'kakak' ?

268 11 0
                                    

Pagi yang cerah, Tata membuka matanya perlahan.. Menyesuaikan dengan cahaya matahari pagi dari jendela kamarnya.

Aneh.. Bukannya semalam, gorden jendela tertutup rapat.

"astaga!!"

Pekik wanita itu, kilasan balik kejadian semalam tiba-tiba masuk ke otaknya. Dia langsung menyingkap selimut dan bergegas menuju pintu kamar. Setelah berhasil membuka pintu tersebut, wangi masakan menyambutnya lebih dulu

"Dareen,, apa yang pria itu lakukan.."

Langkah kaki terdengar semakin dekat, Dareen yang menyadari Tata telah bangun membalikkan badan menatap kearah wanita itu.

"selamat pagi"

"apa yang kau lakukan dengan dapurku?" pekik Tata. Wanita itu dengan cepat melangkah lebih dekat pada Dareen yang hanya menyengir tanpa bersalah sedikitpun

"memasak sarapan" tunjuk pria itu pada meja makan, Tata kehilangan kata-kata.. Apalagi melihat sarapan yang dimaksud oleh pria itu.

"sandwich dagin dan susu.. Tapi.. Tapi.. Kenapa dapurku seperti kapal pecah?" ucap Tata lirih

Dareen yang memang tidak mendengar perkataan wanita didepannya, hanya tersenyum. Menyeret pelan tubuh wanita itu untuk duduk di kursi meja makan.

"cobalah"

Tata sedikit ragu, ia perhatikan lebih dulu bentuk sandwich tersebut. Sejujurnya makanan tersebut tidak buruk, bahkan dapat dikatakan lumayan.

Dia mencoba menggigit, mengunyah dengan pelan.. Di sisi meja tepat dihadapannya, Dareen terlihat harap harap cemas

"bagaimana?"

"enak.." ucap Tata Jujur. Dareen tersenyum senang, pria itu langsung lega mendengar penilaian Tata. Tanpa diperintah, dia langsung melahap sarapannya.

"kalau kau suka, aku bisa datang untuk membuatkan sarapan seperti ini setiap pagi" Tata menggeleng cepat, apalagi setelah tatapan wanita itu melihat kekacauan didapur tepat dibelakang pria itu

"tidak.. Tidak perlu.. Maksudku, aku biasanya sarapan di resto milikku.. Ya.. Hehe" Dareen sempat mengerutkan kening bingung, tapi pria itu tak memusingkannya

"baiklah, kalau nanti kau ingin.. Tinggal menghubungiku yah?" Tata mengangguk cepat

"ngomong-ngomong, mm.. Semalam.. Itu.."

Dareen tersenyum "aku sudah melaporkan masalah kemarin ke kantor polisi, termasuk pemukulan semalam"

"apa!!" Dareen menatap bingung wanita didepannya

"aku pikir, kau tidak sebaik itu untuk melepaskan Marissa dan sahabatnya"

"tidak.. Maksudku, yang semalam.. Apakah kau melaporkannya juga? Wanita hamil itu?"

Dareen mengerut "dia hamil??"

"Iya.. Dia hamil besar, astaga.. Jangan bilang dia sudah dibawa oleh polisi"

"tentu saja, keluarga Kak Edward memiliki firma hukum terbaik disini. Beberapa menit yang lalu, mereka baru saja selesai mengurus berkas tuntutan dirimu pada mereka semua"

Tata langsung berdiri, melangkah ke kamar untuk mencari handphonenya. Setelah sadar dia tidak menghiraukan handphone nya kemarin, Tata memilih melalang kah kembali ke ruang makan.

"aku harus pergi, maksudku.. Aku harus membeli handphone baru untuk menghubungi seseorang untuk.. Apa itu?" Dareen tersenyum, menggeser benda pipih diatas meja kearah Tata

"handphone mu, orangku berhasil memperbaiki tanpa kekurangan sedikitpun. Datamu tetap aman" Dareen tersenyum setelah mengatakan kalimat itu, Tata terpaku.

"em.. Terimakasih" Dareen mengangguk, senyum pria itu merekah sangat manis.

"tunggu.. Apa yang.. Kau.." Dareen menunjukkan tatapan penuh tanya "ada apa?"

"apa yang kau lakukan, maksudku story mu.. Dan tunggu, Scandal Marissa.. Apakah.. Kau yang melakukan semua ini?" tunjuk Tata pada handphonenya
Dareen hanya mengangkat bahunya acuh, pria itu memilih sibuk dengan susu di hadapannya.

"habiskan sarapanmu" tanpa diperintahkan dua kali, Tata duduk dan kembali melahap sarapannya, tapi seperti baru teringat akan sesuatu wanita itu kembali fokus pada Dareen yang sejak tadi tidak meninggalkan wajahnya

"soal wanita semalam, Wanita hamil yang menamparku"

"aku tau, dia salah orang kan?"

"kau mengetahuinya, tapi kenapa tetap melaporkan wanita itu?" Dareen tersenyum, pria itu mengulurkan tangan kanan kearah bibir Tata. Mengusapnya pelan, sedang wanita itu terpaku

"ada bekas susu,kau seperti anak kecil saja" Dareen tertawa geli, sedang Tata berdehem. Menetralkan degupan jantungnya.

"terimakasih, tapi.. Kau belum menjawab pertanyaanku"

"soal itu, dia tetap harus mempertanggung jawabkan perbuatannya"

"tapi, aku tidak mempermasalahkan.."

"aku yang tidak setuju" potong Dareen, pria itu kembali mengulurkan tangan menyentuh pipi Tata yang masih terlihat memerah. Bekas tamparan semalam

Dareen menatap lurus tepat kearah mata Tata. Tajam dan menusuk

"kakakku di tampar, tepat didepan rumahnya sendiri. Bersyukur aku memiliki seseorang yang dapat membantu melihat cctv"

Tata sempat tertegun, bukan tentang tamparan atau betapa mudahnya pria itu mendapatkan akses ruang keamanan CCTV.

Kakak?

Mengapa hatimu tercubit mendengar panggilan itu?

Bukankah kau sendiri yang pertama kali mencetuskan panggilan tersebut untuk hubungan kalian?

Dareen tersenyum, kembali melahap makanannya.

Kau sepertinya sudah gila, Renata..

Dareen || #6 Loving Her Series ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang