8. Barbeque Jagung Bakar

30K 4.3K 157
                                    

Terdapat 2 faktor utama penentu kesuksesan sebuah misi.

Pertama, target misi yang tidak enakan dan mudah sekali berkata iya pada siapapun yang berbaik hati padanya. Gadis culun Blora yang bertransformasi menjadi sarjana ekonomi metropolitan tapi ekonominya sendiri bernasib luntang-lantung tak jelas.

Kedua, perempuan usia 60 tahun keturunan ningrat yang telah teruji jiwa pantang menyerahnya sejak muda. Pantaslah beliau berhasil mengalahkan ratusan wanita berkelas lain dalam perlombaan merebut hati anak bapak presiden kala itu.

Kekerasan hati lelaki bernama Sagala bahkan tak sanggup mematahkan kesepakatan keduanya.

--------

Bu Roro menggenggam tangan Anin. Posisinya tak lagi berhadapan disekat meja. Tidak. Bu Roro benar-benar mengaplikasikan pelajaran melobinya. Bu Roro memilih duduk menyebelahi Anin di Bakerzin PIM. Dessy—asisten pribadi Bu Roro—terdiam di seberang meja. Berkonsentrasi menikmati duck breast pasta-nya. Pesanan menu telah lengkap dihidangkan. Namun, tak ada satupun yang berselera menyantap. Anin berminat. Sayangnya, di depan Bu Roro, Anin benar-benar tak berkutik. Makanan mereka terhampar dingin tak tersentuh.

"Saya mohon, Nin. Mama mohon ... kamu panggil Mama ya mulai sekarang?" pinta Bu Roro berbinar mencari arah pandang Anindita.

Anin masih menunduk. Memilin tangan yang basah oleh keringat dingin. Waktu dua minggu untuk bergalau-galauan ternyata belum memberikan Anin petunjuk. Sepertinya, Anin lupa jika ingin petunjuk haruslah shalat istikharah. Memohon pada Allah.

"Anin ... Anin takut sama Saga."

Bu Roro membelalakkan mata. Mengernyit tak paham. "Takut? Saga?" Lantas tawanya lepas. "Saga ngapain kamu memangnya?"

"Dia ... dia khawatir saya mengeruk harta Ibu."

Bu Roro berdecak sambil geleng-geleng. Kedua tangannya berpindah ke bahu Anin. "Lihat Mama, Nin!"

Anin mengangkat wajahnya.

"Setahu Mama, sejak dulu kamu anak yang baik. Apa pernah kamu ngeruk harta Mama waktu jadi guru Chan? Waktu Chan diam-diam ngajak kamu ke mall, saat Mama ke luar negeri, apa pernah kamu pakai uang jajan Chan? Kamu malah pakai uang kamu sendiri. Dan dari situ Chan akhirnya mau makan makanan kaki lima."

"Maaf. Itu karena saya takut Ibu tahu kami bolos main."

"Dan asal kamu tahu, Mama sudah bilang sama Pak Nan, kalau jajan apa-apa bisa pakai kartu debit yang ada di dompet Chan. Chan sendiri tahu. Jadi menurut Mama kamu bukan pengeruk harta."

"Saya takut dipecat kalau Ibu tahu saya temani Chan bolos."

"Bukan itu inti yang kita bicarakan sekarang. Mama malah merasa kehilangan kamu sejak tiba-tiba berhenti jadi gurunya Chan. Maksudnya, untuk hasil perubahan prestasi Chan, Mama belum ngasih apa-apa untuk membalas."

"Saya nggak-"

"Iya. Kamu nggak butuh balasan. Gaji sama beasiswa sudah cukup, kan? Mama bosan kamu selalu bilang begitu." Bu Roro mengusap lengan Anin. "Bantu Mama ya? Kali ini Saga ... " Bu Roro mengusap cairan bening di sudut mata. "Ah, bukan cuma Saga, tapi Mama. Mama butuh kamu. Karena mau gimana juga, Saga adalah permata hati Mama. Seperti Regi dan Chan. Mama udah nggak kuat melihat Saga seperti itu. Seperti kehabisan cahaya hidup, passion, keceriaan, senyum dia, godaan-godaan usil dia ke Mama, atau sikap nakalnya yang bikin Mama uring-uringan seperti dulu lagi, Mama kangen ... duh, kok Mama jadi sedih sih?"

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang