Membuatnya Tertimpa Kesialan

531 71 8
                                    

"Hujan sudah reda." Suara Hera memecah keheningan sejak Zavion memperkenalkan diri tapi tidak mendapat tanggapan dari gadis secantik dewi ini.

Zavion berdiri lalu membenahi pakaiannya setelah itu berjalan menuju pintu belakang lalu membukanya, benar hujan sudah berhenti.

Hanya menyisakan rintik yang tidak akan membasahi diri.

Sebelum pergi Zavion berbalik, "terima kasih atas tempat berteduh, maaf kalau membuatmu tidak nyaman." Hera yang berdiri tidak beberapa langkahnya hanya mengangguk kecil.

Zavion mengeluarkan sesuatu lalu memberikannya pada Hera, "jangan salah paham, aku tidak biasa berhutang." Hera menatap benda yang di pegang Zavion.

"Anda tidak berhutang apapun. Setelah hujan biasanya bebatuan menjadi licin, perhatikan langkah anda agar tidak tergelincir."

Zavion tersenyum kecil, "terima kasih atas perhatianmu. Untung kau memberi tahu, aku punya kebiasaan tidak memperhatikan jalan. Terimalah pemberianku ini, kau bisa menggunakannya suatu hari, benda ini akan kembali padaku setelah kau meminta bantuanku."

Zavion menambahkan, "apapun bantuan yang kau inginkan, akan kuberikan. Tidak terkecuali." Dua kata terakhir di ucapkan Zavion dengan sedikit penekanan.

"Kalau kau tidak menerimanya, aku akan tetap berdiri disini." Zavion melihat ketidak percayaan dari sorot mata gadis cantik dihadapannya ini.

Cukup lama Hera berdiri ditempatnya lalu akhirnya mengambil nenda yang ternyata cincin giok berwarna hijau. Tampak sangat berharga tapi pria didepannya justru memberikannya begitu saja.

"Cincin itu selalu kubawa kemanapun, simbol keberuntungan. Kembalikan padaku kapanpun kau membutuhkan bantuan, aku harap kau bisa menjaganya dengan baik."

Kening Hera sedikit mengkerut lalu menyodorkan kembali cincin tersebut, "aku tidak bisa menerimanya."

Zavion menggeleng, "tidak apa, aku percayakan padamu."

"Aku tidak butuh bantuan apapun." Tegas Hera meyakinkan Zavion.

"Setiap manusia butuh bantuan manusia lain meski hanya sekali." Setelah itu Zavion pergi begitu saja. Meninggalkan Hera dengan tatapan piasnya.

Tapi dia tidak benar-benar pergi, dibalik batu besar bersembunyi sampai mendengar suara pintu gubuk Hera tertutup rapat. Dia menghela napas panjang sambil menatap penuh perasaan.

Gubuk yang Hera tinggali termasuk aman walau tidak layak ditempati. Tapi seaman-amannya tempat ini tetap saja bahaya bisa datang kapan saja, terutama hewan melata dan buas.

'Orang gila macam apa yang membiarkan seorang gadis tinggal ditempat seperti ini?' Batinnya. Tentu dia tahu siapa orang tersebut.

Didalam rumah Hera duduk dalam keadaan melamun sambil memegang cincin giok itu dengan erat, seperti sedang menggenggam harapannya.

Tidak lama kemudian dia menyimpan benda tersebut kedalam wadah dimana perlengkapan rajutnya tersimpan.

**
Entah seberapa besar Hera membangun rasa keberaniannya saat ini. Yang jelas dia harus melangkah hari ini, menghadap pria itu untuk memohon sesuatu.

Walau akhirnya dia tahu seperti apa tapi harus mencobanya. Langkah kecilnya berlari menuju kastil, seluruh pekerja yang dilewatinya semua menjauh, takut tertimpa kesialannya.

Hera melihat keberadaan kepala pelayan yang sedang menerima tumpukkan surat dari perugas gerbang kastil. Polo lalu menoleh dan mengernyit kearah Hera yang bergegas kearahnya.

"Kau boleh pergi," ucap Polo pada penjaga gerbang yang langsung menuruti perintahnya. Semua pekerja berada dibawah kendali Polo.

"Tuan, aku ingin bertemu tuan Edmund." Polo melihat keberanian dan ketakutan bersamaan dari sorot mata Hera.

SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang