Selamat Membaca!
◀ ▶
"Baik, karena sudah melewati dari tenggat yang telah ditetapkan dan target yang ditentukan belum tercapai, maka dengan ini, klub tari resmi diberhentikan untuk sementara dalam waktu yang belum bisa ditentukan."
Rasa-rasanya, pendingin ruangan sudah bekerja semaksimal mungkin. Namun, faktanya hal tersebut masih tidak cukup untuk menginginkan setiap kepala yang ada di ruangan OSIS saat ini.
Semua pengurus inti OSIS dikumpulkan. Tak lupa, juga anggota klub tari dan ketua. Sebab, hari ini, tepatnya dua minggu sebelum hari ini, kesepakatan dibuat. Kesepakatan perihal anggota klub tari yang harus bertambah dari jumlah yang sebelumya. Namun, hingga hari ini, dua minggu setelahnya, kesepakatan tersebut masih belum tercapai sebagaimana mestinya.
"Dan, oleh sebab itu, maka ruangan latihan tari akan dialihkan menjadi ruangan klub merajut."
Setelahnya, bunyi ketukan palu terdengar menandakan bahwa hal yang telah disampaikan oleh Diego selaku ketua OSIS tersebut telah sah keberadaannya. Seiring dengan bunyi palu yang diketuk tiga kali tersebut, desahan kecewa mulai terlontar dari masing-masing anggota klub.
Wajah-wajah penyesalan dan kekecewaan menyelimuti semua anggota yang ada di sana. Penyesalan karena mereka tidak berjuang lebih keras dan maksimal untuk mempertahankan eksistensi klub dan kekecewaan karena mulai detik ini, mereka tidak lagi mempunyai tempat untuk beristirahat dari dunia sekolah yang melelahkan.
Termasuk, bagi Geya sendiri. Sebagai ketua klub, dia merasa sangat malu karena tidak bisa mempertahankan keutuhan klubnya. Sebagai ketua, dia gagal menepati semua komitmen yang dia buat di awal ketika terpilih menjadi ketua klub. Salah satunya adalah untuk senantiasa membawa perubahan yang lebih baik bagi klub. Gadis itu merasa gagal. Sangat gagal.
Di tempat duduknya, Geya mengerang frustrasi. Geya mencengkeram kedua sisi kepalanya dengan erat. Berusaha menghilangkan semua rasa sakit yang mendera di kepalanya.
"Arghh, aku gagal. Aku gagal!" teriaknya.
"Geya, tenang, Geya. Jangan kayak gini. Geya!"
"Aaaaa!"
Tubuh Geya nyaris terpental dari tempatnya sekarang. Gadis itu berusaha mengatur pernapasannya yang beradu cepat, tak seperti biasanya.
Setelah napasnya teratur, Geya lantas memandang ke sekitar ruangan. Dia ada di kamarnya. Bukan di ruang OSIS seperti apa yang tadi dia bayangkan.
Jadi, itu semua hanya mimpi? Klub tari yang resmi diberhentikan sementara itu hanya dalam mimpi?
Geya menghela napasnya lega. Gadis itu memundurkan tubuhnya, bersandar pada sandaran tempat tidur seraya memeluk boneka Doraemon miliknya.
"Cuma mimpi, kok, Geya," ujarnya menenangkan diri.
Sebetulnya, ini bukan kali pertama Geya bermimpi, terkhususnya mimpi buruk. Dia sudah pernah memimpikan hal-hal yang paling menyeramkan dari semua yang pernah ada. Dikejar zombie hingga dirinya sendiri berubah menjadi bentuk serupa, korban penculikan layaknya tengah berada di adegan-adegan film thriller, dan masih banyak mimpi buruk lainnya. Bahkan, Geya pernah memimpikan bagaimana dia mati dengan cara yang begitu tragis.
Tapi, di antara semua mimpi buruk yang ada, rasanya mimpi yang dia alami hari ini adalah yang terburuk.
Kenapa dia harus memimpikan mengenai klub tari? Apa ini adalah sebuah pertanda bahwa klub itu tidak bisa dipertahankan? Terlebih, ini masih awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Teen FictionBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...