Kau Bisa Membuktikannya?

649 84 9
                                    

Halo semuanya, aku kembali ....
Jangan lupa vote dan komentnya ya.

I love you kesayangan semua ^^

***
Tanpa terasa satu bulan telah berlalu sejak mimpi buruk itu terjadi. Dan sejak saat itupula Hera berada dipondok kecil, seorang diri tanpa siapapun.

Seminggu setelah tinggal dipondok itu datang seorang pelayan dari kediaman lamanya, membawa sebuah karung dan melemparnya begitu saja, seperti sampah.

Ternyata, karung itu berisi seluruh pakaian yang sebenarnya sudah tidak layak pakai. Tapi karena dirinya tidak pernah mendapat pakaian baru kecuali almarhum Camelia yang membelikan, pakaian-pakaian itu sangat berharga.

Untungnya Hera bisa merajut dan menjahit, pakaian yang robek bisa ditambal agar tetap bisa di gunakan. Sepanjang hidupnya, Hera belum pernah mendapat pakaian baru sesuai keinginannya, memilih langsung dari toko atau tukang jahit.

Dia tidak punya hak untuk mendapat keistimewaan itu.

Tapi tidak masalah, pakaian yang dibelikan bibinya selalu bagus, baik bahan ataupun modelnya. Meski senang dengan pakaian baru, Hera selalu melarang bibinya membelikan pakaian-pakaian itu karena tahu anggota keluarga lain tidak menyukainya.

Bahkan ayahnya pernah mengancam bibinya akan mengurangi jatah bulanan kalau masih terus membelanjakannya. Dasar bukan orang yang pantang menyerah dan mudah diancam, bibinya tetap melakukan apa yang di senanginya.

Bibinya memang sekeras kepala itu, mungkin karena tahu sangat di sayang jadi tidak takut akan apapun. Berbeda dengannya, bernapas saja salah.

Dari semua pakaian yang di kirimkan, ada kotak yang berisikan alat rajutnya, masih lengkap dengan benang dan jarum. Hera tahu siapa yang menyelipkan benda itu diantara pakaian-pakaian lusuhnya.

Pasti bibi Mete, pengasuh sekaligus pelayan pribadi almarhum bibinya, Camelia. Selain dengan bibinya, Hera memiliki hubungan baik dengan pelayan pribadi bibinya itu.

Bibi Mete bersikap baik meski tidak hangat, wanita berusia lima puluh tahun itu selalu menuruti apa yang bibinya inginkan, termasuk perduli padanya.

Cuma bibi Mete yang tidak menyalahkannya atas kejadian yang menimpa bibi tersayangnya. Tapi apa daya, wanita itu tidak memiliki kekuatan untuk menolongnya.

Hera ingat sehari setelah meninggal bibinya, bibi Mete mencoba menjelaskan pada seluruh anggota keluarga bahwa kecelakaan itu bukan salahnya.

Tapi tidak satupun mau mendengar, bibi Mete justru mendapat ancaman dan perlakuan buruk. Memang seperti itu, setiap orang yang bersikap baik padanya maka akan di musuhi, kecuali almarhum bibinya.

Tak heran kalau semua orang tidak ada yang baik padanya, baik keluarga maupun pelayan. Dari desas desus yang pernah di dengarnya, alasan mereka membencinya bukan semata-mata karena ibunya meninggal saat melahirkannya, tapi juga karena dia seorang perempuan sementara ayahnya sangat ingin anak laki-laki.

Dan menurut desas desus itu juga, kalau seandainya dia terlahir sebagai laki-laki kemungkinan besar tidak akan di perlakukan seperti ini.

Karena anak laki-laki merupakan berkat besar dalam suatu keluarga. Begitulah pola pikir manusia.

Hera telah selesai mencuci pakaian-pakaian terakhirnya, dia menjemur semua pakaian itu didalam hutan agar tidak mencolok. Halaman belakangnya dapat dilihat para pekerja yang membersihkan sekitar.

Saat para pekerja bekerja, Hera memilih diam dalam rumah, tidak beraktifvitas sama sekali. Tujuannya agar tidak bertemu tatap atau mendapat hinaan.

Jadi, dia memilih mengerjakan semua pekerjaannya saat malam hari, kalau mencuci dia lakukan subuh, sebelum ada manusia yang beraktifvitas.

Untuk bahan pangan, ada yang mengantarnya setiap minggu. Hera menghemat bahan makanan tersebut agar tahan sampai minggu berikutnya, karena jumlah yang diberi tidak akan cukup jika makan seperti biasa.

Minggu ini jauh lebih baik, bahan makanan diantar beserta bumbu dapur, masakannya tidak lagi hambar. Entah siapa yang memasukkan bahan dapur satu itu, yang jelas Hera berterima kasih untuknya.

Untuk satu hal lagi Hera merasa sangat beruntung, pria itu tidak pernah datang menemuinya. Dari semua hal, itu yang paling di syukuri Hera.

Hera merasa bersalah pada calon suami bibinya itu, karenanya bibinya meninggal dan pernikahan tidak berlangsung. Seumur hidup, Hera tidak akan bisa menebus kesalahannya ini.

Tanpa sadar airmatanya menetes.

Hera ingat tentang calon pamannya itu saat pertama kali bertemu tatap dengan bibinya. Sorot matanya penuh kasih sayang, dia ada disana waktu bibi dan pria itu bertemu untuk pertama kali.

Tidak pernah ada sapaan hangat untuknya sejak pertama bertemu, tapi pria itu tidak pernah mempermasalahkan keberadaannya. Selama bibinya senang, pria itu pasti menurutinya.

Dia salah satu orang yang paling bahagia dengan hubungan itu, berharap keduanya cepat bersatu lalu dirinya bisa pergi jauh dari keluarga itu.

Karena percobaan bunuh dirinya selalu gagal, Hera berencana pergi setelah bibinya menikah. Bibinya tidak mungkin melarang disaat setelah memiliki suami.

Pasti suaminya memberi pengertian pada bibinya, itulah yang Hera pikirkan.

Terdengar ketukkan keras dari pintu rumahnya, segera dia menyeka airmata lalu beranjak dari tempatnya untuk membuka pintu. Seorang pelayan pria melempar sebuah karung berwarna coklat.

"Terakhir." Tanpa menunggu jawaban Hera, pelayan itu langsung pergi.

Hera menyeret karung tersebut masuk kedalam rumahnya, karung tersebut berisi pakaian tidur milik bibinya. Hera ingat semua gaun tidur bibi kesayangannya itu.

Pakaian-pakaian ini akan menjadi miliknya jika sudah dua bukan bibinya pakai. Syarat dari ayahnya jika bibinya ingin memberikan pakaian bekas padanya.

Begitulah dia hidup sedari kecil, selalu mendapat barang bekas milik bibinya. Tidak hanya pakaian, aksesoris dan alat rias juga begitu.

Lagi-lagi bibi Mete menyelipkan barang yang di butuhkannya, selimut tebal milik bibinya. Sepertinya bibi Mete tahu kalau dirinya tinggal sendiri, maka itu mengirimkan semua ini.

**
Matahari tampak malas menyinari estat milik Edmund, sepanjang hari langit gelap dan berkabut padahal sebelumnya tidak pernah begini.

Karena itu, semua menuding Hera-lah penyebab cuaca di estat seperti ini. Ada laporan juga dari petani gandum kalau ladang mereka diserang hama secara tiba-tiba, dan ini belum pernah terjadi juga.

Mereka semakin keras menyudutkan sipembawa sial.

Edmund saat ini tengah berada ditempat biasanya dia menerima seluruh penyewa estat, letaknya tepat ditengah seluruh tanah miliknya. Bangunan batu yang sangat sederhana, hanya pas ditempati satu atau dua orang.

"Tuan, pasti semua ini karena kutukkan. Tolong singkirkan dia." Seorang penyewa secara berani mengutarakan hal itu pada Edmund.

"Kau bisa membuktikannya?" Wanita paruh baya itu langsung tergagap.

"Bukankah sudah terbukti? Estat ini tidak pernah dilanda masa kesulitan seperti ini. Dunia tahu betapa suburnya lahan milik anda, disaat semua orang mengalami kesulitan, hanya anda yang tetap stabil. Tapi sekarang, justru sebaliknya, kami yakin semua ini pasti karena sipembawa sial itu." Bela penyewa lainnya.

"Kalau begini terus kami khawatir tidak bisa membayar sewa pada anda. Perut kami juga terancam kelaparan."

"Baru dua hari mengalami kesulitan sudah mengeluh. Sudahkah kalian pastikan lahan itu bersih sebelum digarap baru? Aku menemukan beberapa hal mengerikan dikebun-kebun itu."

Para penyewa mulai saling pandang.

"Menjijikkan." Umpatnya sebelum masuk kedalam bangunan batu tersebut.

"Pindahkan dia keutara." Perintah Ed pada Polo.

"Utara?" Ulang Polo.

Utara bagian terjauh estat, tidak ada yang pernah kesana kecuali tukang bersih-bersih. Tempat itu lebih mirip hutan belantara meski terawat.

Dan untuk sampai ketempat itu butuh perjalanan selama satu jam kalau menggunakan gerobak dorong.

Edmund menaikkan pandangan, "tuli?"

SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang