Novel sedang proses cetak. Kunjungi Ig: Ado_9027 atau Novelis_ado9027 untuk info lebih lanjut. Edisi exlusive, terbatas. Hanya untuk 22 orang tercepat. Terdapat extra bab yang tidak ada di PLATFORM.
***
Jangan coba-coba berani plagiat cerita ini kal...
Buat kesayangan semua, tolong jangan lupa vote dan koment ya ....
Kalau di wattpad vote dan koment penyemangat mutlak buat penulis.
Biar penulis makin getol nulis dan upload karena Hera kisah berat yang menguras emosi jiwa dan raga. Belum lagi adegan hotnya, butuh tenaga extra kesayangan guehhh
Jangan lupa ya ...
Ooo iya, Hera ini kisahnya akhir abad ke delapan belas ya guys ^^
Eh eh ... jangan lupa follow akun ig dan tiktok aku ya. Yang mau join group khusus pembacaku boleh cek bio instagramku.
Ig : ado_9027 Tiktok : pecintaliterasi
Gak maksa tapi kalau join aku bahagia🥰😭
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Untuk beberapa saat Hera menatap patung bunda Maria, tidak ada yang dia katakan baik secara lisan ataupun hati. Gadis berambut indah itu menganggap dirinya tidak memiliki tempat mengadu.
Tidak lama kemudian, Hera bangkit dari bersimpuhnya, memutuskan untuk pergi ketempat seharusnya dia berada. Hera pergi tanpa mengatakan apapun pada pendeta yang sejak tadi menatapnya iba.
Tatapan yang belum pernah Hera dapatkan.
"Nak." Pendeta itu menghentikan langkah Hera yang baru saja keluar dari gereja. Dia berbalik dan menatap pendeta yang berkajalan kearahnya.
Pendeta tersebut menyerahkan payung, "hari sudah mau hujan. Kediaman tuan Edmund sangat jauh. Kau memerlukan ini."
Hera menatap benda yang pendeta itu sodorkan, tahu kalau Hera tidak akan menerimanya, pendeta itu kembali berujar, "tugasku melayani Tuhan. Dan Tuhan menyayangi semua hambanya, termasuk kau. Kalau aku mengabaikanmu, sama dengan aku mengabaikan perintah Tuhan."
Tanpa mengatakan apapun, Hera mengambil payung tersebut kemudian berbalik pergi.
"Apa kau tahu dimana kastil tuan Edmun?" Pendeta itu kembali menghentikan langkah Hera.
Hera mengangguk tanpa berbalik, kali ini langkahnya sama sekali tidak dihentikan lagi oleh pendeta yang mungkin sedang iba padanya.
Dan dia tidak mengharapkan itu.
Seperti yang pendeta itu katakan, hari muali gelap karena akan turun hujan. Cuaca di Inggris tidak pernah setia, selalu berubah tanpa menunjukkan tanda-tanda.
Setiap orang harus siaga dan membawa pakaian atau benda tambahan untuk melindungi diri jika cuaca mendadak herubah. Seperti saat ini.
Hera bohong saat pendeta menanyakan apa dia tahu kastil pria itu. Pada kenyataannya tidak tahu sama sekali dan dia tidak berniat pergi kesana, kastil itu bukan tempatnya.
Hera menyusuri setapak yang berbukit dengan kabut yang mulai memgaburkan pandangan. Suara petir dan hembusan angin yang kencang seketika membuat tubuh Hera yang hanya di baluti gaun pernikahan sederhana menggigil kedinginan.