Setengah Windu

1.1K 177 258
                                    

Empat tahun.

Empat tahun Alan tidak menghirup udara di langit Indonesia. Empat tahun pula ia tidak melangkahkan kakinya di tanah tempat ia lahir dan tumbuh.

Tapi ternyata tidak banyak yang berubah, menurut Alan Indonesia punya kisahnya sendiri yang selalu memorable baginya.

"Selamat pagi Mas Alan, bagaimana penerbangan anda?" Tanya seseorang yang menyambut Alan pertamakali

Alan mengerdikkan bahu "Ya gitu"

Karena sudah hafal dengan perangai Alan, salah satu asistennya itu hanya tersenyum "Ada tempat yang ingin Mas Alan kunjungi sebelum kembali ke rumah?"

"Saya hari ini pergi sama temen saya, bapak libur aja" ucap Alan sambil menepuk dua bahu asistennya itu "Terimakasih sebelumnya."

Setelahnya Alan langsung pergi dari tengah-tengah lima asistennya dan melangkah menuju seseorang yang sudah menantinya sejak tadi.

"Lama lu" Ucap Axel yang sudah pegal berdiri

Alan tertawa pelan "Ya sorry, biasa lah... Hidup gue kan ribet"

Axel menghela nafas "Ya udah lah ya... Jadi pergi kan?"

Alan mengangguk, kemudian hanya menurut ketika Axel membawanya masuk ke mobilnya. Alan sih tidak terkejut dengan mobil ini karena ia tau bahwa karir Axel sedang berada di puncaknya.

Tapi jujur saja, mobil ini memang mobil berjuta kebucinan. Isi lacinya aja kebanyakan barang-barang Rindu

"Minimal diberesin dulu ga sih?" Tanya Alan saat melihat bagian tengah mobil yang sangat berantakan dan Alan juga bisa menebak apa saja yang terjadi di sana.

Film bokep manapun juga kalah sih kayaknya.

"Males" Axel menjawab seadanya

"Jadi lo tinggal sama dia sekarang?"

Axel mengangguk "Berhubung kita cuma punya satu sama lain, ya ngapain harus pisah ga sih?"

"Ditawarin rumah sama bokap gua ga mau" Alan langsung julid

"Ya lagian dia bilang itu sebenernya rumah lu, masa iya gue mau tinggal di sana?" Axel mendecak sebal "But honestly, rumahnya bagus sih... Banget."

"Ambil aja elah"

"Ck. Ga ah." Axel menggeleng "Gue mau punya rumah sendiri yang bener-bener pake duit gue sendiri"

Alan mengangguk-anggukkan kepalanya "Boleh, tapi nanti furniture nya dari gue ya?"

Setelahnya mereka tertawa karena merasa bahwa obrolan mereka saat ini sudah sangat berubah dari saat mereka kuliah dulu.

Tetapi tawa Alan perlahan memudar ketika sekelibat bayangan tentang seseorang hadir di kepalanya.

"... Dia gimana kabarnya?"

Axel sudah menduga cepat atau lambat pertanyaan ini akan datang

"She's fine" Axel mengangguk "Lagi nyari kerja kayaknya"

"Nyari kerja?" Alan mengerutkan dahi "Kenapa ga langsung kerja di kantor papanya aja?"

Axel mengangkat bahu tak tau "Gue cuma denger dari Rindu, dia yang masih sering kontakan sama Aretha. Cuma setau gue sih dia mau ngelamar jadi sekretaris gitu?"

Alan terdiam sejenak, kemudian langsung membuka ponselnya cepat-cepat. Ia melihat dokumen yang dikirim papanya hari ini.

Dan saat itu pula jantung Alan terpacu lebih cepat.

"... Kita ke kantor papa sekarang."

"Hah? Lah katanya mau beli seblak?" Axel menggerutu

"Ini lebih penting dari seblak! Cepetan puter balik!" Alan menepuk-nepuk lengan Axel.

7 Warna 1 Asa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang