7. Angkot Hijau Ciledug

31.4K 3.8K 115
                                    

"Arrrgghh!!!"

Anin berguling, salto, berenang gaya katak, kemudian memepes kepala menggunakan bantal, atau apapun sikap absurd manusia galau, telah ia coba di atas kasur tunggalnya.

"Ck!" Kimmi berdecak di pintu kamar mandi. Mengeringkan rambut usai keramas. "Masih aja. Kalau nggak yakin, yaudah."

Tangannya mengambil bantal yang menutupi muka Anin. Lama-lama Kimmi capek sendiri melihat tingkah sahabatnya.

"Sana! Mandi! Jadi nggak nih gue temenin ngambil motor?"

"Jadi," jawab Anin lesu.

"Yaudah. 2 jam lagi gue masuk shift. Waktu gue dikit nemenin lo cari baju."

Anin bangkit. Rambut panjangnya awut-awutan. Genderuwo saja kalah kerennya. Penuh lunglai, dia berjalan ke kamar mandi.

Malam itu, 2 minggu lalu, Anin menolak permintaan Bang Regi. Apalagi Bu Roro. Anin tidak siap. Tung-hitung, dia akan memantapkan diri menjadi karyawan BGC saja daripada lelah hayati dan ragawi melayani Sagala. Sambil mencari target baru sesuai rencana awal.

Banyak yang menjadi pertimbangan Anin.

Menerima tawaran Bang Regi, Anin masih mampu. Dia mungkin bisa menyiapkan sumbat telinga. Bersikap masa bodoh pada apa saja yang Sagala umpatkan padanya.

Hal yang Anin hindari adalah jika bekerja pada Sagala, artinya dia juga akan bertemu Bu Roro. Akan seperti apa muka segannya menghadapi Bu Roro yang telah menawarkan harta karun terbaiknya, tapi malah ditolak oleh Anin.

Bisa jadi, Anin dianggap tidak tahu bersyukur. Tidak berterima kasih pada banyak kebaikan Bu Roro yang  menerimanya sebagai guru privat ketika Anin bangkrut ditipu mantan pacar. Lobi orang dalam Bu Roro juga berhasil meloloskan Anin untuk mendapatkan beasiswa sampai lulus.

Dilematik.

Menerima Sagala sebagai suami juga bagaikan masuk jurang. Masih mending jika pria kursi roda itu melimpahinya rasa kasih sayang. Anin bersedia mengurus dan menerima keadaannya. Ini sudah fisiknya tidak sempurna, mulut dan sikapnya ikut-ikutan cacat. Pikiran Anin tak sampai di situ. Dia juga sampai membayangkan bagaimana jika Sagala tidak bisa memberinya keturunan. Anin belum tahu Sagala lumpuh di bagian mana saja. Begini-begini kan Anin juga mau jadi ibu-ibu sosialita yang menjemput anak di sekolah keren naik Alphard. Sudahlah! Kepala Anin mau pecah rasanya!

-------

Minggu siang, mereka berdua telah duduk rapi di bangku serong paling belakang angkot hijau jurusan SMP 2. Menuju bengkel langganan motor Anin. Motor Scoopy-nya sedang ngambek. Terpaksa menginap di bengkel selama 2 minggu terakhir. Sebenarnya, mas montir telah menghubungi sejak seminggu lalu. Apa daya? Baru hari kemarin Anin gajian.

Gajian jugalah yang akhirnya memberanikan Anin pulang ke Blora besok. Menengok kondisi adik bungsunya yang kini telah keluar dari RS dalam keadaan sembuh.

Hari ini, setelah mengambil motor, Anin akan mengantarkan Kimmi ke Mall Pondok Indah—tempat Kimmi bekerja— sekaligus berbelanja oleh-oleh murah yang sekiranya punya tampilan mahal. Anin tidak boleh ketahuan melarat di mata keluarga sendiri.

Aspal Ciledug cukup mulus. Meski terkadang ada lubang yang membuat tubuh keduanya berguncang. Ke kanan. Ke kiri. Hanya ada 1 penumpang lain selain Kimmi dan Anin. Seorang ibu berkerudung instan yang membawa keranjang belanjaannya.

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang