"Lo berdiri ditengah jalan deh, terus renungkan semuanya. Kalo lo udah gak punya alasan lagi buat hidup, yaudah lo biarin nanti tronton nabrak lo. Tapi kalo lo punya alasan hidup meskipun cuma 0,1%, lo lari,"
Jongho ketawa, lagi-lagi dia ngeluarin asap rokok dari mulutnya. "Gue yakin udah gak ada lagi alesan hidup, udah muak banget. Lo yakin bakal kuat liat jasad gue ntar?"
Perempuan itu, Yeji, menaikan kedua alisnya. "Bukan apa-apa buat gue, gue bukan perasa. Sana lakuin," Katanya.
Yeji itu rival balapannya Jongho di Batam, tapi diluar itu mereka udah sahabatan cukup lama. Jongho sempet ceritain problemnya lewat telfon ke Yeji. Sebagai sahabat yang solid, Yeji pun dateng ke Jakarta besoknya dan nemenin Jongho selama Jongho gak pulang.
Jongho yakin, hatinya udah mati, dia benci semuanya. Mikirin keluarga juga percuma, sejak dulu Jongho gak tinggal sama orang tua kandungnya. Sebaik apapun Hongjoong, perlakuannya tetep akan beda karena Jongho bukan darah dagingnya. Intinya, Jongho udah ada di fase yang bener-bener rendah. Gak ada yang bisa diharapkan.
Jongho buka handbandnya dan lempar handband itu jauh-jauh. "Gue pengen selesai bareng sama barang-barang kesayangan gue," Ujarnya.
"Terserah," Jawab Yeji sambil nyalain batang rokok kesekian. Beberapa botol jacktrue udah berserakan disekitarnya, mereka udah mix alkohol 40% sama greentea sejak tadi. "Pake jaket hitam lo, jangan nyalain apapun, jangan biarin supir tronton liat lo di tengah jalan,"
Jongho sih udah percaya diri, dia yakin dia bisa mati malem ini juga, tanpa beban tanpa pikiran. "Lampu mobil bakal nyorot gue weh," Katanya sambil pake jaket hitamnya. "Gue bawa motor, rokok, jacktrue satu,"
"Itu yang lo bilang barang berharga? Ah haram banget lo Jong,"
Keduanya ketawa lepas. "Iya, soalnya gue pengen mati dalam keadaan terburuk gue," Jongho udah siap dengan sebungkus rokok dan sebotol jacktrue yang isinya tinggal setengah. Dia dorong motornya sampe ditengah jalan.
Jalanan ini termasuk sepi, tapi sekalinya kendaraan lewat itu kendaraan-kendaraan besar. Semacam jalur khusus yang memperbolehkan kendaraan-kendaraan gede melaju dengan kencang. Jadi menurut Yeji dan Jongho, ini tempat yang enak buat bunuh diri.
"Huuuuuuu, semangat Jong!" Teriak Yeji sambil melambaikan tangannya. Yeji udah siap ditempatnya, gak sabar pengen liat keputusan apa yang bakal diambil sama Jongho.
Jongho masih nunggu, dia duduk di atas motornya sambil nyebat dan minum. Sesuai perintah Yeji, Jongho nyoba buat merenungkan segalanya. Jongho mejamin matanya dan mulai membayangkan wajah Yeosang. Anak itu udah memutuskan buat sama orang lain, dan Jongho gak akan pernah bisa memaksakan kehendaknya. Maka Yeosang gak bisa dijadikan alasan buat tetep hidup.
"JONGHO PIKIRIN BAIK-BAIK, NIKMATIN ANGINNYA DAN NAFAS DENGAN SLOWMODE!" Yeji masih jadi tim hore dipinggir jalan.
Pikiran Jongho mulai memutar bayang-bayang tentang Gaon, gimana Gaon dapetin segalanya, semua yang Jongho harapkan dan bahkan perhatian keluarga. Bentakan-bentakan Hongjoong, pukulan Hongjoong ke Jongho sedari kecil. Rasa sakit di seluruh tubuhnya ketika ketemu Gaon. Semuanya nyakitin kan buat Jongho? Apalagi bentakan terakhir disaat terakhir mereka ketemu kemaren, makin meyakinkan Jongho kalo dia emang gak punya lagi rumah buat pulang. Mungkin semua orang berhak hidup tenang, kecuali Jongho.
Kemudian Jongho netesin air matanya, mencoba mikirin alesan lain buat hidup. Cahaya mulai menyorot wajahnya, kendaraan yang ukurannya besar udah mulai mendekat dengan kecepatan yang bener-bener cepet. Menurut Jongho seru aja, ketika matanya saling tatap sama mata truk tronton yang bersinar.
•••
"Mamah istirahat aja, sisanya biar San yang ngerjain. Udah jam 11, kasian,"
San baru selesai mandi malem, langsung cus ke dapur bantuin Mamanya motongin daging sama sayuran buat bikin orderan besok. Mama lagi kurang sehat, tapi tetep harus menuhin kewajibannya buat bikin pesanan orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
530 Backward
FanfictionThe childhood that flies by, flowing like rubbish down the river, fades into oblivion. Childhood promises are stupid words that can't be kept. Jongho carved a name, only to remember and love for the rest of his life. Wooyoung who is so childish a...