👑👑👑
"Kagak bisa neng, udah segitu harganya. Cek deh toko sebelah!" Catur nampak tidak puas akan jawaban pegawai toko kelontong di depannya.
"Naik mulu ih. Koko mana?" Tanya catur lagi masih memainkan buliran kacang hijau di depannya.
"Ntuh, di depan lagi sama temennya." Mata Catur menangkap keberadaan yang ia cari namun pemandangan ia sedang ditatap intens membuatnya beralih dari pos kamling di depan toko dan berbicara kembali ke pegawai di depannya.
Gue salah apa anjir ngapa ngeliatnya begitu banget.
"Ya udah, bungkus deh sekilo. Gula merahnya setengah terus santan yang ukuran 300 ml."
"Nah. Gitu dong, Neng. Tunggu aja di kasir ntar diambilin." Catur pun berjalan sambil masih mencuri-curi pandang melihat seseorang yang ia kenal di depan toko.
"Semua 18.000, Neng." Setelah selesai membayar Catur berjalan keluar sambil menenteng belanjaannya, kini yang ia lihat masih menatapnya
Pria tinggi itu terlihat lebih galak dari kemarin-kemarin. Entah Catur memang selalu salah di mata Pria ini atau mungkin memang pria ini tidak memiliki ekspresi lain selain wajah dingin.
"Ron! Gue balik." Pamitnya.
Yang masih berargumentasi dengan seorang SPG berambut coklat itu tak menatap balik dan hanya melambaikan tangannya tanda mendengar.
Tanpa menyapa ataupun berbasa-basi Dwi langsung berjalan berdampingan dengan Catur.
Yang gadis pun memepet sedikit ke tembok jalanan sambil masih menenteng belanjaan di tangan kanannya.
"Habis belanja?" Tanya Catur ketika melihat kresek berwarna senada dengan miliknya namun ukurannya lebih besar dan penuh.
"Hmmm." Selalu seperti itu, apa sesulit itu berbicara dan membuka mulut.
"Lo belum makan siang, kan?"
"Kenapa?"
"Iya, soalnya ikan di rumah masih ada. Gue udah makan satu. Berarti lu belum makan karena masih utuh. Nasi juga ga berkurang."
"Mba Catur. Maaf jika kata-kata saya akan menyinggung Mba. Tapi kita sedang tidak main rumah-rumahan. Saya tidak butuh perhatian anda."
Peringatan di awal itu sungguh sia-sia, karena nyatanya kata-kata yang keluar dari mulut Dwi bukan hanya menyinggung tapi juga menyakiti perasaan Catur.
Dada gadis itu nyatanya begitu nyeri dan seperti ada beban di tenggorokannya yang membuat dia kini berusaha mati-matian menahan sesuatu yang akan keluar dari pelupuk matanya.
Dia berhenti dan memegang dinding pagar jalanan sambil mencoba menetralkan kondisinya yang tentu saja tidak baik-baik saja.
Tengah mengatur nafas tiba-tiba yang tadi berjalan duluan datang kembali mengambil tempat di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
24.3 Jenselle AU
FanficCatur ditipu saat menyewa sebuah rumah dengan harga murah. Dia tidak bisa keluar dari sana karena beberapa alasan. Sementara Dwi, sang pemilik asli rumah tersebut berusaha hidup tenang di kediamannya setelah 6 bulan lebih di atas laut. Catur Rahayu...