👑👑👑
Sementara Catur dan Kimi di dapur, Anan dan Dwi bercerita di ruang tamu.
"Makannya itu ini kamar gue bagi dua apa bikin kamar di atas aja?"
Dwi baru ingat kalau setelah lebaran Kimi akan bergabung dengan dirinya. Jika ia sedang layar, itu tak masalah karena Catur dan Kimi bisa berbagi kamar.
Namun melihat kondisinya seperti ini ada baiknya pembuatan kamar Kimi bisa dipercepat.
"Menurut gue bakal berantakan banget kalo kamar lu dibagi dua. Mending di atas aja bikin dua sampai tiga kamar sekalian." Anan memberikan saran yang sebenarnya sudah pernah Dwi pikirkan saat pindah ke rumah ini.
Saat itu rumah ini merupakan aset keluarga Dwi yang sering disewakan pertahun kepada keluarga dengan sedikit anggota.
Sepeninggalan orang tua Dwi, pria yang tengah menempuh pendidikan itu tidak tahu menahu kemana semua harta benda yang ditinggalkan orang tuanya kepada mereka.
Yang ia tahu Reka sudah jarang menghubungi dirinya.
Tepat setelah kelulusan sekolah tinggi kedinasannya, ia baru tau jika rumah keluarganya sudah dijual tanpa sepengetahuannya dan Kimi sudah tidak tinggal di sana lagi karena pindah ke rumah singgah.
Bukan lagi sakit hati karena merasa ditipu, sepertinya kepercayaannya pun ikut remuk bersama dengan ikatan persaudaraan kandung yang selama ini menghubungkan mereka.
Untungnya notaris keluarga mereka telah membalikkan nama rumah ini untuk Dwi setelah dia berumur 22 atas permintaan Ibu mereka sebelum berpulang karena kecelakaan crane di tanah suci.
Baru satu tahun ia menempuh pendidikan saat itu, namun kedua orangtuanya meninggal saat melaksanakan penyempurna rukun Islam ke-5.
Yah begitulah kehidupan, titik dimana manusia diuji terus menerus sebelum mendapatkan hasilnya di akhirat nanti.
Banyak kerabatnya mengatakan jika memang itu sudah jalannya, tapi mengapa mereka diam saja saat Kimi ditinggalkan di rumah singgah tanpa sepengetahuan Dwi?
Apa karena status Kimi?
Dari situ sosok Dwi yang hangat dan ramah berangsur-angsur berubah. Dwi yang selalu tersenyum dalam keadaan apapun sudah pergi entah kemana, meninggalkan Dwi yang selalu awas pada apapun termasuk sosok Catur yang belum lama ini hadir di kehidupannya.
Jadi jangan heran, mengapa Dwi bersikap begitu keras pada Catur di awal-awal pertemuan mereka.
Bukannya dia tidak punya nurani atas apa yang menimpa Catur, hanya saja kepercayaan pada ikatan sejak lahir saja telah hancur apalagi kepercayaan pada individu yang baru masuk ke dalam kehidupannya.
"Gue ada kenal mandor borongan yang kemarin bikin rumah kontrakan bokap di daerah Mulawarman itu." Anan yang tadi tengah sibuk dengan gawai itu membuyarkan lamunan Dwi yang sebelumnya larut dalam pikirannya sendiri.
"Hmm?"
"Kerjanya cepet kok, mandornya juga masih muda. Lu ga bakal sungkan kalo minta ini itu." Tambahnya setelah Dwi mengangguk paham atas apa yang ia katakan.
"Terus rumah ini perlu bongkar atap apa ga kalo mulai dikerjain?" Tunjuk Dwi pada langit-langit rumahnya.
Akan sangat merepotkan jika mereka harus mengungsi dengan keadaan tangannya yang seperti ini, apalagi di bulan puasa.
"Kenya ga deh. Kan Uda ada base beton tuh. Tinggal lanjutin aja." Anan melipat tangan dada sambil bersandar di kursi goyang rumah ini.
Tin tung
Pesan lainnya masuk ke gawai Anan.
"Mereka juga bisa kok selesaiin sebelum lebaran." Perkataan Anan membuat Dwi mengangkat alisnya tak percaya.
"Beneran?"
"Iyalah. Ini gue tanya katanya lagi kosong puasa ini." Tunjuk Anan pada gawainya yang memang masih aktif berkirim pesan.
"Besok ketemu mandornya bisa ga, nan?" Tanya Dwi lagi setelah memeriksa sesuatu di ponselnya.
"Boleh deh. Asal jan siang-siang yah. Panas." Kini wajahnya di buat meyakinkan jika dia tidak suka panas-panas an.
Bagaimana Dwi bisa percaya, dia sendiri berprofesi sebagai rider online. Apa pantas mengeluhkan panas?
Apalagi tadi baru saja menjemput Kimi menggunakan motor ke pinggiran kota.
Dwi pun mulai mempertanyakan hal yang sebenarnya cukup kekanakan di usia mereka ini.
"Emang lu puasa?"
"Dih gue udah insaf ya, gue mau puasa full tahun ini." Anan menepuk dadanya sendiri kemudian menyatukan kedua tangannya untuk memberikan salam.
"Ga mampir warteg lagi?" Pancing Dwi dengan senyuman layaknya setan menggoda anak adam.
"Astaghfirullah, Akhi! Jangan dipancing. Elu jaman SMA bukannya sering ngajak Padang yah kalo puasa?" Kini Anan ingat bagaimana sesatnya mereka saat itu, apalagi berteman dengan Aron yang memang tidak puasa.
"Aron tuh bukan gue." Mereka waktu itu kedapatan minum Jasjus Oren di ruang band, malah diajak makan Padang sekalian karena dikira memang ga puasa.
"Dia mah wajar, kalo makan. Nah kita?" Pertanyaan yang berupa pernyataan itu kembali membuat mereka bernostalgia.
"Inget ga lu waktu Imlek kelas 2. Gue sempat nyobain Cha Shu mamanya." Tutur Dwi sambil memperagakan menyumpitkan makanan dengan tangan kiri ke mulutnya.
"Eh iya, lu sempat telan ga?" Anan yang juga antusias akan kenangan itu bertanya lagi karena kebetulan ia lupa cerita lengkapnya.
"Kagak keburu Cece-nya teriakin gue."
"Kek gimana?" Anan malah kini minta diperagakan.
"YA ALLOH, DWI! ITU BABY!"
"Wkwkwk! Tulul!"
👑👑👑
20230220
KAMU SEDANG MEMBACA
24.3 Jenselle AU
Fiksi PenggemarCatur ditipu saat menyewa sebuah rumah dengan harga murah. Dia tidak bisa keluar dari sana karena beberapa alasan. Sementara Dwi, sang pemilik asli rumah tersebut berusaha hidup tenang di kediamannya setelah 6 bulan lebih di atas laut. Catur Rahayu...