Bagian 23

13 5 0
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

Setelah dua hari tidak masuk dan semalaman suntuk berperang dengan diri sendiri, hari ini Geya memutuskan untuk masuk sekolah. Lagi pula, tidak ada yang bisa gadis itu lakukan di kosan, selain berdiam diri, mengisi pikiran dengan segudang hal yang saling beradu di dalam sana.

Mengingat jarak kosan dengan sekolah yang tidak begitu jauh, Geya memilih untuk berjalan kaki, menghemat uang yang diberikan Ditya malam itu.

Entah lelaki itu mendapatkan informasi dari mana, yang jelas, Ditya memberikan Geya beberapa lembar uang ratusan yang setidaknya cukup untuk menghidupi kehidupannya selama beberapa hari kedepan.

Awalnya, Geya jelas menolak. Akan tetapi, sebuah kalimat dari Ditya membuat Geya berubah pikiran.

“Selain mempunyai energi, orang yang kabur dari rumah juga harus membawa sejumlah uang, Geya.”

Lelaki itu selalu saja punya trik untuk membuat Geya tidak bisa menolak. Dan, sialnya, Geya selaku kemakan dengan trik tersebut. Meski pada akhirnya, Geya jelas berhutang budi kepada Ditya. Tidak membiarkannya kelaparan atas aksi melarikan diri dari rumah.

Berjalan kaki di pagi hari seperti ini ternyata bukanlah opsi yang buruk. Sebab, Geya menikmati setiap langkah yang membawa gadis itu menggapai gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Membiarkan semilir angin menerbangkan rambutnya yang tidak terkuncir rapi, juga sebisa mungkin turut menerbangkan semua beban yang ada.

Geya baru menginjakkan kakinya di ambang pintu kelas saat suara Flora menyapa telinganya dengan penuh riang serta kehangatan.

“Geya! Akhirnya, kamu masuk sekolah juga. Aku kangen banget sama kamu. Kamu dari mana aja? Kamu sakit? Kenapa kamu bolos sekolah dua hari?”

Rasa pusing mendera kepala Geya ketika Flora menyerangnya secara bertubi-tubi, seolah tidak memberikan Geya kesempatan untuk mencerja dan menjawab satu per satu pertanyaan tersebut.

“Aku enggak pa-pa, Flo,” jawab Geya.

“Masa, sih? Tapi, enggak biasanya kamu bolos gini. Pas kemarin aku cariin ke rumah juga, kamu enggak ada. Kamu ke mana aja, sih?”

Geya mengernyitkan kening. “Kamu datang ke rumah aku?”

Flora mengangguk cepat. “Aku bahkan enggak datang sendiri. Ada Ayu, Shaga, dan juga Dean yang datengin kamu ke rumah. Tapi, enggak ada siapa-siapa di rumah kamu.”

“Kenapa kalian sampai repot-repot datang ke rumah aku, Flo?”

Helaan napas keluar dari Flora. “Ge, kami itu khawatir sama kamu. Makanya, kami datang ke rumah kamu.”

Mendengar kata "khawatir" yang disampaikan Flora, Geya merasa sedikit bersalah. Ketidakhadirannya selama dua hari ternyata berdampak bagi orang-orang di sekitarnya.

Tanpa gadis itu sadari, seutas senyum kecil mulai tampak, kala menyadari bila masih ada orang yang peduli terhadap dirinya.

“Sekarang, kamu taruh tas kamu. Kita ke kantin. Ada anak-anak tari yang lagi kumpul di sana. Mereka pasti senang pas dengar kamu udah masuk sekolah lagi,” cecar Flora.

Gadis itu melepaskan ransel dari bahu Geya, segera meletakkan ransel tersebut di atas mejanya. Lantas, menarik lengan Geya untuk pergi ke kantin. Sementara, sang empunya tangan hanya bisa pasrah mengikuti jejak Flora yang terkesan tergesa-gesa.

Dari kejauhan, Geya dapat melihat beberapa anak tari—seperti yang dikatakan oleh Flora—sedang berkumpul di kantin. Seperti tengah menunggu sesuatu, yang Geya sendiri tidak tahu apa itu.

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang