Anin tidak mengabulkan permintaan Shasa. Sebanyak 4 kali pesan singkat mampir ke ponselnya. Isinya mirip. Mengajak Anin bertemu. Sekadar meluruskan masalah agar mencapai perdamaian di antara kedua belah pihak.
Sejak Sagala memblacklist Shasa dari hidupnya, Shasa mendapatkan banyak kesengsaraan. Mulai dari pemutusan kontrak iklan, minimnya tawaran sinetron dan film yang datang, juga berbagai pemberitaan miring tentang sikapnya.
Ini bermula dari berita, dimana Shasa seorang aktris berpendidikan tinggi sarat talenta, diketahui berselingkuh dan mencampakkan pacarnya yang cacat akibat kecelakaan. Parahnya, Shasa disebut-sebut sebagai pemicu utama kecelakaan anak salah satu konglomerat Indonesia itu.
Anin tahu cukup banyak, setelah mengorek sana-sini. Belakangan, investigasi Anin melalui Bang Regi, memberi hasil berbeda. Shasa memang mengaku berselingkuh. Namun, untuk menjadi bulan-bulanan sebagai sebab kecelakaan adiknya, juga bom atom yang dijatuhkan oleh Sagala dan Bu Roro, rasanya Bang Regi memandang kasus ini terlalu berlebihan. Cinta Shasa pada Sagala juga tidak mungkin dipaksakan. Jika dilanjutkan, maka keduanya justru akan tersiksa.
Anin sedang mempertimbangkan baik-baik jalan keluarnya. Jika Sagala belum menceritakan kisah versi asli dirinya, mungkin bisa dimulai dari Anin yang mendengarkan dulu kisah versi Shasa.
Tapi, kapan?
Beranikah Anin bertemu mantan pacar suaminya?
Cukup bernyalikah Anin membuat janji dengan wanita paling dibenci oleh suaminya?
-----
Kepala Anin mulai penuh lagi. Ia tak bisa berlama-lama menyimpan masalah. Ujung-ujungnya, Kimmi lah yang menjadi tong sampah segala curhatan Anin. Setiap pulang dari kuliah, beberapa kali perempuan itu mampir ke kontrakan atau tempat kerja Kimmi. Berkeluh kesah di sana. Uneg-uneg yang tidak bisa Anin bagi bersama keluarga Birendra lain.
Anin bergumam tak pasti sambil menggelengkan kepala lagi.
Rindang pohon tak mampu memayungi terik kampus Pascasarjana ini. Angin sedang tak ada. Hanya banner minuman manis yang dipajang penjual, yang cukup menarik Anin untuk melepas dahaga.
Anin berjalan lunglai di jalan setapak pada hari terakhir ujian semesternya. Bukan Pak Gik yang terlambat menjemput, melainkan tiba-tiba dosen yang ingin Anin temui untuk membicarakan proposal thesis, membatalkan janji. Masih ada sekitar 2 jam lagi hingga Pak Gik datang.
Anin santai saja. Tidak ingin merepotkan banyak orang. Ia berjalan sampai menemukan bangku nyaman di teras perpustakaan pusat universitas dan duduk di sana. Menghabiskan sisa tegukan terakhir honey tea sebelum masuk.
Mungkin waktu 2 jam ini, dapat Anin manfaatkan dengan mencari buku yang tepat sesuai tema yang akan Anin ambil untuk thesis di perpustakaan.
Belum sampai tandas air minum di tangannya, seorang lelaki berkemeja putih tiba-tiba menjatuhkan tumpukan buku tepat di depan Anin. Anin celingukan. Orang-orang sibuk. Tak tertarik membantu. Anin akhirnya meletakkan cup minumannya, dan maju. Turut berlutut menolong memunguti tumpukan sebanyak 10 buku tebal itu.
"Makasih."
"Iya. Sama-sama. Tapi kayaknya ini terlalu berat. Masnya bisa?"
"Bisa."
Anin membantu meletakkan buku terakhir ke tumpukan di dada lelaki berkacamata itu. Pria itu tinggi sampai Anin harus sedikit berjinjit.
"Ngeri banget bawa beginian. Hati-hati ...!"
Si pria tertawa. Lesung menyembul dari kedua pipinya. Rambut pria ini lurus, dengan mata sedikit menyipit.
Baru juga dibilang hati-hati, rasanya keberuntungan sedang tak berpihak pada pria ini. Tumpukan itu kembali goyah dalam 2 langkah yang ia ambil, dan berhamburan kembali ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...