Bagian 28

11 4 0
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

“Kak Geya, nanti main ke sini lagi, ya. Kita main barbie bareng lagi!” seru Tania seraya melambaikan tangan kepada Geya yang kini telah berada di dalam mobil Ditya.

Setelah hampir 6 jam menghabiskan waktu bersama anak-anak di panti, Ditya mengajaknya pulang. Meski awalnya Geya menolak dengan alasan masih belum puas bermain bersama, namun akhirnya gadis itu menurut.

Saat mengucapkan salam perpisahan, ada banyak anak-anak panti yang berusaha menghalangi niatan mereka untuk pulang. Ada yang merengek, mengancam ingin menangis, bahkan ada pula yang justru menyuruh mereka untuk menginap saja.

Tak terkecuali Tania. Anak perempuan yang awalnya sedikit canggung dengan Geya kini tampak begitu lengket dengan gadis itu. Bahkan, Ditya yang biasanya diajak bermain saja dikacangkan.

“Iya, Tania. Nanti Kakak bakal datang ke sini lagi dan main sama kalian semua,” ujar Geya turut melambaikan tangannya. “Sampai jumpa, Anak-anak semua.”

“Dadahh, Kak Geya dan Kak Ditya.”

Setelah puas melambaikan tangan kepada anak-anak panti, Geya mengubah posisi duduknya menjadi bersandar pada sandaran mobil, dengan pandangan lurus ke depan, tidak lagi menoleh ke luar lewat jendela.

“Udah siap pulang?” tanya Ditya.

Geya melirik ke arah lelaki itu, lantas mengangguk kecil.

Tidak seperti saat perjalanan pergi tadi, di mana Geya banyak mengeluarkan kata, kini perjalanan pulang hanya dihiasi dengan keheningan. Ditya fokus dengan kegiatan menyetirnya, sementara Geya tampak damai memejamkan kedua mata. Kelelahan, mungkin.

Melihat Geya yang terpulas, Ditya sedikit menarik sudut lengkungan di wajahnya. Akan tetapi, menyadari Geya yang tampak kedinginan, tangan lelaki itu segera terangkat guna mengecilkan suhu pendingin mobil.

•••

“Geya, bangun. Kita udah sampai di kosan kamu,” bisik Ditya, selagi mencoba menggoyangkan tubuh gadis itu.

Merasa sedikit terusik, secara perlahan kedua bola mata Geya terbuka, menatap sayu wajah Ditya yang kini tampak dekat dengannya.

“Astaga, lo mau ngapain?!” pekik Geya lantas refleks mendorong Ditya kuat hingga lelaki itu nyaris terpentok pintu mobil. “Jangan macam-macam, ya, lo.”

“Siapa yang macam-macam, Geya? Saya hanya ingin bangunin kamu. Kita sudah sampai di kosan kamu,” jawab Ditya.

Geya menoleh ke samping kiri. Lewat jendela mobil yang tertutup kaca, Geya dapat melihat kosannya di sana.

“Oh. Kalau bangunin, ya, bangunin aja. Enggak usah modus deket-deket,” kata Geya. Gadis itu lantas meraih pintu dan membukanya.

Sebelah kaki Geya turun, menginjak aspal hitam, sementara itu, sebelah kakinya masih tertahan di mobil.

“Kenapa, Geya?”

Geya menggelengkan kepala. Tanpa menoleh sedikitpun kepada Ditya, gadis itu mencicit. “Makasih, ya.”

“Makasih?”

Geya menarik napasnya panjang. “Makasih karena udah ajak gue untuk nyicipin warna baru di hidup gue hari ini. Makasih ... karena setelah ngelihat anak-anak di sana, mendengar sedikit tentang kisah mereka, gue disadarkan bahwa ada banyak orang yang lebih enggak beruntung dibanding gue.”

“Enggak perlu makasih, Geya. Anggap saja, hari ini saya sedang meminta kamu menemani saya pergi ke panti,” balas Ditya.

“Makasih juga, karena lo udah baik banget sama gue. Meski gue udah banyak jahat sama lo,” sambung Geya segera.

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang