18. Batu yang Rendah Diri

34.7K 4.6K 156
                                    

Hahaha... Dimaklumi belum bisa 1k vote bab kemarin. Aku kasih buka bab ini. Untuk buka next bab... Bab ini bisa yuk 1k 🌟 ya? Bisa bisa?

Makanya share yang banyak di sosmed. Biar teman ngebintanginnya juga banyak🌟🌟🌟🌟🌟

-------

Banyak perkembangan terjadi pada Sagala. Dari kepasrahannya dirawat oleh Anin, semangat mengulangi terapi, kesanggupan meremot pekerjaan dari rumah, juga tawa lepasnya ketika membuang sebagian kecil isi rekening untuk membalas teman-teman yang ternyata penuh tipu daya selama ini.

Sampai-sampai Sagala lupa akan kekurangannya karena terlalu bahagia. Ia lupa sejenak sebagai lelaki lumpuh yang tidak bisa berjalan, masih memakai diapers dewasa dan bergantung pada banyak orang untuk sekedar hal remeh-temeh.

Kecuali, satu ucapan seseorang yang kemudian menerjunkan bebas kegirangan sang Pangeran Tampan agar kembali pada kenyataan.

"Bau apa nih? Lo kentut, Dis?" Seorang kakak angkatan bergurau pada temannya. Jari menutup hidung. Mereka sama-sama sedang berdiri dalam satu lift bersama Anin dan Sagala menuju lantai 3. Anin dan Saga menempati posisi di belakang.

Si tertuduh kesal. Tangannya menepuk bahu temannya. Sedangkan Anin sendiri juga mencium bau ini. Dari belakang Anin yakin siapa yang menjadi pelaku keributan di kotak besi ini. Seseorang di kursi roda depannya bergerak gelisah. Saking melihatnya gelisah, Anin mengusap lengan Sagala sambil sesekali mengetuk-ngetuk pelan.

"Sialan! Kagak ya!"

"Alah, ngaku aja."

"Dih bau banget. Makan telor busuk ya lo semalem?!"

"Dasar Kunyuk! Gue beneran kagak kentut!"

Lift berdenting. Pintu terbuka. 3 orang di depan langsung berlari keluar. Mereka masih meributkan hal yang sama. Saling menuduh.

"Untung cuma 3 lantai. 20 lantai udah pingsan gue di dalam."

Mereka terbahak. Tenggelam dalam gurauan sambil berdiri di pintu lift untuk memencet tombol. Membantu Anin dan Sagala tidak terhalang pintu yang akan tertutup. Sedangkan ketika Anin bersiap mendorong kursi roda, tangan liat Sagala sendiri yang kemudian mengambil ruas roda untuk ia jalankan.

Sagala melesatkan kursi roda secepat yang ia bisa di lorong resort. Diselimuti rasa malu dan rendah diri yang teramat sangat. Menyedihkan.

Langkah Anin masih berdiam kaku mencerna semua. Baru ketika ia sadar, Anin menyusul keluar lift.

Semakin jauh, tertawaan 3 pria berkemeja di belakang masih bisa terdengar meskipun lirih.

"Jangan-jangan Saga ya? Gue ada kakak teman stroke masih muda juga nggak bisa nahan kencing sama pup."

"Bisa jadi."

"Juga nggak bisa itu tuh, Bro."

Dua orang lainnya terbahak.

"Kasihan lah, Bro. Kasihan istrinya. Kasihan dianya. Gue kalau jadi dia udah ngumpet di rumah aja kali. Nggak sanggup nahan malunya."

Anin berbalik. Melotot. Hingga ketiga pria itu mengerem lajunya. Terdiam lantas mengubah topik lain. Anin tidak terima. Ia berlari mengejar Sagala. Tangannya kembali mendorong kursi roda Sagala begitu menemukan pria itu telah hampir dekat kamarnya.

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang