Bagian 32

14 4 1
                                    

Selamat Membaca!

◀ ▶

“Takdir kita ternyata sama, Geya.”

Kalimat tersebut lolos begitu saja dari bibir Ditya. Sementara, beberapa detik setelahnya, Geya yang duduk di samping Ditya bereaksi.

“Maksud lo?”

Ditya mengangkat kepala, menatap ke dalam netra milik Geya. “Kita sama-sama enggak mengenal orangtua kita, Geya.”

Ditya dapat melihat bagaimana raut wajah Geya berubah. Kening gadis itu mengerut. Barangkali, pembahasan ini cukup berat untuknya.

“Ditya … gue enggak paham maksud lo. Udah, deh, to the point aja,” sela Geya.

Ditya menghela napas. To the point, ya?

“Saya bukan anak kandung Papa dan Mama saya, Geya.”

Sedetik … dua detik … tiga detik, Geya masih tidak bereaksi. Pada detik keempat, barulah gadis itu memahami maksud perkataan Ditya.

“Lo … enggak usah bercanda, Ditya. Lo habis minum bir apa gimana sampai mabuk kayak gini?”

“Saya enggak bercanda, Geya,” ujar Ditya. Lelaki itu merogoh selembar kertas dari saku hoodie miliknya, lantas menunjukkan kepada Geya yang kini menatapnya bingung. Namun, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Geya segera meraih kertas yang dilipat menjadi empat bagian tersebut dan membukanya. Membaca satu per satu tulisan yang tertera di sana.

“Surat perjanjian adopsi anak? Ini … lo dapat ini dari mana?” Geya membeo.

“Dari dokumen yang ada di rumah saya.”

Setelah mengantarkan Geya ke kosannya, Ditya langsung pulang ke rumah, memasuki ruangan khusus di rumah yang dijadikan sebagai ruang arsip dokumen. Segala dokumen penting milik Calista, juga Ditya akan disimpan di ruangan tersebut supaya tidak tercecer.

Sesuai dengan perkataan Ditya kepada Geya tadi, lelaki itu hendak mencari foto semasa kecilnya dengan sang mama. Seingat Ditya, Calista menyimpan foto tersebut di sebuah buku album di lemari jati sebelah kiri bawah. Jelas Ditya mengetahui hal tersebut. Sebab, Calista pernah menunjukkannya saat itu.

Namun, saat membongkar bagian lemari tersebut, Ditya tidak menemukan buku album di dalam sana. Ditya menutup kembali pintu lemari, kemudian duduk melantai di bawah. Ke mana perginya buku album tersebut?

Ditya beralih pada pintu sebelah, barangkali Calista sempat memindahkan buku tersebut ke lemari lainnya. Ditya melanjutkan pencarian ke rak plastik yang disusun tinggi dengan 4 bagian. Satu per satu bagian rak tersebut Ditya buka, hingga pada rak terakhir, album tersebut tetap tidak ditemukan.

Ditya nyaris membatalkan niatnya mencari buku album tersebut, mengingat suasana panas juga pengap karena terlalu lama berada di ruangan tanpa pendingin ruangan itu. Hanya ada ventilasi kecil yang terbuka. Itu pun masih tidak cukup untuk menyejukkan suasana di dalam.

Sebuah amplop berwarna cokelat yang terletak di sela-sela dokumen di rak terakhir menarik perhatian Ditya. Tangan lelaki itu terulur meraih amplop tersebut.

Ditya membolak-balikkan amplop tersebut. Tidak ada satu baris tulisan pun di sana. Rasa penasaran yang kian menguat membuat Ditya membuka amplop tersebut. Selembar surat dengan logo sebuah instansi di bagian header kertas. Di sebelah logo, tercantum nama instansi dengan huruf kapital yang ditebalkan.

Panti Asuhan Kasih Mutiara

Jauh Ditya menyelami isi surat tersebut, hingga lelaki itu berhenti di satu kalimat.

Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang