31. Langkah Pertama

32.4K 4.1K 122
                                    

"Kalau Abang bisa jalan lagi, aku pengen banget dansa sama Abang."

"Dansa? Kenapa tiba-tiba?" Sagala mengernyit. Ia langsung meletakkan laptop di nakas setelah Anin duduk mendarat di ranjang. Masih menyisir rambut usai dikeringkan.

"Aku semalem mimpi aneh. Bagus sih ... Kita makan malam di taman depan kamar, tiba-tiba semua orang pergi, ada musik mengalun, dan Abang ngajak aku dansa di jalan setapak kita itu. Malam-malam, langit cerah, bulan sedang bulat-bulatnya."

Sagala langsung terbahak parah. Tidak menyangka mimpi perempuan polos juga terdengar polos. Gigi-gigi putih nan rapinya menyembul tampan. Hari ini Sagala memakai kaos olahraga usai segar diguyur air. Setelah sarapan, Saga dan Din akan latihan lagi bersama trainer mereka. 

"Memang kamu bisa?"

Anin terkekeh canggung. Gelengan terbit dalam tawa. "Enggak. Tapi lihat film Beauty and The Beast, manis banget mereka dansa."

"Terus kamu pikir aku si Buruk Rupanya, hemm?"

Sagala yang tidak terima langsung maju, mengacak berantakan rambut Anin berubah bak singa. 

"Abang!" Anin protes menghindar. "Enggaklah. Maksud aku dansanya. Pangeran sama putri. Oke. Nggak usah Beauty and The Beast. Cinderella aja gimana? Udah mirip kan? Hidupku macam Cinderella?"

Saga mengangguk oke. Tangannya berhenti menggoda Anin. Berubah mengusap lembut, merapikan rambut sang istri yang awut-awutan.

Senyum hangat terbit di kamar yang telah sempurna penerangannya. Matahari pagi menyorot dari jendela geser. Tirai-tirai putih berkibar halus oleh sepoi udara pagi. Anin paling suka pagi. AC dimatikan dan ia bisa bertransformasi dari kepompong menjadi kupu-kupu siap terbang.

"Aku lebih suka pengandaian yang ini."

------------

Hari, bulan, berlalu setelah obrolan ringan sepasang yang sedang dimabuk cinta ini.

Mereka menjalani sebagaimana jadwal ketat membelenggu keduanya. Menjadi orang kaya dan goler-goler? Jangan harap impian Anin yang semacam itu dapat terwujud. 

Sagala menunjukkan banyak perbaikan dalam latihannya. Sedangkan, Anin merasa otaknya mengalami banyak kemunduran selama berkuliah. 

Bu Roro sibuk sebagai ibu pekerja. Papa Agung masih rutin ke kantor meski harus berbagi jadwal beristirahat dan berobat rawat jalan. Bang Regi tetap seolah tak punya waktu memikirkan kehidupan pribadinya meski telah melepaskan satu beban tunggangan perusahaan dari Sagala. Chan mulai menunjukkan sedikit kegilaan mendekati ujian. Lantaran anak bungsu Birendra tidak boleh malu-maluin nama besar keluarga. Anin tidak dapat membantu. Ia hanya mahir sebatas pelajaran SD saja. Melihat soal SMA Chan, si kakak ipar angkat tangan.

Ibu di Blora sempat sakit batuk pilek, namun sudah sembuh. Ikut andil sebagai pasien terakhir penularan bergilir dari 4 anaknya. Aris sendiri sama pusingnya menghadapi akhir masa sekolah. Namun, satu dua beban keluarga terangkat berkat Anin. Ia tak lagi memusingkan biasa masuk kuliah. Pun tentang berobat dan sehari-hari, kondisi keuangan keluarga Blora aman berkat kiriman dari anak sulung, sang tulang punggung di Jakarta.

Misteri tentang Jero terhenti. Bak ditelan bumi, ia tidak muncul lagi di hadapan Saga dan Anin. Mungkin mengetahui jika selama keluar rumah, Saga tak pernah membiarkan Anin sendiri lagi. Jika tanpa Kimmi, maka sopir keluarga diam-diam ditugasi merangkap sebagai bodyguard.

-------

Tak ada seseorang yang mampu bangkit sendirian. Pasti terdapat banyak orang lain di belakangnya. Entah dia yang telah mendukung sekuat tenaga, atau justru menjatuhkan sesakit mungkin lantas memantik ego si Cacat untuk membuktikan jika ia mampu menerima tantangan ini. 

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang