"Jangan cemas, kita akan meninggalkan tempat ini dengan aman." Hera mengangguk kecil dengan harapan yang tidak terlalu besar. Sebab ingatannya kembali kepercakapan pria yang duduk disampingnya dengan sosok itu.
Mendadak Hera kembali ketakutan, keraguannya kembali merayap hatinya. Takut kalau akan terjadi sesuatu pada pria ini dan temannya, Hera juga ingat bagaimana temannya ketakutan setengah mati karenanya.
Hera ingin mengatakan sesuatu tapi tidak berani, apa yang harus dilakukannya sekarang? Melarikan diri dari pria ini setelah melewati perbatasan? Bagaimana sebelum itu dia tertangkap? Bagaimana kalau didepan sosok itu sudah menghadangnya?
Bayangan buruk saat dirinya akan di lecehkan kembali berputar, tubuhnya mendadadk menggigil kedinginan. Sorot matanya sangat ketakutan dan Zavion menyadarinya.
"Hei, tenanglah. Jangan memikirkan sesuatu yang membuatmu takut. Percayalah padaku kalau semua akan baik-baik saja." Tepat setelah Zavion mengatakan itu kereta berhenti dengan keras sampai tubuh mereka sedikit terguncang.
Hera tidak mendengar apa yang Zavion katakan, tubuhnya mengkerut seperti bayi dalam kandungan, menggigil ketakutan. Airmata tidak dapat ditahan, mengalir dengan deras walau tanpa suara.
Hera sudah terlatih menangis dalam diam.
Norman mengetuk keras pintu kereta, Zavion beralih dari Hera dan sedikit membuka pintu, "didepan ada pemeriksaan. Kusir kereta ini mengatakan kalau ada pemeriksaan, penumpang bisa bersembunyi dilantai kereta."
Zavion menginjak lantai dan benar ada ruangan didalamnya, dia dan Hera bisa bersembunyi disana.
"Tidak ada waktu! Cepat lakukan!"
"Bagaimana denganmu? Mereka pasti tahu kau bukan kusir yang sebenarnya."
"Kau lupa aku jago menyamar, jangan risaukan aku. Sekarang ini kita harus memikirkanmu dan dia, kalau tertangkap, semua usaha sia-sia! Cepat!" Seru Norman dengan tetap menjaga suaranya.
Zavion mengangguk lalu melakukan apa yang Norman perintahkan, menarik papan lantai yang ternyata ada ruang dibawahnya. Untuk pertama kalinya Zavion tidak mengumpat para penyelundup, disaat seperti ini sangat berguna.
"Masuklah," ucap Zavion lembut pada Hera. Hera menggeleng lemah tapi kemudian mengangguk. Dia tidak bisa melibatkan orang lain dalam masalahnya.
Setelah melewati perbatasan dia akan pamit.
Dengan bantuan pria itu dia bisa berbaring menyamping didalam tempat yang sangat kecil dan pengap. Setelahnya Zavion masuk perlahan dan berbaring disamping Hera.
Hera memeluk dirinya sendiri dengan kotak benang yang tak pernah lepas dari tangannya. Setelah lantai tertutup sempurna Norman kembali ketempatnya. Menunggu antrian pemeriksaan.
Didalm ruangan yang sempit dan gelap itu baik Zavion ataupun Hera bisa merasakan napas satu sama lain. Jantung Zavion berdebar kencang karena ini pertama kali dalam hidupnya bisa sedekat ini dengan lawan jenis.
Oh ... dia pria dewasa yang tidak punya pengalaman apapun. Bahkan dia tidak pernah menghadiri pesta apapun meski banyak undangan yang datang.
Sebelum bertemu Hera tidak terpikirkan olehnya untuk jatuh hati. Menurutnya sangat melelahkan jika harus berhubungan dengan wanita. Ketika saatnya tiba dia akan menikah dengan wanita yang bisa membantunya mengurus rumah dan bisnis, tidak rewel dalam hal perhatian dan hati, tapi setelah bertemu Hera entah kenapa semua lenyap begitu saja.
Apakah dia jatuh hati pada Hera? Mungkin, dia belum bisa memastikan. Takut perasaan yang sekarang merayap dihatinya hanyalah rasa iba dan simpati.
"Maaf, kita harus berada dalam situasi seperti ini. Aku tidak bisa membawamu secara terang-terangan karena pasti mereka meminta identitas kita."
Hera tidak menjawab, walau tidak bisa melihat karena tidak ada cahaya, Zavion tahu kalau gadis rapuh di hadapannya ini sedang menangis.
Cukup lama Hening sampai kereta kembali berjalan. Zavion spontan memeluk Hera saat kereta kembali berhenti dan mendengar sayup temannya bicara dengan penjaga.
Tubuh Hera membeku dan napasnya tercekat, tidak menyangka kalau pria dihadapannya ini memeluknya seperti ini. Karena menahan napas Hera tahu kalau kereta yang ditumpanginya sedang di periksa.
"Aku tidak membawa apapun keluar tanpa izin, mana mungkin berani." Norman bicara dengan penjaga dengan senyum khasnya untuk menghalau rasa gelisah.
"Kami mencari seorang gadis, budak seorang pemilik estat yang dekat dekat raja. Raja meminta kami memeriksa seluruh kereta dan orang yang keluar masuk.
"Gadis? Budak? Hanya seorang budak, kan? Kenapa harus repot begini? Kau mengganggu jalanku, aku harus sampai kekota tetangga sebelum hari terang."
Penjaga itu tidak perduli, dengan sigap lompat masuk kedalam kereta dan mulai menginjak-nginjak lantai, kalau terdengar kopong berarti ada ruang didalamnya. Tapi terasa sangat padu.
Zavion menahan dengan tubuhnya, sekarang posisinya dia ada diatas Hera. Hera mendengar bagaimana penjaga itu mengingjak lantai kereta, pasti pria diatasnya ini sangat kesakitan.
Norman menatap ngeri tapi beruntungnya tidak lama kemudian penjaga itu turun dan mempersilahkan Norman pergi. Ditambah lagi, dua kereta dibelakangnya ketahuan menyelundupkan teh. Mereka terabaikan.
Kereta yang dikendarai Norman melaju dengan cepat keluar dari perbatasan, mereka tiba dikota tetangga tepat sebelum matahari terbit.
Hera tidak berani bergerak karena Zavion tertidur sambil memeluknya. Sementara Hera sudah keringatan dengan napas sesak akibat kurangnya pasokkan udara.
Norman mengetuk kereta tapi tidak ada sahutan, pria itu kemudian membuka pintu dan terkejut karena tidak melihat keberadaan temannya dan gadis itu.
Dia menarik papan lantai dan melihat posisi temannya dengan gadis itu yang sedikit ... intim. Norman menghilangkan pikiran kotornya lalu menepuk punggung Zavion dengan keras sampai pria itu tersentak kaget.
Hera menggigit bibirnya kuat saat kening Zavion membentur keningnya.
"Kau bisa membunuhnya! Berapa lama kau tertidur seperti ini? Dasar bodoh! Disaat seperti ini kau masih bisa tidur? Bahagia sekali hidupnu teman!"
Zavion langsung membelalak dan bangkit, akibat gerakkannya yang tidak cermat, Norman hampir terjungkal. Untuk pria itu bisa mengelak.
"Orang akan berpikir aku sedang bercinta didalam keteta! Dan saat kita berdua keluar maka hancurlah nama baik kita!" Kesal Norman yang di abaikan Zavion.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Zavion pada Hera yang di anggukki dengan kaku. Sebenarnya sekujur tubuhnya sakit karena tidak bisa bergerak ditempat yang sempit belum lagi udara yang tidak stabil.
Tapi mana boleh mengeluh, tidak boleh merepotkan orang lain.
Zavion membantu Hera keluar dari ruang kecil sumpek dan sempit. Gadis itu berusaha mengeluarkan tenaganya padahal tubuhnya hampir limbung dengan keringat sudah membasahi bajunya.
"Maafkan aku. Sungguh aku tidak berniat ..." Zavion menghela napas panjang lalu melanjutkan, "kebiasaan tidur tepat waktu membuatku tidak bisa menahan mata yang mau terpejam. Sekali lagi, maaf." Zavion merutukki dirinya sendiri.
Hera mengangguk kecil.
Zavion membuka sedikit jendela agar angin segar masuk sementara Norman pergi membeli air minum. Semalaman mereka berada di jalan tanpa bekal.
Hera mengintip sedikit keluar, sepertinya sudah berada jauh dari tempat asalnya.
"Aku turun disini saja." Zavion hampir terjungkal karena kaget mendengar suara Hera untuk pertama kalinya setelah kejadian waktu itu.
Dan yang lebih membuatnya kaget apa yang di ucapkan Hera.
"Maksudmu?"
"Kita berpisah disini." Zavion langsung menolak.
Belum sempat Zavion menimpali, Norman masuk kedalam kereta dengan tiga botol air minum.
"Kau kembalilah, aku akan mengantarnya. Kau tidak bisa menghilang tiba-tiba, dia pasti semakin yakin, nona ini bersamamu."
Norman menatap Zavion sangat serius, tidak mau dibantah. Hera bisa merasakan kesulitan dua sekawan ini, dan semua karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samar
Lãng mạnJangan coba-coba berani plagiat cerita ini kalau gak mau malu dan nanggung akibatnya. Cerita ini sudah lindungi hukum yang jelas. *** Terlahir dengan julukkan 'pembawa sial' sama sekali tidak pernah diinginkan siapapun, termasuk Zhepyra Hermia (Hera...