Aku...Salsa. Aku adalah gadis dengan kehidupan normal. Kehidupan yang berkecukupan. Keluarga yang lengkap. Tak ada beban yang berarti. Hanya memikirkan tentang sekolah.
Pagi sampai sore sekolah. Malam berdiam diri dirumah. Nonton acara TV, makan bersama mama dan papa. Belajar sebentar. Itulah yang selalu kulakukan.
Hingga suatu sore aku melihatnya.
Hanna. Murid yang selalu ceria meski telah kehilangan kedua orang tuanya. Terlihat dengan tatapan kosong di pinggir jalan. Menatap ke arah jalan tanpa berkedip. Surai hitam yang ia gerai terlihat bergerak, ditiup oleh angin sore.
Tap
Dan mulai berjalan. Masih dengan tatapan kosong itu.
Tiiiinnn!!!!
Waktu itu. Mataku terbelalak. Tanpa sadar aku mengambil langkah.
Lebih cepat!
Lebih dari batas yang kumiliki!
Tak!
Aku menarik tangan Hanna dan langsung mundur ke pinggiran jalan kembali. Dan tubuhku langsung terduduk, membiarkan tubuh Hanna ikut terduduk meski menindih tubuhku.
"Hah..syukurlah.."
Aku bernafas dengan lega. Aku bersyukur. Karena aku makhluk sosial, tak mungkin aku membiarkan seseorang mati begitu saja di dekat ku ketika aku masih bisa meraih mereka.
Mama selalu mengatakan untuk menolong orang yang masih bisa kuraih.
"Apa...yang kau lakukan?"
Huh? Pertanyaannya itu..
"Ah?"
Aku tak menyangka itu yang akan keluar dari bibirnya.
Hanna langsung bangkit berdiri. Ia menoleh dan menatap ke arahku yang masih terduduk. Menatap dengan tatapan tak suka.
"Lain kali jangan lakukan itu. Jangan hentikan aku. Jangan halangi takdirku untuk mati."
Apa? Apa yang dia katakan barusan?
"Apa..apa kau ingin menyambut kematian itu dengan penuh sukacita?"
Dan apa yang kupertanyakan barusan. Itu keluar begitu saja.
Hanna tertegun. Namun tak lama setelahnya ia membuang mukanya.
"Masih ada hari esok."
Hanna pergi, meninggalkanku tanpa mengucapkan kata 'terima kasih'.
Apa aku harus menyesal karena telah menolongnya? Tapi, kenapa bisa dia begitu?
"Jika kau memang segitunya ingin mati..harusnya kau tersenyum, Hanna."
Kurasa pikiranku mulai aneh.
Keesokan harinya masih sama. Kegiatanku begitu saja. Ada satu kegiatan baruku di sekolah. Yaitu menatap Hanna yang terlihat begitu enerjik, sedangkan kemarin sore terlihat lemah seakan tak ingin hidup. Tapi ketika pulang sekolah, aku memiliki kegiatan baru lainnya. Itu adalah mengikuti Hanna.
Aku mengikutinya dalam jarak 10 meter. Mataku benar-benar kufokuskan pada punggung Hanna. Sekali aku lengah, ia bisa saja menghilang.
Aku bingung.
Kenapa aku melakukannya?
Ini bukan seperti diriku yang biasanya. Aku mulai penasaran pada sisi lain dari Hanna.
"Dia belok."
Aku bergumam sambil terus berjalan mengikutinya. Hanna memasuki sebuah gang yang sepi. Ketika ia berbelok dan aku mendekati belokan gang. Aku mendengar beberapa suara berat. Beberapa pria dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's About Yuri Story
General FictionBerisi cerita-cerita pendek tentang yuri atau girls love. Warning! GL Area! Random Update!