Ex - 1

785 61 0
                                    

Panas sekali. Sangat mengantuk. Sangat ramai. Memusingkan. Lapar. Itulah yang kurasakan saat ini. Dan pada hari ini aku harus berhemat untuk biaya transportasi pulang nantinya. Aku menatap jam dinding pada kantor tempat dimana aku melakukan kerja praktek. Masih ada 30 menit sebelum jam istirahat.

Antrian masyarakat masih ada 15 antrian dari 50 antrian. Bukankah itu banyak? Aku berada pada bagian antrian, selain memberikan nomor antrian, aku mencoba menjawab dan mengarahkan masyarakat yang datang bertanya mengenai hal-hal yang mereka urus. Baik itu tentang pencatatan sipil, akta kematian, akta kelahiran, legalisir dokumen, dan sebagainya. Itu benar-benar menguras tenagaku tiap harinya. Jadi tiap malam aku selalu tidur pada pukul 9 malam. Lebih awal, bukan?

Entah mengapa, hari ini aku rasanya sangat ingin makan ayam kentucky. Ketika ada beberapa masyarakat bergender perempuan datang meminta nomor antrian, aku mengarahkan mereka dengan ramah.

"Rasya?"

Sepertinya ada yang menyebut namaku dengan nada yang lumayan pelan. Tetapi aku mendengarnya, hingga aku mengalihkan tatapanku dan menatap sosok wanita berkacamata berdiri menatapiku sambil memegang berkasnya.

Sepertinya tidak asing, apa dia Kayra? Tapi apa yang dia lakukan disini? Bukankah ia berdomisili di Jakarta? Dan juga...sudah 5 tahun berlalu dan kami tidak pernah berkomunikasi lagi...

Aku mencoba mencairkan suasana di antara kami berdua.

"Apa yang akan ibu urus? Silahkan duduk dan tunggu nomor antriannya," ucapku dengan nada yang ramah.

Tetapi ekspresi Kayra tiba-tiba menjadi datar dan ia hanya diam duduk menunggu nomor antriannya kuberikan.

Srek!

Aku merobek antrian dari mesinnya dan melihat nomor tersebut sejenak. 55. Aku pun memberikan nomor tersebut kepada Kayra. Dia menerimanya, namun sebelum meninggalkan loket antrian, dia berkata, "Saya tidak setua itu untuk dipanggil 'ibu' olehmu." dengan tatapan yang sinis yang membuatku hanya bisa meneguk ludah sendiri dan memberikan full senyum kaku ke arahnya.

"Dia kenapa?" tanya kak Maya yang merupakan, mahasiswa yang mengikuti program magang Kampus Merdeka selama enam bulan.

"O-ohh dia sepertinya tersinggung karena kupanggil 'ibu' barusan,," jawabku dan membuat kak Maya tertawa pelan.

"Tampangnya saja tidak seperti ibu-ibu, harusnya kau memanggilnya kakak saja, hahaha!" lucu kak Maya dan aku hanya membalasnya dengan tawa tertahanku.

Tanpa sengaja aku melirik dan melihat Kayra menatap dengan tatapan tajam ke arahku.

Apa aku melakukan kesalahan??

Aku memperhatikan Kayra ketika ia masuk ke dalam kantor lalu duduk pada berhadapan dengan petugas di loket 9. Aku beberapa kali ketahuan olehnya sedang menatapinya. Aku hanya penasaran ia mengurus apa di kantor dinas daerahku. Ketika selesai, aku pun tahu jika ia mengurus surat pindah penduduk. Dia berdiri kemudian berjalan sambil memegang amplop panjang berisi surat pindah itu. Ia sekilas menatap ke arahku lalu menyeringai dengan seringai yang tipis ke arahku.

"Kurasa dia orang yang pendendam, hayoo Sya, pasti bakal dilabrak tuh kalau keluar dari lingkungan kantor," ucap kak Maya mencoba menakut-nakutiku.

Aku hanya bisa cemberut menanggapi perkataannya itu. Sebenarnya mungkin aku akan dilabrak oleh Kayra, tapi tidak tahu dilabrak kayak gimana.

Ketika tepat jam 12 siang, aku keluar dari kantor. Rencananya aku akan membeli roti saja untuk makan siang. Tetapi ketika aku baru lima langkah saja melangkahkan kedua kakiku pada halaman depan kantor, aku melihat mobil avanza berwarna merah berhenti tepat di seberang jalan raya. Karena kaca mobil yang tertutup, aku menghiraukan keberadaan mobil itu lalu menyeberang saja, melewati bagian belakang mobil merah itu.

"Kak, roti menteganya dua ribu satu, kan?" tanyaku memastikan kembali kepada seorang laki-laki yang menjaga kios tersebut.

"Iya dua ribu," jawabnya dan aku memberikan uang pas kepadanya.

"Yakin bisa kenyang?" pertanyaan dari suara yang kukenal bergema dalam pendengaranku.

Aku berbalik dan melihat Kayra dengan wajah datarnya menatap ke arahku sambil berpangku tangan. Dia pun berjalan menghampiriku lalu memegang pergelangan tanganku.

"Ikut aku" ucapnya dan menarikku ke arah mobilnya.

Aku hanya bisa diam. Otakku tak mampu memproses kejadian yang baru saja terjadi.

Brak!

"Eh?" aku baru sadar ketika aku sudah berada dalam mobil Kayra, tepat pada posisi penumpang di samping posisi pengemudi.

"Ka-Kay..?" panggilku dengan nada yang ragu.

"Aku tidak terima, Sya. Aku juga gak bisa ngebiarin kamu seenaknya bermain hati. Good girl? You're bad girl in the body of good girl. Aku sengaja pindah kemari agar aku bisa menemukanmu, dan aku tak menyangka bisa menemukanmu secepat ini, hehehe..." Kayra mengatakannya dengan wajah yang serius sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Apa maksudmu?" tanyaku di tengah keheningan kami berdua.

Aku tidak tahu Kayra akan membawaku kemana. Tapi perkataannya itu benar-benar menusuk hatiku. Apa selama ini aku bukan anak yang baik-baik? Aku selalu bersikap baik di depan banyak orang, mencoba menolak dengan lembut, tak tega membebani orang lain, tidak terlalu banyak bicara bahkan tidak mendebatkan sesuatu dalam waktu yang lama, aku bahkan tidak egois. Jadi apa maksud perkataan Kayra itu?

Apakah ini berkaitan dengan masa lalu kami?

"Aku membaca pesan terakhirmu. Kamu meminta maaf. Benar-benar anak yang labil. Setelah mempermainkan perasaanku sekian lamanya saat itu, kamu baru menyesal ketika aku tidak pernah aktif lagi, bukan?"

Deg!

Entah kenapa, hatiku terasa sakit. Seperti sedang patah hati. Tetapi aku merasakan jika jantungku sedang berdegup tak karuan saat ini ketika mendengar suara Kayra yang keluar dari bibir tipisnya.

Tiba-tiba saja Kayra menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dimana tidak ada terlihat pemukiman.

Klik!

Bunyi sabuk pengaman yang terlepas.

"Kay.." suaraku terdengar sangat pelan ketika wajah Kayra terlihat begitu dekat dengan wajahku.

Cup

Aku diam membeku ketika bibirnya yang tipis nan kenyal menempel pada bibirku.

"Rasya..aku sangat ingin menemuimu. Meski kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Tetapi, kamu maupun aku tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun, jadi...bolehkah aku...menghabiskan waktu bersamamu selama yang kamu bisa?"

Perkataan itu keluar dengan raut wajah yang penuh akan kesedihan. Sakit..aku merasa sakit melihat raut wajahnya. Aku...tidak tahu apa yang harus kulakukan untuknya..

"Sya..? Kamu, kamu kenapa nangis? Kamu gak suka aku bersamamu? Aakuu,,kamu tenang aja, aku bakal pergi jauh dari hidupmu, gak akan ganggu hidupmu lagi, jadi kamu---mmmnhh?"

Cukup.

Aku menyerah.

Aku..aku gak mungkin melewatkan kesempatan ini. Aku akan memeluk, mencium, memanjakannya, membiarkan kupu-kupu di perutku selalu berterbangan.

Aku kaget ketika Kayra membalas ciuman asalku bahkan mulai melumat bibir atas maupun bawahku. Ciuman pertamaku. Ciuman pertamaku adalah dengan Kayra. Entah mengapa aku tidak keberatan.

Krunyuk~

Kegiatan ciuman kami berhenti ketika mendengar suara perutku yang keroncongan.

"Ah-ehem, kamu-kamu mau makan dimana?" tanya Kayra dengan kedua sisi pipi yang terlihat masih memerah.

Kali ini ia menatap dengan lembut ke arahku.

"KFC, belikan!" jawabku dan Kayra hanya tersenyum lalu menepuk pelan puncak kepalaku.

"Baiklah, untuk kesayanganku akan kubelikan." ucap Kayra lalu mulai melajukan mobilnya kembali menuju restoran KFC.

It's About Yuri StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang