Second Life 1

440 38 8
                                    

Tuk

"A.."

Netra coklatku melebar. Tubuhku terjun dengan begitu saja usai didorong olehnya. Tubuh mungil ini mampu merasakan desiran angin. Suhu yang semakin dingin dimana aku semakin menjauh dari tebing.

Byurrr

Dingin.

Jleb!

Rasa dingin bercampur rasa hangat dari reaksi tubuhku ketika tertusuk. Wanita itu..bahkan memperkirakannya dengan baik. Dengan begini aku benar-benar telah mati di tempat.

Kebahagiaan.

Bagaimana dengan kebahagiaan anak perempuanku satu-satunya?

Gabriel..maafkan mama yang akhirnya ingkar.

Sinar kehidupan dalam mataku..perlahan menghilang. Dalam sungai..dikelilingi merah pekat yang keluar dari tubuhku sendiri. Tombak besi yang menusuk, menembus dadaku.

Aku sudah berakhir.

.

.

.

.

Itulah yang kusimpulkan.

Nyatanya...

"Hahhh!!"

Aku masih bisa bernafas..walau harus tersengal-sengal.

"Kebahagian Ariella cukup sampai disini saja, ya. Sekarang adalah waktuku untuk meraihnya!"

Tidak apa-apa jika kebahagiaanku ia renggut.

"Uhuk, uhuk."

Aku berjalan, sekuat tenaga menggerakkan tubuhku yang basah kuyup ke arah tepian. Kukepalkan kedua telapak tanganku, mengingat putriku, Gabriel.

Tapi aku tak akan membiarkan ular licik itu menyakiti anakku.

Tetes-tetes air menetes dari pakaianku yang basah kuyup. Kudekatkan tubuhku ke arah air sungai. Lebih tepatnya kepalaku.

Dan betapa tercengangnya aku ketika melihat sosok asing dari pantulan air sungai.

Clang!!

Kupukul air sungai itu sekali. Membiarkannya kembali tenang. Sekali lagi, kudekatkan tubuhku.

Kembali terlihat...bahkan netra ini pun berbeda.

"Sejak kapan coklat berubah menjadi violet.."

Hanya warna surai yang masih sama.

Hitam pekat.

Aku melorotkan tubuhku tanpa sadar. Lemas mengetahui jika aku sekarang berbeda. Jelas-jelas aku sudah mati. Rasa sakit yang tak pernah kulupakan. Perih yang luar biasa.

"Apa yang harus kulakukan selanjutnya..?"

Aku berpikir, hembusan angin akhirnya mengingatkanku pada rasa dingin.

"Benar juga, pertama, aku harus mencari rumah pemilik tubuh ini.."

Perlahan aku berdiri. Menunggu beberapa saat agar tubuh ini yakin bisa kugerakkan. Setelah itu, aku berjalan mengikuti jalan setapak. Lama berjalan, sekitar 5 menit, netra violetku melihat sebuah rumah berbahan kayu tak jauh dari posisiku berada.

Woff!

Suara anak anjing terdengar dari depan. Aku memperjelas penglihatanku, dapat kulihat seekor anak anjing kampung berlari ke arahku.

Woff! Woff!

Entah mengapa, aku langsung berjongkok dan menyambut anak anjing ini. Anak anjing ini langsung terdengar manja dan menjilat-jilati tanganku yang tengah mengelusnya.

It's About Yuri StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang