Selamat Membaca!
◀ ▶
“Lo enggak masuk sekolah hari ini?” tanya Geya seraya memasang dasi abu-abunya, ketika menyadari bahwa Ditya masih setia dengan kaus dan celana pendek yang dipakai dari semalam.
“Enggak. Saya masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri, Geya. Saya juga kebetulan enggak bawa seragam. Mungkin, nanti saya bakal beli seragam baru,” jawab Ditya.
Setelah Ditya meminta maaf kemarin malam karena telah mendiamkan Geya, hubungan keduanya perlahan membaik. Meski tak banyak kalimat yang dilontarkan oleh lelaki itu, namun Geya bisa menarik sebuah kesimpulan dari sorot mata Ditya. Kecewa.
Geya dapat melihat kekecewaan yang begitu besar terpancar dari kedua bola mata Ditya. Lelaki itu benar-benar hancur … dan barangkali berkali lipat dari kehancuran yang dirasakan oleh Geya.
Ternyata, semua laki-laki terkesan sama saja. Untuk urusan mengungkapkan perasaan kecewa, mereka begitu lemah dan tak berdaya.
Geya masih ingat, dulu semasa dirinya masih duduk di Sekolah Dasar, Geya mempunyai seorang teman laki-laki. Namanya Revo, persis seperti nama suatu kendaraan. Saat Revo dimarahi oleh guru akan kesalahan yang tidak dia perbuat, laki-laki itu hanya diam, tanpa mengeluarkan sebaris kalimat pun sepanjang hari. Dan, sekarang, saat Geya mengenal Ditya lebih baik, lelaki itu juga berlaku sama.
“Enggak pa-pa. Lo masih punya jatah untuk izin dua hari. Nanti kalau waktunya habis, tinggal perpanjang aja,” seloroh Geya yang membuat Ditya tertawa.
“Saya senang. Hubungan kita perlahan membaik. Dulu saat kamu belum tahu kebenarannya, jangankan untuk melempar candaan seperti ini, untuk ngomong saja kamu ketus," ucap Ditya tepat sasaran, membuat Geya sedikit tertohok.
Tapi, Geya tidak merasa sedikitpun tersinggung, mengingat apa yang dikatakan oleh Ditya adalah kebenarannya.
“Lo! Kalau ngomong suka bener, ya,” ucap Geya. “Kalau gitu, gue berangkat sekolah dulu. Titip kosan. Kalau ada barang gue yang hilang, lo adalah orang pertama yang bakal gue cari,” lanjutnya dengan nada mengancam.
“Masalahnya, enggak ada barang berharga yang bisa saya curi di sini, Geya.”
Geya menekuk kedua tangan di sebelah pinggang. Matanya menatap sinis kepada Ditya. “Kurang ajar. Lo pikir, laptop dan kawan-kawannya bukan barang berharga?”
“Tau, ah. Gue mau berangkat dulu, keburu telat nanti gara-gara kepancing sama omongan lo.”
Setelahnya—dengan sengaja—Geya menutup pintu dengan keras, membuat Ditya mengelus dadanya perlahan. Senyumnya perlahan mengembang melihat tingkah lucu dari Geya.
•••
“Yehei, akhirnya kita bisa latihan lagi. Demi celana Spongebob squarepants yang bentuknya kotak, Eike kangen banget latihan. Rasanya, udah tiga tahun kita enggak latihan!” seru Dean riang. Lelaki dengan seragam dikeluarkan itu langsung menyerbu masuk ke dalam ruang latihan ketika pintu baru saja dibuka, seperti orang yang tidak sabar mengantre sembako.
Yang membuat Geya dan teman-teman lainnya tertawa adalah kalimat Dean yang berbunyi "Demi celana Spongebob squarepants yang bentuknya kotak" yang entah sejak kapan berubah menjadi slogan khas lelaki itu.
Ketika ditanya dari mana munculnya slogan tersebut, Dean dengan antusias menjawab, “Itu adalah cara menunjukkan keterkejutan dengan slay!”
Sontak, seluruh anak-anak tari yang berkumpul pada saat itu tertawa terpingkal-pingkal. Meskipun kadang Dean terkesan menyebalkan dengan celotehan super panjangnya, namun ketika lelaki itu tidak ada, rasanya begitu sepi. Dunia seolah hendak kiamat, begitu kata Flora.
Hari ini, memang hari pertama di mana latihan mulai dilaksanakan lagi setelah klub tari kembali utuh. Terdapat sedikit perubahan pada jadwal latihan, mengingat penambahan anggota baru yang mengharuskan adanya penyesuaian jadwal.
“Ayo-ayo, kita mulai latihan. Eike udah semangat empat lima! Satu ... dua ... tiga,” ujar Dean seraya menggoyang-goyangkan tubuh.
Geya terkekeh kecil. “Semuanya kumpul dulu, ya. Ada yang pengen aku sampaikan,” tuturnya.
Sebelum memulai latihan pada hari ini, Geya terlebih dahulu menjelaskan beberapa hal terkait jadwal latihan. Anggota dipersilakan untuk izin apabila terdapat suatu halangan dalam mengikuti latihan. Mereka juga diperbolehkan membawa makanan dan minuman ke dalam ruangan, dengan catatan tetap memperhatikan kebersihan ruangan.
Ada pula tambahan lain berupa jadwal piket untuk membersihkan ruangan setiap dua minggu sekali. Jadwal piket dibagi menjadi 4 kelompok dan secara bergiliran membersihkan ruang latihan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
“Oke, jadi itu beberapa hal yang ingin aku sampaikan. Apa ada yang ingin bertanya? Mungkin, dari anggota yang baru bergabung. Karena, untuk peraturannya masih sama dari dulu.”
Geya meneliti satu per satu anggotanya, melihat apakah ada keraguan dalam sorotan mata mereka untuk bertanya. Namun, semuanya menggeleng dan menjawab bila mereka telah memahami semua peraturan tidak tertulis tersebut.
“Kayaknya udah aman semua, Ge,” ungkap Flora yang berdiri di sebelah Geya.
“Oke, karena udah enggak ada yang bertanya. Kita mulai latihannya sekarang, ya. Sebelum memulai latihan, kita akan melakukan pemanasan terlebih dahulu untuk meminimalisir cedera otot nantinya. Pemasaran hari ini akan dipimpin oleh Flora.” Geya menoleh kepada Flora, lalu mengedipkan mata. “Kepada Flora, aku persilakan untuk memimpin pemanasan.”
Flora yang tiba-tiba terpanggil menatap Geya cengo. “Ge, ini enggak ada briefing dulu?” tanyanya polos. Walau begitu, dia tetap menjalankan perintah dari Geya.
“Oke, semua. Ikutin aku, ya. Kita mulai pemanasan dulu.”
Setelah Flora memulai pemanasan, Geya lantas melangkah keluar ruangan. Gadis itu sedari tadi kebelet ingin ke toilet, namun tidak kesampaian karena Dean yang sudah tidak sabaran masuk ruangan. Alhasil, Geya mengalah dan membukakan pintu untuk semua anggota tari. Maka dari itu, untuk memimpin pemanasan tadi, Geya menyerahkan tugasnya kepada Flora.
Sebenarnya, itu bukan masalah besar mengingat Flora yang sudah berpengalaman. Gadis itu juga sudah pernah memimpin pemanasan. Hanya saja, mungkin karena permintaan Geya tadi terkesan mendadak dan tanpa persiapan, Flora terkejut.
Mengingat ruang latihan yang berada di ujung koridor, maka Geya dengan terpaksa berjalan cukup jauh ke ujung koridor lainnya. Sedikit melelahkan memang, tapi setidaknya tidak selelah saat dia berjalan naik turun tangga.
Selepas menyelesaikan hasratnya di toilet, Geya mencuci tangan di wastafel, kemudian gadis itu berjalan kembali ke ruang latihan. Namun, langkahnya terhenti ketika mendapati pintu kantor guru—yang biasanya selalu dalam keadaan tertutup—terbuka. Ruang latihan dan kantor guru memang berada di lantai yang sama, yakni sama-sama berada di lantai dasar alias lantai pertama gedung setinggi 4 tingkat tersebut.
Karena pintu yang terbuka, udara dingin dari pendingin yang ada di dalam ruangan tersebut menyeruak keluar hingga Geya bisa merasakan sensasinya.
Geya masih terpaku di dekat sana. Namun, saat gadis itu melihat siapa yang baru saja keluar dari ruangan berpintu kaca tersebut, Geya dengan segera melangkah maju.
Akan tetapi, langkahnya kembali terhenti saat sebuah suara melantunkan namanya, membuat Geya mau tak mau berbalik badan dan bertatapan langsung dengan orang tersebut.
Lagi.
◀ ▶
25 Januari 2023
1.032 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Fiksi RemajaBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...