya mau istirahat dulu ke kamar, ya, Ma,” ujar Ditya lantas meninggalkan Calista yang masih bergeming di sofa.
“Kalau kamu tahu keberadaan Geya, segera kabari Mama, ya, Sayang. Mama merasa bersalah karena Geya pergi dari rumah,” kata Calista berikutnya.
Ditya berhenti dari langkahnya. Dada lelaki itu terasa sedikit sesak. Kenapa harus ada masalah serumit ini terjadi?
Ditya menghela napas, sebelum kembali menarik kaki menuju ke kamar untuk beristirahat.
•••
“Ditya,” panggil Calista.
Ditya yang saat ini tengah mengenakan kaus kaki menengadahkan kepala, melihat ke arah Calista dengan sebuah kotak bekal di tangan.
“Kamu ke sekolah pasti ketemu sama Geya. Mama titipin bekal untuk Geya untuk makan siangnya. Titipkan juga salam dan permohonan maaf Mama karena dia harus melalui masalah seberat ini.”
Ditya tidak suka dengan setiap kalimat maaf yang dilontarkan oleh Calista. Sebab, semua kejadian itu telah terjadi dan tidak seharusnya Calista terus-menerus meminta maaf.
“Iya, Ma. Nanti Ditya kasikan bekal ini sama Geya,” ujar Ditya seraya menerima kotak bekal berwarna biru muda dari tangan Calista.
“Kalau gitu, Ditya pamit dulu, ya, Ma,” pamit Ditya menyalami tangan wanita yang telah melahirkannya itu.
Wanita yang sampai kapanpun akan tetap menjadi seseorang yang Ditya hormati, terlepas dari bagaimana dan siapa wanita itu.
•••
Bel tanda istirahat berbunyi beberapa saat lalu, yang membawa Ditya—dan kotak bekal pemberian mamanya—berdiri di koridor kelas 10 Ipa 2 saat ini, kelas Geya. Namun, selama Ditya memperhatikan murid-murid yang keluar dari dalam ruangan kelas itu, Ditya sama sekali tidak melihat keberadaan Geya.
“Kak Ditya? Kakak ngapain ada di depan kelas Ipa 2?” tanya Flora terkejut dengan keberadaan Ditya di depan kelasnya.
“Kamu temannya Geya, bukan?” tanya Ditya balik, tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan gadis itu sebelumnya.
“Iya, Kak. Kakak cari Geya?”
Ditya mengangguk. “Geyanya ada?”
“Sayangnya, Geya hari ini enggak masuk, Kak. Enggak ada keterangan.”
Ucapan dari Flora membuat Ditya mengernyit. Jadi, hari ini Geya tidak masuk sekolah?
“Kalau boleh tahu, Kakak cari Geya untuk tujuan apa, ya, Kak? Mungkin, pas Geya masuk sekolah nanti, bisa aku kabari. Atau, nanti sepulang sekolah aku chat,” kata Flora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Fiksi RemajaBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...