"Ga ... ? Ga? Gue tidur luar aja ya? Nggak kuat dinginnya."
Suara Anin mengganggu rungu Saga. Setelah mendengar kasak-kusuk di sisi ranjang sebelahnya selama beberapa jam, akhirnya perempuan itu bersuara juga. Sang Pendiam tak bergerak, pura-pura sedang terlelap. Sejak dikhianati sekaligus menyaksikan adegan nyata perselingkuhan Shasa, Saga selalu saja gagal tertidur dalam. Ia akan tetap memejam namun kesadarannya tertinggal di permukaan. Saga takut terjatuh oleh mimpi buruk yang sama beberapa tahun belakangan.
Tanpa menunggu restu dari Sagala, Anin beranjak meninggalkan kamar. Dalam tidurnya, Sagala tersenyum. Baru beberapa jam saja, pendamping hidupnya menyerah menemaninya.
Baru ketika pukul 3 pagi, Saga mendengar dalam pejaman matanya, seseorang masuk kamar mandi. Tak berselang lama, sisi ranjang sebelahnya kembali melesak.
"Gue di sini ya, Ga. Nggak di luar, nggak di dalem, sama aja dinginnya. Mending sini lah. Kasur lo empuk, Ga," gumam Anin sebelum suasana kamar menjadi hening.
Suara dengkuran halus kembali terdengar. Saga membuka mata perlahan lantas menoleh. Hanya demi membuktikan pada diri sendiri, sosok di sebelahnya benar-benar kembali. Anin tertidur di sana. Bergelung selimut yang menutupi mantel eskimonya. Wajahnya polos tanpa make up apapun. Bersih tanpa bekas jerawat. Hidungnya panjang seperti Pinokio. Matanya sebening air kran namun sedang tersembunyi di balik kelopak. Juga bibirnya yang ranum bagai strawberry busuk. Pemikiran absurb Saga agar tidak terbius lebih parah oleh kepolosan wajah Anin.
"Ga, boleh nggak sih suhunya diangetin dikit? Gue capek bolak-balik kebelet pipis," komentar Anin di malam lain.
"Ga, lo nggak pernah masuk angin ya? Hebat banget badan lo." Anin berkeluh kesah di malam lain lagi. "Oh, pantesan. 13 derajat. Hebat AC lo. Kayaknya di BGC 16 derajat udah dingin banget."
Anin berdiri di depan pengatur suhu ruangan Saga. Bergumam sendirian sesekali mengucek mata. Rambut acak-acakan karena tudung eskimonya jatuh ke punggung, tangan terbungkus kaos tangan dan kaos kaki di bawah. Ia ingat, anak-anak selalu mengecilkan suhu AC di ruang karyawan, setelah berapa jam di panggang di lapangan golf. Saga masih terpejam kecuali saat mendengar Anin menaikkan suhu dalam dua kali tekan dan menimbulkan bunyi.
"Jangan Anda coba-coba melawan apa yang udah jadi aturan saya, ya! Kembalikan!"
Anin bergidik ngeri. Menoleh dan menemukan si Balok Kayu terbangun. Jarinya mengembalikan suhu ke setingan awal, meringis sebentar lantas kabur ke ruang tamu.
------
"Ga, mulai besok gue boleh nyimpan sayur nggak di kulkas depan? Gue mau belajar masak. Kalau dingin suka laper malem-malem." Cuap-cuap Anin lagi di hari lain.
"Lo suka Indomie pakai cabe nggak, Ga? Enak banget apalagi dikasih telor sama sayur. Gue boleh ya masak mie di dapur lo?" Lagi dan lagi.
"Ga, gue kangen Kimmi. Ngapain ya tuh anak?" Lagi dan lagi dan lagi. Perempuan ini memang nggak punya malu dan rasa takut.
"Ga, gue besok masak American breakfast buat sarapan. Cobain ya, Ga?" Permohonan Anin di malam lain lagi.
Anin memang seberisik ini jika kesulitan tidur. Tubuhnya tidak bisa diam. Apalagi mulutnya. Alih-alih merealisasikan kecaman bahwa Sagala akan mendorong Anin terjatuh dari kasur jika istrinya berisik, Sagala lebih penasaran. Ia ingin bertanya sekaligus memberi nasehat, "American breakfast versi yang mana yang mau kamu masak? Jangan kebanyakan gaya. Ceplok telor aja masih bau gosong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...