Owari? - 1

479 32 6
                                    

Srett!

Jleb!!

Deg!

Netra hijau emerald tersebut melebar. Dalam netranya terpantul penampakan wajah dari sosok manusia yang telah menghalangi anak panah yang diarahkan ke arahnya.

"Romeda sensei.."

Sosok tersebut hanya tersenyum tipis. Netra hitam legamnya nampak menatap penuh kehangatan ke arah sang pemilik netra hijau emerald tersebut. Jejak darah masih terlihat dari mulut Romeda.

"Tu.an.putri..Saya ra.sa..sudah saatnya Saya memberikan yang tersisa pada diri Saya.." ucap Romeda pada sang tuan putri.

Sang putri menggelengkan kepalanya. Jika Romeda melakukannya, otomatis Romeda akan lenyap dari hadapannya. Ia tak menginginkannya. Ia tak rela jika pujaan hatinya lenyap begitu saja. Ia bahkan belum menghabiskan malam yang intens bersama sang pujaan hati. Padahal tahun ini umurnya sudah 18 tahun. Ia sudah pantas untuk melakukan hal-hal yang intim bersama sang guru.

"Romeda sensei..jangan lakukan, jika Anda benar-benar mencintai Saya, tolong tetaplah berdiri di samping Saya!" ucap sang tuan putri menatap penuh harap kepada Romeda.

Matanya terlihat mulai berair. Romeda terlihat menghela nafasnya. Tak ia sangka ia malah jatuh cinta di tempat yang salah. Pada orang yang salah. Dan ia sangat menyukai kesalahan tersebut.

Sring!

Dengan chakra yang tersisa, Romeda memindahkan tubuhnya dan tubuh sang tuan putri, sedikit menjauhi medan perang. Ke tempat yang setidaknya bisa ia gunakan menghabiskan sisa waktunya bersama sang tuan putri.

Shaa

Di malam hari, bulan purnama terlihat begitu sempurna. Terlihat air terjun. Dalam air terjun tersebut, terdapat sebuah gua. Dan gua tersebut terlihat bercahaya, seakan ada yang menempati.

"Haah.."

Dua orang manusia bersurai hitam dan hijau cerah terlihat tengah bercumbu. Ya, mereka berdua. Romeda dan putri Vazetta. Pada akhirnya Romeda menuruti keinginan putri Vazetta. Menghabiskan malam intim yang mungkin akan menjadi malam terakhir bagi keduanya.

Perban terlihat melilit pada punggung Romeda. Yang tersisa pada tubuh Romeda hanyalah celana kain hitamnya. Penampilan putri Vazetta terlihat begitu berantakan di bawahnya. Pakaian yang menempel pada tubuh putri Vazetta terlihat sudah berantakan. Bahu yang terekspos, dua buah gunung yang terlihat menyembul dari dalam. Dan selangkangan yang tereskpos.

Romeda meneguk salivanya. Ia mengabaikan rasa sakit pada punggungnya. Wanita itu hanya akan fokus untuk mencintai sang putri secara mendalam.

"Sensei..apa tidak apa-apa? Punggung sensei pasti terasa sakit karena banyak bergerak.." ucap putri Vazetta dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

Romeda yang mendengarnya hanya tersenyum tipis. Ia menunduk lalu mengecup sekilas bibir putri Vazetta.

"Selama itu untuk Anda, Saya akan mengabaikan rasa sakitnya," ucap Romeda di dekat bibir putri Vazetta.

Dan akhirnya putri Vazetta lepas kendali. Meluapkan perasaan cintanya, mendesahkan nama sang pujaan hati sepanjang malam, membiarkan tubuhnya dipenuhi dengan tanda cinta dari sang pujaan hati. Matanya, hanya selalu tertuju pada Romeda. Sosok penyelamat sekaligus gurunya. Guru yang telah mengajarkan banyak hal dalam hidupnya. Wanita kuat yang sering ia goda beberapa tahun terakhir ini.

"Aahh~"

"Emmm"

"Yahh Romehh"

"Ouhhh lebihh dalam senseihh!"

It's About Yuri StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang