"Bisa bagi cara ke Abang nggak, gimana biar nggak benci- benci amat sama seseorang?"
"Jangan terlalu benci. Apalagi sama perempuan. Kata orang, batas benci dan cinta itu tipis. Aku akan sangat cemburu kalau Abang sampai jatuh cinta sama orang lain."
---------
Anin malu setengah mati.
Mahasiswa cuti kere ini akhirnya menginjakkan kaki ke kampus. Tepatnya, di bawah naungan pohon rindang, dekat kantin. Daun-daun kecil berguguran oleh angin sepoi. Menutup sempurna terik matahari siang bolong.
Diletakkan kursi-kursi santai dari rotan. Juga sebuah meja bulat kayu di tengahnya. Tempat Saga dan geng berkumpul pada waktu istirahat.
Pria itu bersama Rere, yang Anin ketahui sebagai pacar Saga. Sedangkan sang Cassanova kampus tengah duduk menumpangkan kaki ke meja dengan gaya amat sombong. Bermain ponsel sembari menikmati es soda dan makanan fastfood yang dipesan.
Tawa canda mereka langsung mendidihkan kepala Anin.
Anin sampai pada puncak kemiskinan. Uang di kantong sisa untuk makan sehari. Gaya hidupnya yang sedikit di atas standar sejak masa jaya perdagangan online, ternyata gagal diaplikasikan pada pekerjaan sekarang. Meski Anin telah mencoba seirit mungkin, nyatanya ia membutuhkan uang lebih banyak.
Ibu kost sudah melirik-lirik seram setiap Anin pulang. Pasalnya, tenggat waktu seminggu yang ia minta, hanya bersisa 2 hari lagi.
Cacing-cacing perut pun turut mengadakan demo massal, cuma diberi makan 2x sehari. Pipi gembul sekarang berubah tirus seperti nenek-nenek peyot. Harga diri Anin dikalahkan oleh kemelaratannya sendiri.
Langkah Anin begitu berat mendekat. Tangannya meremat tali tas selempang yang ia pakai. Wajahnya menunduk. Tidak berani menatap Saga. Harus Anin akui sekarang. Saga menang.
"Kata Dipta, lo lagi nyari guru privat buat adik lo."
Anin membongkar tasnya dan mengeluarkan seamplop curriculum vitae. Meletakkannya di atas meja, tepat depan Saga.
"Ini CV gue. Siapa tahu, gue tepat jadi guru adik lo. Gue orangnya sabar dan udah berpengalaman ngajar adik-adik gue dari SD sampai SMP. Gue nggak minta gaji besar yang penting cukup untuk gue bertahan hidup di Jakarta ini."
Anin gentar mendongakkan kepala. Padahal jika ia mau sedikit mengangkat pandangan, melihat Saga, pria itu tengah tersenyum sombong penuh kemenangan karena berhasil menaklukan Anin.
Rere membuang pandangan jengah. Mantan pacar Saga itu hafal tingkah kurang kerjaan Saga.
Tak banyak yang mengetahui keduanya putus. Rere hanya membutuhkan pria romantis yang memperlakukannya bak ratu secara dewasa. Bukan seperti Saga yang justru membuatnya pusing tujuh keliling. Seolah Saga berpacaran dengannya tanpa tujuan jelas. Tidak sepenuhnya mencintai Rere. Bahkan meluangkan waktu sedikit untuk mereka jalan pun tidak. Hanya ada bisnis di luar jam kuliah. Sedangkan di kampus, bila tidak menelepon rekan kerjanya, bagi Saga waktu luang itu hanya terisi untuk mengerjai Anin.
Saga langsung setuju ketika Rere minta putus kala itu. Pertemanan mereka pun tetap terjalin sampai sekarang.
Saga bangkit, pura-pura tidak peduli. Berjalan sambil lalu meninggalkan basecamp. Melewati Anin begitu saja.
Anin melongo. Ia baru mengangkat kepala setelah menoleh dan melihat punggung Saga menjauh. Menatap CV di meja bergantian Rere. Rere terkekeh puas, sedangkan korban yang dicueki merasa geram ingin menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...