7. Rumah singgah

1K 144 47
                                        

CATUR menatap barisan pohon yang ditanam rapi di sepanjang jalan menuju pinggir kota. Biasanya dia akan melewati jalan ini jika akan ke pemakaman ibunnya, melewati rentetan pemandangan lembah yang diujungnya dibatasi laut biru. 

Laut, sudah lama sekali Catur tidak ke area pinggiran kota seperti ini. 

Apa ia bisa singgah ke makam Ibunya?

Atau memang Dwi akan ke makam juga?

Sayangnya tidak. Dwi mengambil jalan ke kanan setelah lampu merah dan bukannya lurus. Artinya Catur tidak bisa berharap untuk meminta Pria itu singgah ke sana. 

Roda mobil terus berputar laju membelah jalanan lurus hingga sampai ke dekat sebuah pemukiman di atas air.

Catur mengira mereka sudah sampai namun nyatanya Pria itu terus melajukan mobil hingga melewati pelabuhan besar dan masuk ke pelosok hingga menemukan sebuah rumah sederhana dengan banyak anak yang diantara mereka ada pula sosok berseragam putih seperti perawat. 

Mobil berhenti di bawah pohon. Dwi keluar kemudian membuka bagasi belakang mobil diikuti oleh Catur. Pria itu membawa sebuah kontainer ukuran besar dengan penutup berwarna pink. 

Sungguh tidak cocok dengan wajah dingin nan sangarnya.

"Lu iyain apapun kata gue. Oke?" Perintah itu langsung disetujui oleh Catur dengan anggukan. 

Mereka berjalan menuju anak-anak yang kini duduk dibawah pohon sambil mendengarkan cerita dari seseorang dengan seragam suster.

"Kimi, lihat itu siapa yang datang?" Bisik seseorang di samping seorang gadis muda dengan rambut pendek. 

Setelah menoleh dan mengenali sosok tinggi besar itu, Kimi pun bangkit dan meninggalkan sesi dongeng sore-nya kemudian menghambur memeluk sosok yang ia rindukan. 

"Paman!" Teriak Kimi membuat Dwi meletakkan kembali kontainer itu ke tanah dan menyambut pelukan gadis itu.

"Kimiiiii!" Wajah dingin dan sombong khas pria itu tiba-tiba berubah hangat dan seperti bukan Dwi yang selama ini Catur kenal.

Pelukan panjang mereka itu bahkan seperti tidak ada akhirnya karena beberapa kali Dwi mengayunkan tubuh Kimi ke kiri dan kanan. 

"Kimi kangen banget! Kenapa lama sekali ninggalin kimi?" Keluh gadis muda itu setelah Dwi menurunkannya.

Tubuh yang berlutut untuk menyamakan tinggi badannya itu kini tersenyum hingga matanya membentuk garis lengkung.

"Paman kan kerja. Pulangnya juga ga bisa sembarangan. Emang mau Paman loncat dari kapal buat nemuin Kimi di sini?". Candaan itu membuat siapa saja bisa merasakan betapa sayangnya Dwi kepada Kimi.

"Hehehehe. Yah, jangan dong. Paman hari ini mau bawa Kimi kemana?" Gadis kecil itu penasaran dan menggandeng Pamannya untuk duduk di kursi taman yang tak jauh dari mereka.

"Untuk sekarang waktunya ga tepat, Paman bisa kalo besok. Gimana?" 

"Yaaaah, tapi ga apa deh. Besok janji, yah?"

"Iyaaaa."

Catur ikut tersenyum melihat wajah hangat Dwi yang sepertinya hanya bisa ia lihat setelah berada di tempat ini. 

"Paman? Itu siapa?" Tanya Kimi saat sadar sosok perempuan itu menatap terus menerus dirinya dan Pamannya. 

"Oh kenalin, itu Bibi Catur." Setelah mengatakan itu Dwi berdiri dan menggandeng tangan Catur untuk mendekat pada Kimi yang masih duduk di kursi berbahan besi itu. 

"Bibi Catur?" Tanya Kimi dengan wajah heran. Seingat gadis remaja itu, dia tidak memiliki kerabat seperti Catur.

Dilihat dengan tatapan aneh seperti itu, membuat Catur sadar wajah Dwi begitu mirip dengan gadis ini ketika mengeluarkan ekspresi curiga. 

24.3 Jenselle AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang