Berbekal perlengkapan panahan dan pedang di saku dan belakang punggung mereka berdua, setelah menyelesaikan sarapan dengan keluarga baik Alden maupun Ryder langsung memacu kuda untuk latihan berburu di dalam hutan. Sudah menjadi rutinitas bagi mereka kalau ada waktu senggang berburu untuk membagikan hasil olahannya kepada warga yang kurang berkecukupan.
"Rusa," lirih Ryder ketika melihat seekor rusa betina yang bersembunyi di balik pohon yang cukup lebar diameternya. Seolah mengetahui maksud pemikiran dua insan itu, rusa tersebut langsung kabur menjauh.
Alden tanpa berpikir panjang kembali memacu kudanya kencang mengikuti arah jejak hewan berkaki empat itu disusul oleh Ryder di sampingnya. Setelah merasa stabil duduk di atas kuda yang sedang berlari kencang, Alden memposisikan tubuh bagian atasnya dengan tegap, tangannya mengambil anak panah dari belakang punggungnya, meletakkannya di busur.
Hal yang sama dilakukan oleh Ryder kemudian ketika melihat kancil yang berada tak jauh dari mereka dengan arah yang berlawanan dari perginya rusa. Bagaikan telah berdiskusi sebelumnya, Alden mengejar rusa betina sedangkan Ryder langsung mengejar kancil yang belum menyadari keberadaannya.
Keduanya langsung melepaskan anak panah dari busur dan tepat mengenai sasaran.
Rusa dan kancil langsung tumbang dan mengeluarkan suara khas mereka. Dalam posisi lemas mereka, Alden dan Ryder turun dan mengamankan buruan mereka.
"Saya akan ke Forbidden Royale setelah ini, Anda silakan menuju istana dan meminta untuk diolah kancil tersebut," ucap sang pangeran dengan rusa di tangannya.
"Baik, Tuan Muda."
Ryder tentu tahu maksud perkataan Alden yang sebenarnya akan mengunjungi Arryn. Langit sudah mulai terang dengan mentari yang seolah tak kapok ingin membagi cahayanya kepada dunia.
Sekaligus, olahan makanan ini akan dibagikan kepada warga yang tidak berkecukupan.
Elysium mungkin terlihat sejahtera sebagian besarnya, terhitung maju dibandingkan seluruh negara yang berdiri di Astrov. Namun, tetap saja, beberapa penduduk berada di bawah garis berkecukupan. Ini yang membuat Raja Edmund dan orang-orangnya mengerahkan aksi mereka untuk menyamaratakan status finansial penduduk.
Raja Edmund berpikir untuk mendata semua warga dan akan meminta mereka yang tidak berkecukupan menjadi anak pasukan kerajaan, dilatih dan diberi upah yang layak untuk mengangkat derajat.
"Saya akan pulang nanti malam, saya berniat untuk pergi ke Middlebrough sebelum pulang," sambung Pangeran Alden dengan tenang menyimpan buruannya di belakang sang kuda.
"Kamu ingin melihat situasi di Eleydiff, Alden?" Ryder juga melakukan hal yang sama. Karena, langit mulai menaik ke atas menunjukkan bahwa jam makan siang akan dimulai beberapa jam lagi.
Putra Mahkota itu mengangguk membenarkan, "Raja mengatakan akan ada sumber bahan pangan yang masuk ke Elysium sore nanti dari Athana. Saya akan memantau kegiatan di sana."
"Baik, Alden."Forbidden Royale, Elysium
09:16 pm
Louis menata piring bersih yang telah dicuci di atas tempat pengering sebelum diletakkan kembali di dalam lemari dapur. Dia sudah menyelesaikan makan malamnya dengan daging rusa yang dibakar di atas bakaran api arang dan sayuran dari wortel yang dimasak.
Daging rusa yang merupakan hasil pemberian Darius tadi siang yang masih menyisakan untuk makan malamnya dan besok pagi sebagai sarapan.
Sosok yang lebih tua darinya itu hanya mampir sebentar untuk memberikan buruannya. Lalu, pamit untuk pulang menyelesaikan tugas wajibnya. Louis memahami sibuknya Darius itu.
"Ayah, Ibu, apakah aku bisa membalas dendam kepada mereka?" lirihnya ketika bersandar di ambang jendela yang terbuka, tanpa peduli dengan bintik-bintik air yang jatuh membasahi wajahnya.
Langit sedang sedih ternyata malam ini.
Membicarakan tentang hujan, Louis tanpa menyadari dirinya sendiri kembali termenung dengan satu topik yang sama dipikirinnya dari semalam.
Sejak saat Darius menawarkannya.
"Anda mau kalau saya ajak pergi ke ibukota Elysium yang sekarang?"
Satu pertanyaan itu masih belum bisa terjawab olehnya, hingga saat itu dia hanya bisa membungkam bisu.
Satu sisi hatinya, dia ingin pergi, rasa penasarannya mendukungnya untuk mengatakan persetujuan dari ajakan putra mahkota tersebut. Ingin mengetahui seperti apa Elysium sekarang ini.
Namun, satu sisi hatinya yang lagi enggan untuk pergi. Sudah belasan tahun lamanya, dia hidup dengan sendirian hingga sampai dia sekarang ini. Takut melihat orang lain dan menjauh dari mereka semua. Sekaligus, takut bahwa dia akan menjadi sasaran warga Elysium untuk hal kelam tersebut.
"Darius ...," bisiknya lagi kepada angin malam dan guyuran hujan di tanah kelahirannya.
Tangannya terbuka lebar, menengadah, ingin merasakan tetesan air tersebut jatuh membasahi telapak tangannya. Bukan hanya sekedar bajunya yang mulai kebasahan.
"Kenapa kamu menanyakannya padaku?"Hujan tadi malam membekas menimbulkan jejak tetesan air di dedaunan yang hijau, masih tercium lekat bekas air hujan yang membasahi tanah disekitar kerajaan membuat Louis teringat kembali dengan 26 tahun yang lalu.
Saat itu masih hujan, hanya rintik yang membasahi.
Louis yang masih kecil tidak tahu apa yang terjadi ketika di luar kerajaan terdengar banyak suara lolongan ketakutan dan teriakan meminta bala bantuan.
Ketika dia diam-diam keluar dari lantai yang tersembunyi, dia mencium bau yang sama seperti sekarang dan melihat banyak tumpahan bekas darah dan lebih parahnya semuanya terbakar habis.
Termasuk foto keluarga bertiga mereka.
Maka dari itu sampai sekarang, Louis hanya bisa mengenang mereka dari ingatannya yang masih kecil. Namun, sudah mampu merekam apapun yang dilihatnya.
"Arryn, Anda ada di dapur?"
Suara yang membuat keributan belakangan ini di kedamaiannya membuat Louis kembali ditarik di masa sekarang. Belum juga dia menjawab, dia sudah mendapatkan wajah tampan dengan sisi dagu yang tajam membuatnya menawan dalam pakaian kerajaan warna biru dan putih itu.
"Anda sedang membuat sarapan?" tanya Darius yang menjadi tamu pagi harinya dengan basa-basi dan menjejaki area dapur tersebut.
"Kamu sudah sarapan?" tanyanya yang mendapatkan jawaban anggukan kepala.
"Setelah Anda sarapan, saya ingin mengajak Anda berjalan ke sungai dekat sini. Saya melihat bahwa arus sungainya sangat tenang hari ini, saya ingin menunjukkannya pada Anda," ucap Darius dengan intonasi yang menyembunyikan jiwa semangatnya.
"Kenapa kamu bisa mengetahuinya?"
Darius atau Pangeran Alden hanya menjawab, "Saya menyinggah di sana sebelum kemari."
Louis akhirnya paham, "Baiklah. Setelah aku sarapan, kita ke sana."
Meskipun, sebenarnya arus sungai tenang sudah menjadi makanan matanya sehari-hari. Mendengar ajakan seseorang terlebih lagi itu adalah Darius menciptakan suasana baru.
"Darius, kenapa kamu mengajakku untuk ke Vie de Vereilles?" tanya Louis yang sedang menata sarapannya di atas piring bersih.
Alden hanya tersenyum tipis, mendekat kearah pemilik istana itu.
"Karena saya senang melihat Anda sekaligus saya senang ketika Arryn bisa merasakan kebahagiaan."
Ya, hanya satu kalimat tersebut.
Namun, Louis atau Arryn langsung tersenyum ketika mendengar ucapan tulus itu. Sudah lama dia tidak merasakannya dan kali ini Darius menawarkan sesuatu yang telah lama hilang dari hidupnya.
Louis belum bisa menjawab pasti, "Aku akan memikirkannya. Kemari, aku sudah ingin sarapan."
"Lalu, kita akan ke sungai yang kamu maksud."
Louis tanpa disadarinya, tersenyum mengembang di depan Darius yang duduk berhadapan dengannya.To Be Continued
Hello! How are you?
Merasa baikan?
Hehe, Rain jadi kecanduan sama lagu Halazia. Who again?
Anyway, see you next week!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.0] ✔️ Last Soulmate | JoongHwa
Fanfic« LAST SOULMATE #1 STORY » Sang Makhota Pangeran mengalami jatuh cinta. Ini pertama kalinya dan itu dengan sosok yang arogan dan bertingkah kasar. "Alden, waktumu akan habis, bukan? Kamu tidak akan lahir kembali ke dunia ini lagi bukan? Apa tidak...