"Apa kabar Bang Regi sama Cindy?" tanya Anin random setelah berganti topik dari membahas masalah investasi.
Selagi ada yang berasap-asap di dalam kamar, Anin justru merasakan hawa sejuk bisa bercengkrama bersama Bang Regi. Setelah Anin ditinggal Chan pergi, Bang Regi justru datang membawa berita yang amat ... amat ... menggembirakan.
Hari libur begini, Anin pikir Bang Regi akan jalan-jalan, berpacaran sama Cindy. Ternyata, tidak. Dirinya malah asyik-asyikan mengajak Anin mengerjai Din dan memanaskan sesosok manusia dalam freezer di belakang.
Bahakan seru menggema ketika Din kembali lagi membawa raut ketakutan. Tawa Bang Regi secerah matahari pagi, meski di luar sedang mendung. Sedikit banyak Anin setuju apa kata teman-teman yang menggosipkannya di toilet resort. Pesona Bang Regi tak pernah padam.
Memakai kaos polo putih, celana chino cream dan topi putih yang ia lepas di atas meja. Gaya Bang Regi pun lebih menyegarkan dibandingkan Abang Banyak Aturan satu lagi yang sedang mendekam di sofa kamar. Sedang sibuk sayang-sayangan bersama para buku tercintanya. Ribut banget sejak tadi minta ini-itu nggak jelas. Anin kan mau belajar!
Tiba-tiba Anin teringat Cindy setelah membayangkan keduanya jika disandingkan, memang akan terlihat cocok.
"Baik."
"Kapan nyusul nih?" Bang Regi mengulas senyum segaris. Tiba-tiba keriangan itu meredup. Anin sadar lantas menutup mulutnya. "Duh. Aku salah ngomong ya?"
Jika tidak salah ngomong, bukan Anin namanya.
Bang Regi menggeleng. "Kami beneran baik-baik aja kok."
"Ayo nyusul kami, Bang. Jadi kalau Bang Regi pulang, ada yang nungguin di rumah. Nggak bolak-balik ke sini pakai alasan kesepian lagi." Anin terkekeh. Bang Regi menyandarkan punggungnya santai. "Bisa jadi teman ngobrol juga kalau suntuk. Cindy masakannya enak lho. Pernah cobain nasi liwet dia di BGC."
"Susah restunya, Nin," keluhnya. "Mama belum cocok," bisiknya.
Anin menoleh. Mama Roro tidak cocok pada wanita yang cantiknya lebih-lebih dibandingkan Anin? Apakah dunia sedang jungkir balik?
"Kenapa?"
Belum jadi Bang Regi menjawab, Mama Roro datang dari arah tangga. Mencium pipi anak dan menantu bergantian. "Belajar yang rajin ya. Semoga besok lancar. Mama ada acara ke Jogja. Baru pulang malam. Minta oleh-oleh nggak?"
"Ma, kita udah besar. Anin udah nikah. Masih aja ditawarin oleh-oleh."
Mama Roro tertawa ringan. Mirip Sagala. Jika wajah Bang Regi dan Chan lebih mirip Papa Agung, ketampanan Sagala diturunkan dari cantiknya Mama Roro. Beliau duduk menyebelahi Anin. Sembari mendengar suara Dessy yang sedang membacakan agenda hari ini.
"Mau udah besar juga kalian anak-anak Mama. Saga dimana, Nak?"
"Di kamar, Ma. Mau Anin panggilkan?"
"Nggak perlu. Biarin aja." Mama berdiri setelah semua siap. "Oh iya, lusa jadwal Saga kontrol ke Singapore. Mama nggak bisa temani. Anin punya paspor?"
"Ada."
"Oke. Anin yang temani." Mama Roro menunjuk Dessy yang berdiri di samping sofa. "Dessy, tolong bantu bikin janji temunya ya?" Lantas tatapan beliau kembali pada Anin. "Nanti di sana ditemani Din. Dia tahu harus gimana. Untuk tiket, hotel kamu tenang aja. Dessy besok akan ngabarin Anin, ya Des?"
"Iya, Bu. Serahkan sama saya."
Anin mengiyakan meski otaknya terasa kosong tentang rencana kontrol berobat Sagala ini. Sudahlah, sejak awal dia memang hanya akan mengangguk-angguk dan terus mengangguk saja pada seluruh perintah mama mertua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...