Seingatnya terakhir kali, Wooyoung dibawa pergi sama seseorang. Malam itu gelap banget, gak ada yang denger tangisan dan teriakannya. Dan ketika Wooyoung buka matanya, yang dia rasa cuma sakit dan kaku. Dua jarum menancap di kedua lengannya. Ruangannya terang banget, bau rumah sakit langsung nusuk ke hidung Wooyoung.
"Sudah bangun?"
Suara lembut yang gak dikenal Wooyoung, tapi wajahnya tampak gak asing. "Kenapa Wuyo dibawa pergi? Buat apa?" Tanya Wooyoung.
"Maaf ya?" Orang itu, Minhyuk, ngelus kepala Wooyoung dengan lembut. "Om gak punya pilihan lain lagi selain pake kamu buat menyelamatkan Gaon,"
Kemudian orang lain masuk dengan sneli dan papan catatannya. "Dari mulai darah, jaringan, berat badan dan usia, semuanya cocok. Dia orang yang tepat dan bisa segera dilakukan operasi. Kita ambil lobus kirinya saja, tapi karena pendonor punya hemofilia saya tidak yakin dia masih bisa hidup atau tidak. Resiko pembedahan sangat besar kedepannya meskipun masih bisa hidup dengan satu lobus kanan, dan meskipun lobus kiri dapat tumbuh kembali," Jelas dokter itu.
"Lakukan secepatnya aja Dok, saya rasa lebih cepat lebih baik. Kita bisa ambil hatinya dulu baru nanti lakukan tindakan untuk Gaon," Kata Minhyuk. Minhyuk pikir, sulit buat dapetin Wooyoung ataupun Jongho, sebelum orangnya Hongjoong dateng Minhyuk harus dapet dulu setengah dari hatinya Wooyoung buat keselamatan Gaon. Dengan begitu, dirinya dipenjara atau dibunuh Hongjoong pun gak masalah.
"Om.." Lirih Wooyoung sambil menggelengkan kepalanya, anak itu nangis denger percakapan Minhyuk dan dokter itu. "Wuyo gak mau,"
"Mau gak mau tindakan ini akan tetep dilakukan. Kamu tau gak? Kamu masih bisa hidup karena Om cuma minta satu lobus hati kamu. Jangan pikirin apa kata dokter, kamu masih bisa hidup kok, Om yakin,"
Wooyoung menggeleng. "Enggak Om, Wuyo minta tolong, jangan,"
"Kenapa? Kamu punya segalanya, kamu bisa dapet apapun yang kamu mau. Keluarga kamu bisa mengusahakan pengobatan terbaik setelah operasi nanti. Sedangkan Gaon? Dia harapan hidup aja udah gak punya. Atau kamu mau Om ambil Jongho?"
Lagi-lagi Wooyoung menggeleng ribut. "Jangan! Jangan Jongho hiks.. pokonya jangan Jongho," Dipikiran Wooyoung sekarang tuh jangan sampe Jongho ada di sini, Jongho mau menikah dan mau punya anak.
"Pikirin kembali. Betapa Jongho berpengaruh di keluarga kamu, warisannya bahkan paling besar dan dia calon penerus perusahaan orang tua kamu. Sedangkan kamu, cuma anak manja yang kekanakan, gak bisa di andalkan. Memang ia kamu disayangi, tapi apa kamu merasa pantes kalo Jongho harus menggantikan kamu di sini?" Tanya Minhyuk.
Kedua tangan Wooyoung mengepal erat, Wooyoung yakin gak ada lagi kesempatan buat hidup. Berusaha menghindar pun percuma, Minhyuk bener, rasanya gak tau diri ketika Wooyoung minta dilepaskan dan biarin Jongho yang gantiin posisinya sekarang.
"Dunia baik-baik aja tanpa kamu," Lanjut Minhyuk. "Om punya banyak cara, banyak banget buat ngambil Jongho kalo kamu tetep ngoto gak mau. Nah karena kamu diem aja, om anggap kamu setuju ya,"
Buat pengambilan organ hati ini, gak Minhyuk lakukan di rumah sakit. Melainkan ditempat praktik seorang dokter bedah yang udah dibayar Minhyuk buat melakukan tugas ini dengan sebaik mungkin. Sedangkan Gaon dirawat dirumah sakit besar karena keadaannya yang kian memburuk.
"Kapan?" Tanya Wooyoung. Sekarang perasaannya berusaha buat ikhlas dan lapang, Wooyoung pikir hidupnya terlalu sempurna, mungkin sesekali dirinya harus merasakan hal ini. Gapapa mati, gapapa kalo pergi. Cuma, Wooyoung pengen nangis sekali aja lagi.
"Secepatnya,"
"Iyaahh," Wooyoung berusaha buat tetep senyum, tangannya terangkat buat ngusap air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
530 Backward
FanfictionThe childhood that flies by, flowing like rubbish down the river, fades into oblivion. Childhood promises are stupid words that can't be kept. Jongho carved a name, only to remember and love for the rest of his life. Wooyoung who is so childish a...