Anin segera memposisikan diri. Menggelayut manja pada lengan Saga. Tak ada jarak sesentipun tersisa. Tangannya menelungkup hangat jemari suaminya di bawah meja. Saga menunduk dan tersenyum melihat tingkah istrinya.
Anin sedang ingin melindungi Saga. Sekaligus menambah kekuatan hatinya sendiri juga, untuk menghadapi sosok yang selama ini masih saja terus memohon ingin bertemu empat mata melalui pesan singkat itu.
Hei, Regi tidak salah lihat kan? Saga tersenyum dalam situasi seperti ini?
Abang pemilik stasiun TV terlaris se-Indonesia nya itu, mengulum senyum. Sepertinya usaha Regi mempertemukan Saga pada Anin tidak sia-sia.
"Hai, Ga. Apakabar?" Shasa menyapa hangat. Perempuan ini pandai sekali berakting. Meski yang disapa diam saja, tidak mempengaruhi ekspresi Shasa yang tetap ramah. "Selamat ya? Dengar dari Bang Regi, kamu udah bisa jalan?"
Anin yang menjawab. "Baik Mbak Shasa. Alhamdulillah akhirnya sakitnya Abang sembuh."
"Kalian pasangan hebat. Aku iri."
Ucapan Shasa terlihat tulus di mata Anin. Namun tidak di rungu Sagala. Pria itu tertawa miris. Ini terdengar bagai lelucon sadis yang dibuat-buat Shasa.
"Sha, bantu gue sama Sansan pesan menu ya? Tanyain anak-anak maunya order apa. Tagihannya biar sama sekretaris gue. Sansan?"
"Siap, Pak. Bisa."
Sansan, perempuan berkaos putih sablon, mengikuti seragam pengisi acara lain, mengangguk pada Regi. Mengajak Shasa untuk segera ke kasir.
"Oke. Aku tinggal dulu ya?"
Shasa melambaikan tangan. Segera setelah memesan, ia juga memilih duduk bersama tim, jauh dari meja Saga. Sekretaris Regi sengaja mencari meja terjauh dari bosnya.
Jujur, Shasa tidak ingin mendekat pada Anin-Saga sekarang. Shasa sadar, dalam situasi seperti ini, mustahil ia berbicara serius pada Anin baik Saga. Sapaannya ditanggapi saja sudah bersyukur. Mungkin lain kali, Saga bisa lebih terbuka, dan Anin membuka tangan untuk menerima pengakuannya.
Di sisi lain, meski tampak tenang di luar, Anin bisa merasakan tubuh Saga menegang sejak tadi. Baru mengendur setelah perempuan ular itu tidak mengambil bangku di meja mereka. Saga akhirnya membalas mengusap punggung tangan Anin. Memberi pesan jika ia telah baik-baik saja.
"Nah begini dong... " Bang Regi menepuk pundak Sagala. "... Apapun masalah di antara kalian, nggak enak bawa beban itu kemana-mana kelamaan. Apalagi berat. Hati itu harus mengikhlaskan. Dilepasin aja."
"Lo jangan gampang terperdaya kata-katanya, Bang. Bisa jadi lo korban selanjutnya! Udah ngerayu apa aja dia sama lo?"
"Sialan! Dinasehatin malah nyumpahin!"
Regi berdecak tidak terima setelah menempeleng Sagala, namun tidak kena karena adiknya menghindar.
"Maksud gue ... dimaafkan. Beres. Perkara dia mau berulah atau nggak, udah bukan urusan lo. Kita tinggal jaga diri aja. Udah tahu masa lalunya gimana. Lagian, orang itu berubah, Ga."
Saga menarik satu sudut bibir, miris.
"Lo kira gampang."
"Gampang. Lihat Anin!"
Saga memandang Anin dalam peluknya. Anin yang kebingungan justru menegakkan tubuh, lupa jika tadi gelayutannya hanya akal-akalan agar suami tidak direbut Shasa, pun perempuan lain di luar sana.
"Anin dan anak kalian di kandungan adalah masa depan lo, Ga."
Setelah berpikir panjang, Anin baru mengerti maksud kata-kata Bang Regi. Tangannya kembali mengusap punggung Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Anin (Tamat)
RomancePria kaya dan sholeh itu stoknya dikit. Kalau enggak gercep, keburu diembat orang. Apalagi yang keturunan old money begini. Mereka tuh hampir semua udah dipatok sama anak kolega demi kelancaran bisnis, mantan Puteri Indonesia, atau wanita karir khar...