"Hai, gold digger," senyum segaris Sagala meremehkan. Menyindir Anin melalui sapaan.
"Ada perlu apa ke sini? Mau ketawain saya karena udah membuktikan kalau usaha Anda masuk keluarga berada ini berhasil?"
Ditambah tuduhan tak nyaman di telinga. Rasanya Anin ingin mengambil tongkat payung di ruang tamu depan untuk memukul kepala si Tuan Rumah.
Din berada di belakang Anin menjaga agar pintu tetap terbuka. Juga memastikan kestabilan emosi keduanya tetap berada pada level aman. Perintah dari Nyonya Besar.
Anin diperkenankan memasuki freezer sebesar kamar tidur ini—calon kamar pengantinnya juga—untuk menemui seonggok daging hidup yang kakunya seperti kayu jati, sedang menatap tajam perempuan itu dari ranjangnya.
Sagala benar-benar tidak mau menemui Anin, sehingga Bu Roro memintanya untuk masuk. Menyampaikan sendiri apa yang Anin bawa.
Bulu kuduk Anin meremang di balik rasa kesal yang menggunung. Takut memasuki kandang macan. Tapi mau bagaimana lagi? Tingkah calon suaminya memang seperti ini. Susah diubah. Anin harus berperan bak wanita tangguh berhati baja. Tak ada yang tahu jika Anin menyembunyikan tangan gemetarnya di balik selembar map hitam yang ia bawa.
"Iya," jawabnya membalas tajam mata Sagala. Sagala malas saling tatap. Dia membuang pandang ke jendela.
Perlahan, Anin bisa menguasai diri. Ia berdiri tegap di atas kaki berselimut sandal bulu rumahan. Semua yang disediakan dalam rumah ini, baik rumah Sagala, Chan, Bang Regi, juga rumah utama, semua harus ekstra bersih.
"Berani juga ya sekarang melawan. Jangan merasa berada di atas angin. Mentang-mentang Mama mendukung Anda."
"Makasih sarannya." Buru-buru Anin mendekat. Lantas, meletakkan map di atas selimut bulu angsa yang menghangatkan kaki Sagala. "Nih!"
Map tersebut berisi beberapa lembar catatannya juga rundown acara. "Tugas lo udah gue catatin. Di situ juga udah ada teks ijab qobulnya."
Sontak, Sagala melempar map ke lantai. Nafas Sagala terengah marah. Lembaran putih itu berceceran. Anin terperanjat mundur.
"Persetan!"
Anin menghirup udara panjang. Mengatur kesabaran agar ambisi untuk menampar Sagala tidak kejadian. Ia mundur ke pintu.
"Mas Din. Anin minta tolong ya? Pastikan Saga baca kertas-kertas yang barusan dia buang. Mau gimanapun caranya. Dibacain atau terserah."
"Kok saya?"
"Iya. Dia alergi sama saya sepertinya."
Pria yang dibicarakan pura-pura tidak mendengar. Sagala mengangguk ringan. Membenarkan perkataan Anin. Ya, Sagala alergi dekat-dekat Anindita.
Sebelum pergi, Anin menoleh. Ia masih mencoba berbaik hati memberi Sagala kesempatan. Siapa tahu masih mau bicara padanya atau lebih bagus lagi dia mau minta maaf.
"Ada yang mau lo tanyain lagi ke gue? Gue nggak ke sini-sini lagi sampai acara digelar."
"Din!" panggil Sagala keras. "Bantu saya keluarkan perempuan matre ini dari kamar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...