Zavion menyusuri pasar tanpa menarik perhatian orang lain, kalau benar apa yang di simpulkannya, gadis itu tidak jauh dari tempat ya sekarang.
Dua bajingan itu berlari menuju pasar yang artinya mereka melihat gadis itu masuk dalam kerumunan. Beruntungnya adalah, tidak satupun orang yang tahu wajah gadis itu, mungkin.
Kalau tidak mereka tidak akan melepaskannya atau paling tidak meneriakki dan mengoloknya. Tapi yang terjadi saat ini adalah orang berlalu lalang tanpa memperdulikan sekitar walau terdapat beberapa kejadian yang sepertinya membutuhkan bantuan.
Seperti anak kecil yang mengemis tapi di dorong dengan tongkat yang menjadi simbol status para bangsawan atau pelacur yang tidak terima dengan bayaran yang tak sesuai perjanjian, dan masih banyak lagi pemandangan yang saat ini tidak bisa Zavion perdulikan.
Dia mengikat kudanya disalah satu pohon besar tepi pasar. Cadbury daerah yang sangat jauh dari London, tapi sangat subur dan makmur terutama sang pemilik estat. Dan dampaknya ada pada masyarakat yang sepertinya hidup tanpa memperdulikan satu sama lain, itulah yang Zavion nilai.
Berbeda dengan tempat tinggalnya dimana semua orang saling merangkul layaknya keluarga, gadis itu tidak akan di perlakukan buruk disana.
Ya ... Zavion sudah memutuskan untuk membawa Hera ketempatnya kalau gadis itu bersedia. Dia tidak akan membiarkan Hera hidup ditempat yang menganggapnya hewan peliharaan.
Zavion menyusuri tiap toko bahkan sampai sudut terkecil di bagian belakang. Dan saat menyusuri sebuah lorong kecil disebelah toko tua dia melihat bayangan semu, meringkuk dengan bahu gemetar.
Sepertinya sosok itu tahu ada yang datang mendekat, mendadak hati Zavion terasa nyeri. Serapuh itu dia, hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi padanya dengan tubuh gemetar.
Zavion menghentikan langkah, tidak mendekat, dengan lembut berkata, "ini aku, Zavion. Tenanglah, kau aman." Terlihat bayangan itu mendadak kaku lalu menggeleng pelan.
Sepertinya kehadirannya pun tidak diinginkan. Gadis ini sepertinya menghindari manusia manapun.
Zavion mengulurkan tangan, "kalau kau bersedia aku akan membawamu ketempat dimana semua orang menerimamu. Kalaupun kau ingin tinggal sendiri, aku akan menjamin tempatmu jauh dari bahaya. Jangan menyalah artikan bantuanku, tidak perduli siapa, jika membutuhkan bantuanku, aku pasti membantunya."
Hera melihat uluran tangan yang memiliki jari panjang dan ramping, menegaskan sipemiliki memiliki tubuh yang terawat dan maskulin. Hera tidak bisa menilai sejauh itu karena tidak pernah berhadapan dengan pria sebelumnya.
Tawaran pria itu sangat menggiurkan tapi mengingat kutukkan yang menyertainya, dia tidak bisa menerima tawaran tersebut. Cukup ibu dan bibinya yang meregang nyawa karena dirinya, jangan orang lain lagi.
Lagipula dimana tempat yang di janjikan itu? Kekasih bibinya akan menemukannya dengan mudah. Cara satu-satunya terhindar dari pria itu adalah dengan cara mati.
"Kita tidak punya banyak waktu, sebentar lagi hari akan siang, perjalanan kita panjang." Terdengar nada tidak sabar dari Zavion, Hera merasakannya.
"Terima kasih, kau tidak berhutang apapun lagi. Aku tidak akan melibatkan orang lain, pergilah." Suara Hera seperti cicitan nyamuk, bergetar dan memilukan.
Zavion menarik tangan lalu menghampiri gadis itu, jongkok tepat didepannya, "aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini." Hera meringkuk sambil memeluk kotak benangnya, menyembunyikan wajah seolah itu membantu.
"Ditempat aku akan membawamu tidak ada yang percaya dengan kutukkan. Kami hidup dengan kepercayaan yang kuat bahwa, tiap manusia memiliki nilai luhur yang tinggi. Disana, kau akan diterima dengan hangat. Aku punya adik yang keduanya perempuan, mungkin satunya seusia denganmu dan satunya lebih muda, mereka senang menyulam dan merajut, disana ada peternakan domba dimana kau bisa menjadi penggembala, memintal wol atau memerah susu."
Tawaran yang sangat menggiurkan, tapi bisakah Hera menerimanya? Bagaimana kalau kutukkan itu menyertainya tidak perduli kemanapun dia pergi.
"Percayalah padaku, jauh diluar Cadbury banyak surga yang indah. Kau tidak akan terperangkap oleh asumsi manusia. Aku bisa memastikan itu, kumohon. Aku sungguh-sungguh ingin membantumu, sedikit banyaknya aku tahu apa yang kau alami."
Mendengar nada suara Zavion yang lembut dan sabar tubuh Hera sedikit melemas, perlahan tapi pasti gadis itu menunjukkan wajah, membalas tatapan Zavion yang sehangat arang di tempat tidur sang dewi.
Kehangatan itu memancarkan ketenangan, Hera seperti mendapat harapan baru. Bisakah dia mengambil harapan itu?"
Zavion mengulurkan tangan kembali, "bisakah kau percaya padaku? Satu kehormatan jika kau bersedia menyambut tanganku."
Hera menatap lamat telapak tangan Zavion sebelum menyambutnya. Zavion tersenyum lembut sebelum menggenggamnya, merasakan itu untuk pertama kalinya hati Hera merasa hangat, tapi tetap ada yang mengganjal.
"Tidak perlu memaksakan diri, cukup percaya padaku. Seiring berjalannya waktu, kau akan melihat apa yang aku ucapkan benar adanya. Sekarang kita harus pergi dari sini sebelum dua bajingan yang mengejarmu sadar kalau sudah aku tipu." Mata Hera membelalak memancarkan ketakutan.
"Tenang saja, kau aman selama menggenggam tanganku." Dengan kaku Hera mengangguk. Tubuhnya yang ringkih tertatih, dan saat keluar dari lorong sempit itu, mereka dihadang sebuah kereta kuda.
Zavion mengeratkan tangannya pada pundak Hera, gadis itu spontan merapatkan tubuh padanya. Zavion bisa merasakan ketakutan yang Hera rasakan.
Hera tidak menyadari kalau ini adalah kedekatan pertamanya setelah bersama bibinya. Dia merasakan ketenangan sama seperti saat bersama bibinya.
Pria yang menunggangi kerera kuda lompat dari tempatnya, melepaskan topi besar yang menghalangi siapapun melihat wajahnya.
"Ini aku." Suara Norman membuat Zavion menghela napas lega.
Norman melirik kearah Hera sebentar lalu menatap Zavion, "kau tidak bisa membawanya menggunakan kuda. Aku siapkan kereta yang tidak akan membuat kita dihadang penjaga perbatasan."
Zavion tidak bertanya apapun tapi melihat lambang kereta lalu tersenyum, "aku cukup puas dengan usahamu."
"Sekarang pakai ini, tunggu aku ditempat semua kereta akan pergi. Kudamu tidak bisa kita biarkan disini, dia pasti menyadarinya."
Zavion menerima topi dari Norman begitupun pakaian lusuh, pria itu pergi ketempat Hera bersembunyi tadi untuk mengganti pakaian.
Setelah Hera masuk kedalam kereta kuda, Zavion langsung menaiki bagian kusir. Setelah itu membawa kereta kuda istana menuju rombongan yang lain, kereta kuda ini akan membawa mereka keluar perbatasan dengan aman.
Satu jam menunggu dibarisan sepuluh paling belakang, Zavion melihat kedatangan Norman. Dengan cepat pria itu melompat dari tempatnya lalu masuk kedalam kereta setelah mengangguk pada temannya.
"Terima kasih."
"Apa boleh buat, kau sudah memutuskan tetap membantunya, aku tidak punya pilihan lain selain mendukungmu. Kita tanggung bersama apapun yang terjadi. Aku tidak mau menjadi pengkhianat dan tidak setia kawan pada teman kecilku."
Hera memeluk tubuhnya sendiri saat seseorang masuk dalam keretanya, dalam situasi apapun gadis itu terlihat sangat ketakutan, tidak pernah merasa aman.
Dalam gelapnya kereta kuda tersebut Zavion mengatakan dengan suara lembut, "kalau takut kau boleh menggenggam tanganku, akan jauh lebih baik. Dengan begitu kau tidak menganggapku sebagai ancaman."
Hera tidak melihat tapi merasakan kalau pria itu mengulurkan tangan, otaknya mencoba menolak tapi hatinya menyambut uluran tangan pria itu.
Tangannya sangat kecil dalam genggaman pria itu. Beberapa saat Hening menguasai dan tidak lama terasa kereta bergerak. Hera dan Zavion duduk berdampingan dengan tangan Hera menggenggam erat tangan pria itu.
'Semengerikan apa hidup yang kau jalani?' Batin Zavion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samar
RomansaJangan coba-coba berani plagiat cerita ini kalau gak mau malu dan nanggung akibatnya. Cerita ini sudah lindungi hukum yang jelas. *** Terlahir dengan julukkan 'pembawa sial' sama sekali tidak pernah diinginkan siapapun, termasuk Zhepyra Hermia (Hera...