31. Kafarat 🌙

831 112 65
                                    

🌙🌙🌙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌙🌙🌙

Aden yang diusir dengan cara seperti itu tentu saja masih merasa gedek. Apalagi Dia tidak tenang jika tidak dapat mengungkapkan alasan dari kandasnya hubungan mereka.  Dia juga ingin Catur mengakui jika memang mantan pacarnya itu menikah atas dasar paksaan seperti yang ia dengar dari Yuni. 

Kemarin keduanya bertemu saat perempuan itu mengunjungi Prima untuk memberikan hadiah baby shower yang tidak bisa perempuan itu hadiri karena harus melakukan serangkaian ibadah Paskah.

"Kapan Lo nyusul!" Tanya Aden mencoba akrab karena Yuni sepertinya masih memusuhinya. Perempuan itu tau cerita lengkap antara Aden dan Catur, berbeda dengan Prima yang memang tidak tau menahu soal keduanya.

"Nyusul siapa? Elo?" Muka tak bersahabat Yuni mengintimidasi karena Prima masuk sebentar untuk meladeni panggilan Ibu mertuanya.

"Udahlah, Yun. Gue sama Catur udah ga ada masalah, kemarin aja gue teguran sama dia waktu belanja."

"Itu bukan alasan gue bisa ramah sama orang kek Lo." Yuni memilih untuk mengabaikan yang duduk di depannya dengan mengaktifkan layar gawai di tangan. 

"Ya udah, ga usah nyusul gue. Paling ga nyusul Prima atau Catur, lah. Udah umur segini juga." Entah kini Aden basa-basi atau memang mencari musuh. Cukup jelek sosok ini dimata Yuni karena kasus Catur, tetapi menghadapi manusia ini secara langsung ternyata juga menguji kesabarannya.

"Ga perlu, kalo dengan nyusul Prima dapat laki-laki kayak Lo." Yuni mengedarkan pandangannya dari ujung kepala hingga kaki Aden. "Gue skip." Tambah perempuan itu berusaha tenang.

"Nyusul Catur pun dia nikahnya juga terpaksa jadi ga ada yang perlu gue susulin." Perempuan itu sudah berdiri dari duduknya saat melihat Prima kembali sambil membawa botol minuman kemasan untuk disuguhkan.

"Gue balik yah." Wajahnya berbeda 180 derajat dari sebelumnya.

"Buru-buru banget, Yun." Tanya prima menanggapi senyuman manis Yuni.

"Gue mau ke Cafe ini, Catur bentar lagi mau kuliah, musti ganti shift. Gue duluan ya." Setelah berpamitan dengan Prima, Yuni langsung pergi dari sana tanpa melihat ke Aden lagi.

Itulah mengapa Aden sampai mendatangi Catur, untuk tau kebenaran dari penuturan Yuni yang sebenarnya juga terpengaruh emosi. Aden tau dia salah ketika hilang tanpa kabar saat Catur butuh bahu untuk bersandar saat ibunya sakit, tapi hubungan mereka memang tidak boleh dipertahankan karena suatu alasan dan Catur harus mendengarkan dengan kepala dingin dan hati yang tenang.

Panggil Lah pria ini gila! 

Karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan saat di cafe tadi, dirinya pun memutuskan untuk bertanya langsung ke suami Catur, siapa lagi kalau bukan Dwi. 

Jari tangan pria berkulit eksotis itu sudah menekan bell rumah yang sepertinya dalam masa pembangunan namun kini sepi. 

"Iya? Siapa?" Kening Aden berkerut saat mendapati suara perempuan keluar dari bell tersebut.

24.3 Jenselle AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang