Selamat Membaca!
◀ ▶
“Kalau Kak Ditya sudah cukup mewakili, buat apa dipilih ketua dari masing-masing klub? Untuk pajangan aja, Kak?”
Ditya mengusap wajahnya kasar. Kenapa Geya terkesan tidak sopan seperti itu? Terlebih, saat ini gadis itu tengah berbicara dengan Diego.
Padahal tadi, Ditya telah menegurnya untuk lebih sopan, namun sepertinya perkataan Ditya hanya masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan.
Ditya memilih untuk duduk di sofa lain yang sedikit berjarak dari Diego dan Geya. Membiarkan agar kedua manusia itu dapat berbincang lebih serius. Membicarakan perihal dispensasi yang kemudian diajukan oleh Diego sebagai bentuk kesepakatan bersama.
Ditya tahu bahwa Geya tidak akan rela begitu saja ketika klub tari kesayangannya akan diberhentikan sementara. Gadis itu tentu akan terus melayangkan protes hingga merasa bahwa hal tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya.
Benar-benar keras kepala.
“Kalau begitu, kamu boleh meninggalkan ruangan ini, Geya.”
Ditya segera mengangkat kepala. Menyadari bahwa Geya akan keluar dari ruangan itu, Ditya menghampiri Diego.
“Go, gue keluar sebentar,” ujarnya, lantas bergegas menahan pintu ruangan yang hampir tertutup, guna menyusul gadis yang baru keluar tadi.
Dengan mempercepat langkah, Ditya berhasil mencekal pergelangan tangan Geya, membuat Geya berhenti melangkah dan memutar tubuh terhadap Ditya.
“Geya, saya harap, kamu berhenti dari klub tari. Ini demi kebaikan kamu.”
Setelah kalimat itu terlontar, Ditya dapat melihat sebuah senyuman terbit di wajah Geya. Ditya tahu, itu bukan senyuman tulus, melainkan sebuah senyuman sinis yang diberikan gadis itu.
“Sayangnya, ini bukan urusan Anda ... Bapak Ditya Gevariel,” tukas Geya, menghempas tangan Ditya secara kasar dan berlalu begitu saja dari hadapan.
Seusai kepergian Geya, Ditya menghela napas. “Kapan kamu bisa berhenti melakukan hal yang enggak Papa kamu sukai, Geya?”
Ditya kembali masuk ke ruang OSIS, merasa tidak ada hal yang perlu dia lakukan lagi di sana, lelaki itu lantas berpamitan kepada Diego yang sekarang tengah fokus dengan laptop di hadapannya. Entah apa yang disibukkan oleh ketua OSIS itu.
Ditya sedikit merasa bersyukur dirinya tidak terpilih menjadi ketua saat itu. Jika tidak, maka mungkin dia akan menjadi sibuk seperti apa yang tampak pada Diego sekarang.
“Go, gue pulang duluan.”
Diego melirik Ditya sejenak. “Tumben? Biasanya juga lo setia kawan nemenin gue di sini,” seloroh Diego.
“Capek,” jawab Ditya singkat. “Gue duluan, ya.”
“Hati-hati, Bro. Bawa motornya jangan ngebut. Jangan ngelindes semut di jalan. Kasihan.”
Kalimat itu hanya masuk ke telinga Ditya, tanpa mendapatkan balasan. Terkadang, Ditya bertanya-tanya. Apakah seorang Diego memiliki kepribadian ganda? Pasalnya, lelaki itu bisa bersikap bijaksana sebagai seorang ketua, namun juga bersikap nyeleneh ketika tidak di hadapan anggota lain.
Entahlah. Mungkin, itu adalah cara Diego menyelamatkan mental yang selalu direcoki oleh banyak kesibukan.
•••
Motor Aerox dengan lis hijau neon milik Ditya berhenti tepat di depan sebuah rumah. Lelaki itu turun dari motor guna mendorong gerbang, memberikan ruang agar motornya bisa masuk ke dalam. Setelah memarkirkan motornya di pekarangan, Ditya kembali menutup gerbang, namun tidak rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya, Ditya, dan Rahasia Semesta [ Completed ✔ ]
Teen FictionBlurb : Di tengah ancaman klub tari yang akan diberhentikan sementara, Geya Gistara sebagai ketua klub berusaha mempertahankan eksistensi klub tersebut. Meski Geya tahu bahwa seberusaha apa pun dia mempertahankan klub, akan ada dua orang yang selalu...