28. Bukan si Lemah

33.7K 4.7K 176
                                    

"Jadi saat Saga jatuh, kemungkinan tulang belakangnya terbentur parah di bagian sini ... sampai sini."

Dokter Reza menunjuk tepat pada susunan bawah rontgen tulang belakang Saga. Tangan Anin langsung dingin gemetaran. Diceritakan Din secara umum saja, Anin sudah menahan nafas. Masih beruntung dokter suaminya di Singapore langsung bercerita tentang perkembangan Saga yang semakin membaik. Tidak mengisahkan bagaimana kondisi Saga saat dirujuk ke sana pertama kali. Anin ingin mengangkat tangan. Cukup. Cukup di sini Anin mendengarkan Reza. Namun, Saga yang paham ketakutan Anin, langsung mengambil jemari dingin itu untuk digenggam.

Anin harus berani. Mendengar seluruh penjelasan Reza agar tidak kecewa begitu mengetahui laki-laki macam apa yang dinikahinya. Meski Mama Roro dan Bang Regi mungkin sudah memberi tahu bagaimana Sagala sebelum mereka menikah, Saga sendiri ingin memastikan Anin paham tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Nah, di sini dilewati saraf yang mengatur fungsi bagian panggul ke bawah. Kemih, percernaan bagian bawah, reproduksi, juga alat gerak alias kedua kaki Saga."

"Aku—"

Anin geragapan. Satu kata yang paling ditakutkan keluar dari mulut Reza adalah umur Saga yang tak lagi panjang. Semoga tidak. Anin ingin bilang stop pada Saga, tapi dipotong oleh pria itu.

"Dengarkan ya. Nggak pa-pa." 

Saga menepuk-nepuk punggung Anin.

"Oke. Lanjut?" tanya Reza santai. "Udah. Jangan tegang. Nggak semua buruk kok," hibur Reza sambil mengusahakan senyum. Jangan sampai dia bikin istri orang menangis. "Atau berita baik dulu nih?"

"Dari awal aja. Biar Anin paham."

"Oke, Boss! Lanjut ya?" Anin mengangguk. "Sedangkan ini rontgen kedua kaki Saga setelah operasi. Gue nggak usah kasih lihat yang sebelum operasi ya? Acak-acakan. Sumpah. Takut lo pingsan, Nin. Gue nggak habis pikir nih Kunyuk ngebutnya kayak gimana? Untung Allah masih baik sama dia," kekeh Reza. Saga mendelik memperingatkan hingga membuat Reza angkat tangan menyerah. "Oke, oke ... Gue serius."

Reza lantas menunjukkan foto perkembangan kesehatan Saga dari sejak bulan pertama, setengah tahun pertama, setahun, dua tahun hingga sekarang.

"Orthopedistnya bilang, cedera Saga ini berat. Bedah Saraf juga cuma bisa berserah setelah operasi semaksimal mereka mampu. Ada rekomendasi di US waktu itu, tapi kondisi Saga nggak memungkinkan terbang ke sana. Paling dekat ya Singapore yang kalian kunjungi kemarin. Kemungkinan terburuk, Saga akan lumpuh total, Nin. Juga sistem yang tadi gue sebut. Mungkin dia nggak akan bisa kontrol kencing, BAB, bahkan maaf ... kemungkinan kecil memberi nafkah batin seperti laki-laki normal lainnya. Tapi ..." 

Reza buru-buru memberi pengecualian sebelum Anin menangis memikirkan apa yang dialami suaminya. Bukan soal nafkah. Anin membayangkan begitu depresinya dia jika berada di posisi Saga.

"Tapi usaha kami menunjukkan hasil. Saga sudah berhasil mengontrol refleknya. Ya ... mungkin sesekali lost ya, namanya juga masih proses. Kami juga nggak bisa memastikan kembali normal." Anin mengangguk. "Kalau Saga menyerah, kakinya mungkin juga bakal udah sisa tulang aja gara-gara ototnya lemah nggak pernah dipakai. Lo lihat, kan? Kami berusaha menjadikan Saga pulih mendekati sedia kala. Kami mulai latihan berjenjang setelah memastikan tulang-tulang patahnya sembuh. Gue harap lo sebagai istri ... juga lo Saga ... sabar. Latihan kemarin, trainer gue bilang Saga udah ada pertambahan kekuatan otot. Gue nggak mau janji apa-apa. Latihan tetap jalan, selama suami lo ini nggak menyerah dan bilang berhenti."

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang